Jeongyeon berjalan memasuki kamarnya yang penuh dengan berbagai kertas yang berserakan. Sekakan hal itu sudah menjadi sesuatu yang biasa, tanpa terganggu kaki jenjangnya melangkah ke arah ranjang. Tubuhnya jatuh begitu saja diatas kasur king size miliknya. Gadis itu melepas kucirnya membiarkan rambut pirangnya yang sedikit diberi sapuan warna coklat tergerai begitu saja.
Maniknya meraih ponsel, membuka sosial media lalu menscroll status dari para mutual nya dengan malas. Detik kemudian ponsel yang dia pegang perlahan jatuh. Matanya terpejam, hanya tersisa dengkuran halus dari bibir manisnya itu.
Entah sudah berapa lama Jeongyeon tertidur dengan masih mengenakan seragam sekolahnya lengkap dengan kaus kaki yang membalut telapak kakinya. Dering yang cukup berisik merusak mimpi indahnya di tengah jalan. Dengan mata masih setengahnya tertutup gadis itu meraba raba benda persegi yang tanpa izin membangunkannya.
Jemari gadis itu menggeser layar ponsel lalu diletakkan ponsel itu dekat telinganya.
"Hallo Yeonie.. malam ini ibu dan ayah lembur, bibi Kyung juga pulang kampung jadi kamu ditemani Paman Kim saja." otak Jeongyeon sudah sepenuhnya bekerja. Dia membuka matanya dengan memasang wajah cemberut.
"Lalu aku makan apa?" Jeongyeon merasakan perutnya berbunyi karena belum makan dari pulang sekolah.
"Kau bisa menunggu kami pulang dan membawakanmu makanan." kata Ny. Yoo
"Aku sudah sangat lapar. Aku akan membeli makanan saja." Jeongyeon mengakhiri panggilannya. Dia beranjak ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya. Beberapa menit kemudian gadis itu sudah siap dengan hoodie yang membalut tubuh mungilnya.
Setelah pamit kepada Paman Kim--satpam sekaligus supirnya--untuk pergi sebentar, dia segera menghidupkan mobilnya dan sekejap kemudian mobilnya menembus jalanan Seoul. Mobil Jeongyeon menepi di sebuah mall, dia melangkahkan kaki jenjangnya memasuki mall tersebut. Maniknya menelusuri rak rak ramyeon.
Apalagi yang bisa dia masak selain ramyeon? Jemarinya mengambil sebuah ramyeon rasa pedas favoritnya. Apapun yang berhubungan dengan pedas sangat dia suka. Mungkin karena itu omongannya pun menjelma sangat pedas. Tepat saat jari Jeongyeon menyentuh ramyeon itu ada orang lain menyentuh ramyeon yang sama.
Jeongyeon menarik ramyeon itu dan seseorang disebelahnya balas menarik. Aksi tarik tarikan ramyeon itu membuat Jeongyeon mendengus kesal. Dia menoleh lalu sepersekian detik selanjutnya wajahnya berubah sangat datar. "Lepaskan ramyeonku!" Ucap Jeongyeon ke arah pemuda disebelahnya.
"Ini ramyeonku!" Pemuda itu tidak mau kalah. Jeongyeon menatap wajah pemuda itu tajam, ya.. pemuda itu Jimin. Jeongyeon masih menggenggam erat sebagian sisi ramyeon. "Ladies first! Lagipun aku yang lebih dahulu memegangnya!"
"Ck! Ini milikku!" Jimin masih membalas. Gadis itu kehilangan kesabaran dia merebut ramyeon yang mereka perebutkan lalu dilemparkannya ramyeon itu ke arah Jimin.
"Makan ramyeon itu sampai puas! Percuma slogan ladies first jika didepanku masih ada manusia sepertimu. Mungkin slogan itu harus diganti ladyboy first!" Setelah mengatakan kata kata itu Jeongyeon berlalu meninggalkan rak rak ramyeon.
Gadis itu sudah kehilangan selera makannya dan memilih keluar dari mall, dia duduk di bangku panjang didepan mall sembari mengatur emosinya. Sungguh, saat perutnya lapar mengapa dia harus bertemu makhluk jadi jadian bernama Jimin? Adilkah dunia? Gadis itu membuka air mineral yang dibawanya lalu meminumnya berharap emosinya bisa berkurang.
Jeongyeon berdecak sembari mengeratkan hoodie yang membalut tubuh mungilnya, dingin dan dia lapar. Gadis itu ingin merengek sekarang tetapi merengek didepan mall bukan hal yang bagus, ingat dia gadis dingin bukan gadis manja. Tetapi perutnya sungguh tidak bisa lagi diajak berdamai.
"Shit! Aku benar benar lapar sekarang. Ck.. mengapa seharian ini aku sangat sial?!" Jeongyeon menendang batu kecil di depannya. Gadis itu beranjak namun sebuah tangan menepuk bahunya membuat dia sedikit terkejut.
Sebuah ramyeon hangat terhidang didepannya. Jimin, pemuda itu menyodorkan ramyeonnya bahkan dia sudah menyeduh ramyeon itu. Fyi, di mall memang terdapat alat untuk menyeduh ramyeon tetapi Jeongyeon tidak paham mengapa pemuda itu menyodorkan ramyeon ke arahnya.
"Apa?" Tanya Jeongyeon, pemuda didepannya mendengus pelan.
"Untukmu, makan lah." ucap Jimin sembari duduk di sebelah Jeongyeon membuat gadis itu mau tak mau kembali duduk dan mengurungkan niatnya untuk pulang. Jeongyeon menatap ramyeon ditangan Jimin dengan tatapan menyelidik.
"Kau pikir aku memberikanmu ramyeon sebagai objek tatapan anehmu itu? Ambil dan makan."
Jimin meletakkan ramyeon itu dengan kesal. Jeongyeon mengambilnya, masih menatap Jimin sekilas. Tidak perlu menunggu lama ramyeon itu sudah meluncur ke dalam mulut Jeongyeon.
Pemuda itu diam menunggu Jeongyeon menyelesaikan makanannya, beberapa menit kemudian cup ramyeon yang tadinya berisi kini sudah sepenuhnya habis. Jeongyeon tersenyum manis, percayalah gadis itu sudah lupa caranya tersenyum dan kali ini entah sadar atau tidak dia tengah memberikan senyumannya kepada pemuda yang selalu membuatnya sial.
"Terimakasih." ucap Jeongyeon, pemuda itu terdiam beberapa detik saat maniknya menatap sebuah garis lengkung indah yang tercipta di bibir Jeongyeon. Detik berikutnya Jimin tersadar, dia menggeleng.
"Tidak perlu berterimakasih..."
"...karena ramyeon itu tidak gratis"
Jimin mengeluarkan smirk, wajahnya tampak puas.
"Kau harus membayarnya tetapi tidak dengan uang"
TBC
Sengaja up cepet sekalian ganti cover. Maapkan aku yang gonta ganti cover cerita ini.. maklum suka labil :)
Bakal dinext kalo udah 20 vote ehehe..
Makanya ayodong vote :(Revisi at 3 march 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
EUPHOBIA [END] ✔
FanfictionWarn : Cerita ini saya tulis tahun 2018 sampai 2021 yang mana tulisan saya masih sangat kacau dibeberapa part dan saya sengaja tidak merevisi untuk melihat progres saya dalam menulis dari tahun ke tahun. Juga karena malas:> - ▪ - Just cheese story a...