"itu alasanku membuatkanmu susu cokelat hangat setiap hari, agar kau mengingat pertemuan kita waktu itu."
tuturan cerita panjang dari belah bibir tipis jeno pun diakhiri dengan seulas kurva manis dan lirikan malu-malu kepada mark, membuat bunga-bunga musim semi seakan mulai merekah dengan indah memenuhi setiap relung dadanya.
"kau menyukaiku sejak pertemuan kedua kita, tapi kenapa kau selalu cemberut saat bertemu denganku?"
"aku malu, kak. apalagi saat aku tahu kalau kau menyukai jaemin." pemuda april tersebut memutar kedua bola matanya. "rasanya aku kesal sekali padamu, tapi anehnya hari demi hari aku semakin menyukaimu."
"itu artinya kau sudah terkena mark syndrome." mark terkekeh. tangannya bergerak menjawil iseng ujung hidung bangir jeno, yang dibalas sang pemuda dengan rengutan tak senang.
"kalau begitu sekarang kakak terkena jeno syndrome," balas jeno lalu memeletkan lidah, mengejek. pemuda lee itu sendiri hanya tersenyum, memandang lurus kekasihnya. "pasti kakak rindu sekali kan denganku? sampai mencariku ke rumah pula."
ia mengangguk kencang. "iya, mark lee rindu sekali dengan na jeno."
kedua netra pemuda na itu melebar, cepat-cepat menunduk dan membuang wajah. "apa sih!" serunya kesal, meski kepala bersurai coklat itu justru mendarat mulus ke bahu yang lebih tua.
gelak tawa keluar dengan lancar dari belah bibir mark. respon jeno yang malu-malu tapi mau saat ia goda seperti ini benar-benar membawa kebahagiaan tersendiri untuknya.
ia kemudian merangkul pemuda na itu, memainkan pipi sang kekasih yang tembam dengan jahil sebelum bertanya, "omong-omong, apa kau dekat dengan haechan?"
"haechan? kami dekat. dia sangat baik dan selalu ada di sampingku," jawab jeno meski diam-diam membatin, haechan yang memintaku untuk tidak menghindar dan tetap bertahan menyukaimu, kak.
mark mengangguk mengerti. mungkin ia harus berterima kasih pada haechan nanti karena bagaimanapun juga tanpa sikap menyebalkan pemuda lee itu, ia belum tentu dapat bersama jeno sekarang. tetapi, baru sebentar ia bersenang-senang, ada sesuatu yang mendadak menggelitik dirinya.
"tunggu sebentar. jeno, mengapa aku merasa ada yang aneh?" tanyanya, bingung.
pemuda april itu menoleh, lalu menipiskan bibir. "kau memang aneh, kak."
"bukan itu! seperti ada yang aku lupakan."
"oh, aku tahu! kau pasti lupa membawa hadiah untukku, iya kan? mana ada orang menjenguk orang sakit tanpa membawa buah tangan?!"
"tidak tidak, bukan itu. aku memang tidak membelikan apa-apa untukmu."
"cih, menyebalkan."
jeno terlihat begitu lucu sekarang dengan bibir mengerucut maju dan dahi yang berkerut tipis. namun, bukan saatnya bagi mark untuk mengagumi keimutan pemuda na tersebut karena entah mengapa ada suatu hal yang mengganjal di dalam dirinya. seperti ada yang salah, seperti ada yang ia lupakan.
"hadiah, hadiah, ha—oh iya, pengumuman lomba!"
seruannya berhasil membuat jeno tersentak dan segera melepaskan diri dari rangkulan mark. kedua matanya membulat, panik. "astaga, bagaimana bisa aku lupa?! kak mark, cepat buka website-nya!"
tanpa banyak bicara, mark segera menyerahkan ponsel miliknya pada jeno. membiarkan yang lebih muda segera mencari laman perlombaan esai yang mereka ikuti. sementara itu, ia sendiri hanya menyenderkan dagu sejenak di bahu pemuda april tersebut, diam-diam terus melemparkan lirikan kecil pada sisi samping wajah kekasihnya.
