"bagaimana?"
"satu paragraf lagi sebelum kesimpulan, lalu selesai."
mark kemudian menaruh secangkir teh manis hangat di dekat laptop jeno, sebelum duduk di samping pemuda itu. memberi satu usapan lembut di sepanjang lehernya.
ponselnya berkedip-kedip, menampilkan alarm yang ia sengaja buat dalam mode getar. dengan cepat, ia menggeser tanda merah. lalu, menatap khawatir pemuda di sampingnya.
jam dua belas, batin mark.
"ingin istirahat dulu? kau belum makan sejak tadi," tanyanya.
jeno menggeleng pelan. maniknya tetap fokus pada deretan kalimat di layar yang menyala terang itu. "nanti," jawabnya singkat.
ia menipiskan bibir, berpikir cara lain agar adik tingkatnya ini mau makan walaupun hanya sesendok saja.
"okay, aku buatkan mie instan saja ya?"
"terserah."
ia segera melangkahkan kaki menuju dapur. mengambil sekantung mie instan dari laci kemudian menyiapkan air panas dan sebagainya.
sepuluh menit setelahnya, barulah mie instan tersebut selesai dimasak. mark segera mengambil mangkuk, menaruh makanan bergelombang tersebut di atasnya.
"jeno, mie instannya su—"
langkahnya menuju ruang tamu terhenti begitu mendapati pemandangan seorang na jeno tengah tertidur di sana. duduk di lantai berkarpet hitam sementara kepalanya jatuh di atas meja.
dengan kaki yang dijinjitkan, mark berjalan pelan mendekati sang pemuda. memilih untuk menaruh mangkuk tersebut di lantai.
satu senyum kecil mark lukiskan di wajahnya, memandangi raut polos dan damai tapi bercampur lelah yang baru pertama kali ia lihat dalam sepanjang waktunya mengenal jeno.
"lelah ya? kantung matamu sampai setebal ini," gumamnya pelan.
ia menaruh kepala di atas lengan, mengikuti bagaimana posisi pemuda na itu terlelap di atas meja pendek ruang tamunya.
"maafkan aku. aku seperti ini karena aku tahu kau pasti bisa, jeno."
ada hening sejenak di dalam apartemen itu, yang diisi dengan deru napas teratur dari pemuda yang tengah tertidur nyenyak itu.
helaan napas keluar dari belah bibir mark. perlahan, tangannya terangkat menyusuri helaian surai cokelat jeno yang menutupi dahi.
"setelah ini, kau bisa beristirahat lagi seperti biasa. tanpa riset. tanpa esai."
cukup lama netra mark mengarah lurus pada jeno, memerhatikan fitur wajahnya yang kali ini mark akui begitu indah. kemudian, pandangan mata mark jatuh pada sebuah botol berisi susu putih yang ia yakini tak ada di sana sebelumnya.
tubuhnya menegak. dengan gerakan tanpa suara, mengarahkan tangan untuk mengambil botol tersebut diam-diam. dengan satu alis terangkat naik, mengamatinya dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
sebuah senyum miring terlukis di bibir tipisnya.
lee haechan ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
the warmest things i've found
Fanficmark selalu menemukan sebotol cokelat hangat di depan pintu apartemennya.