"ketua kelas."
suara mark yang tengah duduk di meja dosen memasuki kedua rungu jeno, membuat aktivitasnya memikirkan ucapan haechan saat di mobil tadi sontak terhenti.
dengan tergesa, ia menaruh pensil mekaniknya di atas meja. segera bangkit berdiri, berjalan menuju asisten dosen tersebut dengan wajah bingung.
"ada apa, kak?" tanyanya, begitu tiba di depan sang pemuda.
mark mendongak, mengalihkan pandangan dari layar laptop menuju dirinya kemudian menatapnya lurus. "bisa tolong ambilkan buku absensi di mejaku?" pintanya.
jeno jelas mendengar permintaan tolong dari mark. namun, ia belum juga menjawab atau beranjak dari sana.
kedua mata yang dibingkai lensa miliknya berulang kali melirik mark, hanya untuk menemukan anak-anak kumis yang baru tumbuh di sudut bibir pemuda itu.
tampan, batinnya.
mungkin alasan asisten dosen di hadapannya ini sekarang terlihat lebih menawan karena tadi pagi ia belum terlalu menikmati wajah yang lebih tua.
"jeno, kau dengar aku?"
"eh? oh, iya. baik, kak."
sembari menggigit bibir menahan malu, jeno melangkahkan kaki menjauh dari mark. meringis kecil ketika kekehan pelan pemuda itu terdengar, seiring kakinya dibawa ke luar kelas untuk mengambil buku absensi yang diminta.
dasar, na jeno bodoh!
....
jam pelajaran seharusnya berakhir sepuluh menit lagi. namun, mark sebagai pengajar memilih untuk menyelesaikan kegiatan pembelajaran kelas mereka. pemuda lee itu berkata sedang ada urusan penting.
setelah memimpin salam dan merapikan alat tulis, jeno segera meraih tas ranselnya lalu berjalan keluar kelas dengan tangan memeluk erat buku-bukunya.
"jeno!"
baru saja ia ingin menuruni tangga, panggilan keras terdengar dari balik punggungnya. dengan malas, ia menoleh. mengerjap cepat tatkala seorang mark hadir dalam kedua netranya. tanpa sadar, semakin mengeratkan genggaman pada buku di dalam dadanya.
"iya, kak?" tanyanya, pelan. menatap bingung pemuda yang berdiri dengan jarak dua kaki darinya.
mark menarik napas. "kau pulang dengan siapa?"
apa maksudnya? apa dia ingin mengajakku pulang bersama?
"sendiri?" jeno memiringkan kepala, menatap ragu yang lebih tua. "atau mungkin, dengan haechan? entah. memangnya ada apa, kak?"
"aku harus cek kembali esaimu. apartemen kita searah, lebih baik kau pulang bersamaku," jawab pemuda itu.
cukup lama jeno terdiam setelah mendengar tawaran dari mark. tidak, itu bukan penawaran. itu adalah perintah, dan tentu dengan senang hati ia akan menerima perintah tersebut. asalkan ia dapat bersama dengan sang pemuda.
"bagaimana?" mark bertanya, menaikkan salah satu alisnya.
jeno mengangguk. "okay."
satu senyum puas sontak terbit di wajah kakak tingkatnya itu, yang diam-diam membuat jeno merasa heran sekaligus sedikit percaya diri.
"aku harus masuk kelas profesor gong dulu. kau mau menunggu?"
"tentu. aku akan menunggu kakak di perpustakaan."
"terima kasih. aku tidak akan membuatmu menunggu terlalu lama."
jeno hanya mengulas senyum, begitu lebar. jujur, sebenarnya ia ingin berteriak bahagia sekarang.
netra badamnya bertautan dengan milik mark. merasa ada yang berbeda karena sepertinya saat ini koridor kampus tengah diisi dengan kuncup-kuncup bunga yang baru saja mekar.
dengan gerakan pelan, kepalanya mengangguk. memberi satu lirikan kecil pada sang pemuda, yang kemudian menepuk pelan kepalanya, sebelum pamit undur diri.
jeno tentu tidak tahu bahwa di balik punggungnya yang menghilang di ujung tangga, ada mark yang kini melukiskan kurva di wajahnya.
sekali saja, mark ingin menjadi egois. mark ingin tawa dan senyum jeno hadir karenanya, bukan karena haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
the warmest things i've found
Fanficmark selalu menemukan sebotol cokelat hangat di depan pintu apartemennya.