"kalau namaku tidak ada di sana?" gumam pemuda na itu sembari menggigiti kuku ibu jarinya, menunggu situs tersebut dimuat.
jarinya bergerak, menyisiri surai cokelat pemuda di sampingnya. "tidak apa-apa, yang penting kau sudah melakukan yang terbaik."
ucapan mark tadi dibalas jeno dengan dengungan pelan. mata pemuda itu memandang lurus layar ponselnya, meski tak lama kedua manik itu bergetar, seakan tidak percaya dengan tulisan yang tertera di sana. ia memandang lembut kekasihnya, sebelum menjatuhkan tepukan-tepukan kecil di atas kepalanya.
"tidak apa-apa, jeno. mungkin memang belum waktunya kau menang," ucapnya, menenangkan.
jeno menggelengkan kepala, kaku. "ju—juara satu? esaiku?"
"hah? bagaimana?"
"esaiku juara satu, kak!"
"sungguh?!"
"iya, kak!"
dengan cepat, mark mendekat ke arah jeno, ikut memandangi layar ponselnya. kelopak matanya melebar begitu saja diikuti rahangnya yang terjatuh, seiring maniknya menyusuri deretan nama-nama para pemenang lomba esai.
esai terbaik. juara satu. na jeno.
"selamat, jeno! aku akan memberikanmu hadiah, katakan padaku apapun yang kau inginkan!" raut bahagia tampak di wajah kedua pemuda berbeda usia tersebut. tangan mark kemudian menangkup kedua pipi pemuda di sampingnya, memberi usapan lembut pada rona merah tipis yang muncul di sana. "tidak ada bioskop! kau baru saja sembuh!"
mark berharap ekspresi kesal muncul di sana, karena demi apapun jeno yang tengah merengut adalah pemandangan paling menggemaskan yang menjadi favoritnya dari semua hal yang pernah ia lihat. tentu saja, favoritnya yang kedua setelah ekspresi gembira sang pemuda hingga kedua manik itu membentuk bulan sabit indah. namun, alih-alih air wajah cemberut, yang ia temukan justru sebuah lengkungan senyum manis di atas bibir tipis tersebut.
pemuda itu menggeleng kecil sembari kedua netranya bergerak ke sana-kemari. "tidak perlu, kak mark. hadiahku sudah ada di sini," ucapnya.
"eh? apa? di mana?"
"kakak. kak mark adalah hadiahku."
ia terdiam sejenak, berusaha mencerna jawaban yang keluar dari mulut yang lebih muda. beberapa detik setelahnya, barulah dirinya mengerti. "astaga, pacarku benar-benar menggemaskan!"
mark segera menarik jeno ke dalam pelukan erat, menjatuhkan kecupan demi kecupan ringan dari dahi hingga ke bibir pemuda na itu sebelum menjauhkan wajahnya. membiarkan jutaan kupu-kupu terbang liar bersama dengan mekarnya bunga-bunga di dalam perutnya. tak lama, tangannya bergerak merapikan helaian poni kekasihnya yang berantakan karena ulahnya tadi.
"jeno."
"eung?"
"terima kasih," ucap mark, lembut.
"untuk?" jeno menaikkan kedua alisnya. bibir bawahnya tanpa sadar maju. "sepertinya aku tidak melakukan ap—"
"untuk bertahan dan menungguku selama ini."
senyum manis di wajah pemuda april itu perlahan mengembang, diikuti dengan kepala yang mengangguk keras lalu kembali menelusup ke dalam dadanya. pelukan kedua adam itu mengerat. ia sendiri diam-diam sibuk menggigiti pipi dalamnya, berusaha menahan diri di saat hatinya seakan ingin meledak melihat tingkah menggemaskan kekasihnya.
di musim dingin penghujung tahun duaribu sembilan belas, mark kini menemukan bahwa kehangatan yang sesungguhnya bukanlah susu hangat dan jaket tebal, melainkan senyuman dan pelukan erat dari jeno.
-the end-
KAMU SEDANG MEMBACA
the warmest things i've found
Fanfictionmark selalu menemukan sebotol cokelat hangat di depan pintu apartemennya.