29

12K 2K 75
                                    

pagi hari mark dimulai dengan begitu bersemangat. pemuda lee itu sibuk bersenandung riang sejak alarm membangunkan tidur nyenyaknya, hingga selama ia berada di perjalanan menuju kampus. alasannya simpel: hari ini adalah hari pemenang lomba esai diumumkan. sesuai dengan apa yang sudah ia janjikan, ia akan mengajak jeno pergi menonton.

meskipun jeno tidak muncul dari apartemennya dan tidak ada susu hangat di depan pintunya, mark memakluminya. pemuda na itu mungkin masih kesal dengannya. oleh karena itu, ia berencana untuk mengajak pujaan hatinya itu berbicara sehabis kelas nanti. pasti sang pemuda akan kembali kepadanya, seperti yang mereka lakukan di beberapa hari lalu.

mark berdiri di depan kelas sembari memegang buku absensi, memanggil satu per satu nama adik tingkat yang akan ia ajar. sudut bibirnya mendadak mengembang tatkala nama jeno memasuki ruang pandangnya.

"na jeno," panggilnya.

hening.

"ketua kelas. na jeno," ulangnya.

atensi mark terlepas begitu saja dari buku absensi. kedua matanya bergulir memandangi seisi kelas, mendapati satu kursi kosong yang justru diisi dengan beberapa bungkus cemilan ringan.

"di mana jeno?" tanyanya. berusaha bersikap tenang dan mengabaikan perasaan kalut yang kini menghampirinya.

seluruh adik tingkatnya menggelengkan kepala, sebelum salah satu dari mereka—yang seingat mark bernama hyunjin—menjawab, "jeno tidak masuk, kak."

"kenapa?" tanyanya lagi dengan dahi mengerut bingung, sembari tangannya bergerak memberi tanda silang kecil di kolom absensi. "ini pertama kalinya dia absen di kelasku."

kikikan kecil terdengar dari para adik tingkatnya, membuat mark sontak menoleh bingung. namun, sayangnya jawaban yang ia dapatkan bukanlah hal yang ingin ia dengar.

"coba tanya haechan, kak. haechan tahu semua hal tentang jeno," seru sunwoo, si mahasiswa yang duduk di bangku paling belakang kelas.

yang lain segera mengangguk-angguk setuju lalu menyahut, "haechan dan jeno kan berkencan hihi!"

sementara itu, haechan sibuk tersenyum lebar. memasang ekspresi terharu yang dibuat berlebih-lebihan. "terima kasih doanya, teman-teman. semoga aku bisa meresmikan hubunganku dengan jeno," ucapnya, kencang.

mark melirik tajam haechan, memutar bola matanya ketika yang disebut kini berdiri dari tempat duduknya sambil bertepuk tangan penuh kesombongan. dengusan pelan ia keluarkan ketika pemuda lee itu menyugar rambut panjangnya dengan wajah yang terlihat begitu menyebalkan.

kembali mengaben mahasiswa di kelasnya meski diam-diam batinnya mengejek, haha berharap sekali.

....

"lee haechan, kemari."

pemuda yang dipanggil itu justru menoleh kanan-kiri sebelum menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung. mark mengangguk, menggerakkan tangan mengisyaratkan adik tingkatnya untuk mendekat.

"ada apa, kak? tolong jangan menyuruhku mengambil barang di ruang dosen, aku terlalu malas untuk itu."

ia menipiskan bibir, mencoba menahan kesal. menegakkan tubuh yang semula bersandar di kursi lalu menatap serius pemuda di hadapannya.

"kenapa na jeno tidak masuk?"

pemuda lee itu mengangkat bahu sembari menggeleng kecil. "aku tidak tahu, kak. dia tidak bicara apa-apa padaku, tidak ada pesan juga. mungkin nanti siang aku akan mengunjungi apartemennya," jawabnya.

mark mengangguk mengerti, sebelum kembali melemparkan pertanyaan dengan satu alis terangkat naik, seakan meremehkan adik tingkatnya tersebut. "kau berkencan dengan jeno?"

"belum," haechan mendengus kecil lalu menyunggingkan senyum miring, "tapi akan." bodoh, mana mungkin aku bicara padamu kalau aku sudah menyerah mendekati jeno.

"wah?" ia berdecak tak percaya. kembali menganggukkan kepala meski raut mencemooh terlukis tipis di wajahnya. "selamat berusaha kalau begitu."

sang pemuda juni itu hanya tersenyum paksa, mengerti dengan jelas jika ucapan mark hanyalah sindiran belaka. oleh karena itu, ia berusaha sabar. bagaimanapun juga mark adalah asisten dosennya kan?

dengan wajah sopan yang dibuat-buat, haechan bertanya, "ada lagi yang ingin kakak tanyakan?"

"tidak." mark menggeleng, lalu menggerakkan kepala memberi isyarat pada adik tingkatnya untuk kembali duduk. "kau bisa kembali."

ucapannya dibalas dengan satu bungkukkan tubuh. "baik, kalau begitu aku permisi, kak."

the warmest things i've foundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang