Retak

324 49 7
                                    


Jangan tanyakan kepadaku perihal takdir, karena terkadang takdir terkesan selucu itu untuk sekedar diraba.

______________________________

Jimin menoleh ke arah Jeongyeon, tersenyum, hari ini sangat menyenangkan baginya. Surai legamnya bergerak menyenangkan tertiup angin, di tangannya terdapat satu ice cream yang isinya setengah tandas.

"Aku sudah selesai." Jeongyeon membuang bungkus bekas ice cream nya ke tempat sampah yang tidak jauh dari tempatnya duduk, Jimin terkekeh, dia menyodorkan ice cream yang dipegangnya.

"Kau ingin lagi? Punyaku belum habis, Jung."

"Yang benar saja, itu sudah kau makan."

"Ya sudah kalau kau tidak mau ini."

Jimin berniat menghabiskan ice cream itu sebelum ada sesuatu yang menahan tangannya, disana, tanpa aba aba Jeongyeon merebut ice cream milik Jimin. Melempar ringisan kecil lucu sembari menyipitkan maniknya dengan sangat menggemaskan. Tatapannya menyiratkan 'aku mau ice cream ini, hehe,'

Jimin tertawa pelan, mengusap lembut surai kecoklatan Jeongyeon yang agaknya mulai sedikit memanjang. Pemuda itu menatap gadis disebelahnya yang tengah sibuk dengan sebuah ice cream rasa cokelat miliknya, cantik sekali Jeongyeon saat seperti ini, pikirnya.

"Rambut mu sudah sedikit panjang ya, ternyata sudah cukup lama sejak pertama kali aku melihatmu dikelas saat perkenalan itu."

Jimin menyentuh surai Jeongyeon, mengagumi diam diam setiap helai halus berwarna bak mentari yang tengah tenggelam dengan malu malunya diufuk timur. Warna Surai Jeongyeon memang sangat indah, kontras sekali dengan kulit nya yang putih bersih.

"Rambut mu ini memang berwarna kecoklatan atau kau warnai, Jung?"

"Memang seperti ini sejak aku lahir enam belas tahun silam."

"Cantik."

Glek. Satu bongkahan ice cream yang belum sempurna di gigitnya telah meluncur begitu saja menuju kerongkongan Jeongyeon, menciptakan sensasi dingin menggigil disekujur lehernya, ucapan Jimin beberapa detik lalu sukses membuat gigitan ice cream itu justru tanpa sengaja tertelan begitu saja.

"Ah, dingin."

Jeongyeon memperagakan tubuhnya seakan akan dia tengah berada di kutub saat ini, tetapi sungguh, rasanya kerongkongan nya tersiram jutaan bongkah salju. Belum lagi dengan detak jantung yang mulai teracak ritme nya menjadi sangat cepat seperti ini.

"Hey, ada apa? Kau tidak sengaja menelan ice cream itu bulat bulat?"

Tangan Jimin bergerak, meraih Jeongyeon untuk mendekat ke arahnya, lalu jemari itu terarah meraih leher Jeongyeon, sekedar memastikan. Lantas Jimin menggeleng.

"Makan perlahan saja, aku tidak akan merebut kembali ice cream itu Jung, jika memakan sesuatu yang dingin diwaktu sekaligus, kau akan terkena kram otak."

"Aku tau itu, bodoh."

Gadis itu mendengus, kembali meneruskan memakan ice cream yang kini tinggal sedikit, menghabiskan nya. Lalu membuang bungkus ice cream itu ke tempat sampah, berkumpul dengan bungkus ice cream miliknya tadi. Jeongyeon menatap Jimin dengan tersenyum bangga.

"Lihat, aku bisa memakan dua ice cream dengan cepat bukan?"

"Lalu kau bangga, begitu?"

"Cih, kau ini tidak seru Jim, puji aku harusnya."

Kembali, Jimin lagi lagi tergelak dengan apa yang Jeongyeon katakan. Mengusap Surai Jeongyeon untuk kedua kalinya, namun kali ini dengan perasaan gemas.

EUPHOBIA [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang