32

12.6K 2.1K 242
                                    

pertama kali jeno menemukan mark di depan rumahnya, satu-satunya hal yang terlintas di pikirannya adalah rindu. bohong jika ia sudah berhenti menyukai pemuda lee itu karena nyatanya selama ia menjauh dari sang pemuda, pemikiran-pemikiran tentang keadaan juga kesibukan mark justru terus menghantui dirinya.

padahal niatnya keluar rumah adalah untuk mencari udara segar sekaligus makanan hangat untuk disantap di tengah musim dingin ini, karena bisa-bisanya kedua orang tuanya malah meninggalkan dirinya di rumah hanya untuk belanja bulanan.

memang sih tubuhnya sudah jauh lebih baik dibanding hari kemarin, tapi tetap saja bagaimana mungkin ia yang habis sakit ini justru dibiarkan sendirian di dalam rumah kosong?

namun, ketika ia berjalan pulang dan mendapati asisten dosennya itu berdiri di pagar rumahnya, seluruh kekesalan perihal dirinya yang ditinggalkan seakan menguap begitu saja. menyisakan rasa-rasa bernama rindu dan sayang yang seketika memuncak.

saat mark memeluk dan menatap matanya, jeno akui dirinya kalah. tembok pertahanan yang beberapa hari ini telah ia bangun, runtuh begitu saja seiring jemarinya yang bergerak untuk mengenggam tangan yang lebih tua.

karena bagaimanapun jalan ceritanya, jeno tahu hatinya pasti akan kembali pada mark.

....

jeno termenung, mengaduk susu cokelat di dalam cangkir dengan pandangan kosong. mark memintanya membuat susu cokelat hangat. sebenarnya ada angin apa hingga mark dapat tiba di depan rumahnya seperti itu? apa pemuda itu sudah sadar akan perasaannya?

satu helaan napas panjang keluar dari belah bibir pemuda na tersebut sebelum tangannya bergerak untuk merapikan semua bahan yang ia gunakan untuk membuat minuman hangat tersebut.

baiklah, sekarang jeno akan mendengarkan dan memberi kesempatan pada mark untuk menjelaskan semua yang pemuda itu katakan hanya kesalah pahaman. namun, jika ternyata penjelasan dari sang pemuda justru membuat luka di hatinya kembali terbuka, mungkin memang lebih baik jika ia mundur sejauh yang ia bisa.

begitu pikirnya, sebelum mark mulai mengeluarkan suara di ruang tengah rumahnya sore itu.

"hari itu saat kau melihat aku bersama jaemin, aku bersungguh kalau itu semua hanya salah paham! cangkir minumanku pecah dan jaemin terluka saat ingin membereskannya, aku meraih tangannya—maksudku aku panik sekali saat itu.

di hari itu juga aku semakin yakin kalau kau yang selalu memberikanku susu cokelat hangat setiap hari. maaf membuatmu menunggu terlalu lama, aku hanya ingin memastikan kalau memang kau yang membuatnya," jelas pemuda itu.

jeno mengerutkan dahi, lalu menggelengkan kepala. ada banyak pertemuan di antara mereka setelah insiden itu, tapi mark seperti tidak berniat untuk menjelaskan.

"kenapa? kenapa kau tidak bicara apapun saat kita bertemu di koridor waktu itu? atau saat kita di kelas?" tanyanya.

penjelasan panjang mark menyerbu masuk bak kereta, membuat pikiran jeno berusaha keras untuk mencerna semua kalimat yang baru saja dilontarkan sang pemuda kepada dirinya. seluruh kata-kata yang sudah belasan tahun ia pelajari seakan menghilang tak bersisa.

jeno terdiam. netra badam itu bergerak tak menentu, melirik apapun asalkan bukan mark yang tengah duduk di hadapannya.

apa yang harus aku katakan?

ia tidak tahu berapa lama dirinya bungkam. namun, ia tahu tubuhnya mendadak tersentak kecil. ada sengatan yang terasa oleh dirinya begitu asisten dosennya tersebut bergerak maju dan menangkup wajahnya dengan kedua tangan besarnya.

mark tersenyum, begitu tampan hingga jeno tanpa sadar menahan napas. pemuda lee itu kemudian menautkan dua pasang manik mereka dan membiarkannya menemukan binar kesungguhan di dalam sana, yang jujur, berhasil membuat dirinya sontak larut dalam perasaan bahagia.

"aku menyukaimu, jeno. benar-benar menyukaimu," ucap sang pemuda, pelan.

belum sempat jeno membalas, kecupan dari mark datang begitu cepat ke atas bibirnya. membuatnya tak mempersiapkan apapun selain suara debaran jantung yang kini menggila. remasan tangannya pada alas meja semakin mengerat ketika ibu jari asisten dosennya itu mengusap lembut pipinya.

wajah tampan pemuda lee itu kemudian menjauh, diiringi seulas senyum miring begitu melihat dirinya yang masih membeku. tangan hangat itu bergerak turun untuk mengenggam tangannya yang masih meremas alas meja, lalu mengelusnya pelan.

"jeno."

"i—iya, kak?"

"jadi kekasihku, ya?"

jeno menarik napas kecil sebelum mengulum satu senyum manis. alih-alih mengangguk, justru membalas pertanyaan kakak tingkatnya itu dengan sebuah kecupan ringan penuh malu-malu. melirik kecil sang pemuda agustus, yang tengah mengerjapkan mata kaget, dengan wajah tersipu berisi rona merah halus.

"itu jawabanku, kak. hehe."

the warmest things i've foundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang