di sinilah jeno berada.
di depan pintu kayu bernomor seribu limaratus tujuhpuluh—apartemen milik mark—dengan pulpen pemuda itu di tangan. seruan tunggu sebentar terdengar olehnya setelah dua kali menekan bel.
jeno menghela napas. kedua matanya terjatuh pada pulpen dengan ukiran huruf m pada tutupnya. sudah jelas ini pulpen mahal.
"sia—jeno?"
suara pintu terbuka membuat jeno segera mendongak. namun, cepat-cepat mengalihkan wajah ketika pemandangan mark tanpa atasan menyapa indera penglihatannya.
jeno mengerjap cepat, menelan ludah gugup. sebisa mungkin memandang ke arah manapun asalkan bukan tetangga sekaligus asisten dosen di hadapannya.
rambutnya basah. sepertinya pemuda itu baru selesai mandi.
"ada apa, jeno?" mark bertanya. "maaf, aku belum pakai baju. aku pikir jaemin yang datang."
alis jeno sontak terangkat.
jaemin? kembaranku? jadi dia ingin pamer tubuh kurusnya di hadapan jaemin, begitu?
dengan wajah risih dan dahi yang kini berkerut, jeno segera menyodorkan pulpen di tangannya pada mark.
"ambil. pulpenmu tadi terjatuh di lantai apartemenku," ucapnya ketus.
mark mengusap tengkuknya, sebelum mengambil pulpen miliknya dengan gerakan kaku. "terima kasih."
jeno hanya mendengus, cepat-cepat berbalik kembali ke apartemennya. namun, ia menyempatkan diri untuk menoleh sekilas pada pemuda lee yang masih berdiri di pintu tersebut.
senyum miring terlukis di wajahnya.
"maafkan aku, kak mark, tapi jaemin tidak akan tergoda dengan tubuh kerempengmu itu."
setelahnya, jeno segera masuk ke dalam apartemennya diikuti pintu yang dibanting keras.
persetan nilai a!
KAMU SEDANG MEMBACA
the warmest things i've found
Fanfictionmark selalu menemukan sebotol cokelat hangat di depan pintu apartemennya.