Hello bello fellas! How ur day? Siapa yang kangen Jeongyeon sama Jimin versi anak SMA ini cung! Ga ada? Ayo lah ada biar saya tuh ga sedih T^T
Atau mau kangen ai juga boleh:>By the way, guys.. Saya hiatus kelamaan ya? :> Okay, semoga part kali ini bisa mengobati kangen kalian sama dua sejoli ini ya! Happy reading!
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Manik Jeongyeon menyipit, kembali memastikan apakah itu Jimin atau bukan? Benar. Dia sangat yakin itu adalah Jimin, tetapi rumah sakit.. Rumah sakit jiwa?
Ragu antara mengikuti Jimin atau tidak, jarak rumah sakit jiwa cukup jauh sebenarnya. Mengapa Jeongyeon sangat yakin jika mobil Jimin mengarah ke sana? Tentu saja, daerah itu diberi plang di salah satu sisi jalannya untuk memberitahu lokasi bangunan yang setidaknya berjarak 10 km dari plang tersebut, dan satu satunya bangunan yang ada di daerah itu hanya rumah sakit jiwa.
Tempatnya agak memisah dari gedung gedung kebanyakan memang, tanpa sadar mobil Jimin sudah hilang dari arah pandangannya. Tidak mungkin juga dia membuntuti Jimin, dengan apa? Sekarang pun bus yang dia tumpangi sudah melaju, tidak mungkin dia meminta sopir untuk memutar arah.
"Jim.. Aku memang tidak sopan berfikiran seperti ini tetapi, aku penasaran dengan mu"
Sementara itu, Jimin yang sedang mengendarai mobilnya menghela nafas. Dia tidak menyadari bahwa keberadaannya tidak sengaja tertangkap netra Jeongyeon. Pemuda itu menyisir surainya kebelakang, pikirannya hanya fokus pada satu bangunan yang kini hanya berjarak beberapa meter.
Dia menghentikan mobilnya lalu bergegas turun, berjalan ke arah gerbang sembari menekan tombol di sisi tembok kokoh gerbang tersebut. Satpam biasanya akan datang tidak lama setelah ini, sembari menunggu, kepala nya terarah ke atas. Mendongak untuk sekedar menatap gumpalan awan.
"Lelah" batinnya bergumam, derit besi yang bersentuhan membuat pandangannya kembali tertuju ke depan. Di depan sana seorang pria paruh baya tersenyum, dia membalas senyuman pria tersebut sembari membungkuk hormat.
"Sore paman Ahn" sapa nya lembut. Pria yang dipanggil paman itu mengangguk.
"Sore Jimin, sudah cukup lama kau tidak mampir, nak"
"Ah iya paman, sekolah cukup membuat ku sibuk"
Pria itu terkekeh lantas menepuk pundak Jimin. "Masuk lah, aku tahu kau lelah, Jim. Sepertinya ayah mu juga merindukan mu"
Jimin tidak membalas dan hanya mengikuti langkah pria tersebut, setelah menutup gerbang dan menguncinya, pria itu membawa Jimin ke dalam bangunan tersebut.
"Mau paman panggilkan suster Yeo atau bagaimana?"
"Tidak usah paman, terimakasih"
Pria itu mengernyit, lalu beberapa detik kemudian mengangguk paham dan meninggalkan Jimin sendiri. Kini hanya ada Jimin di depan gedung yang setidaknya memiliki dua lantai ini, dia menunduk untuk menghela nafas sedikit.
"Ayo Jimin, dia membutuhkan mu. Kuat lah!"
Setelah melafalkan hal tersebut, dia bergegas melanjutkan langkahnya menuju lantai dua. Pemuda itu melewati beberapa kamar di lantai dua yang seluruhnya bersuara gaduh. Tujuannya adalah kamar paling ujung. Jemarinya memutar knop pintu, lalu perlahan membuka pintunya.
Ruangan itu hening, dia segera melangkah masuk. Netra sabit nya menangkap sosok pria berumur setengah abad dengan perempuan di sebelahnya.
"Bibi Yeo" panggil Jimin perlahan. Perempuan berseragam ala suster itu menoleh, raut wajahnya yang sedih berubah cerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
EUPHOBIA [END] ✔
Fiksi PenggemarWarn : Cerita ini saya tulis tahun 2018 sampai 2021 yang mana tulisan saya masih sangat kacau dibeberapa part dan saya sengaja tidak merevisi untuk melihat progres saya dalam menulis dari tahun ke tahun. Juga karena malas:> - ▪ - Just cheese story a...