30

12.5K 2.1K 95
                                    

mark melangkahkan kaki dengan begitu terburu-buru, sampai mengabaikan decakan kesal dari pengantar makanan yang tak sengaja tertabrak olehnya. cepat-cepat menekan bel pada pintu di seberang unit apartemen miliknya.

"aku ingin bertemu jeno. apa jeno ada di dalam?"

pertanyaan dari belah bibir mark segera menyerbu tepat ketika jaemin baru saja membuka pintu, membuat raut kaget terpasang pada wajah sang pemuda.

pemuda na itu kemudian menggeleng pelan, memasang raut sedih yang kentara. "tidak, kak. sudah beberapa hari ini jeno tidak enak badan, ternyata dia sakit jadi bunda mengajaknya kembali ke rumah kemarin pagi," jawabnya.

tubuh mark melemas seketika. bukan kabar tentang jeno seperti ini yang ia harapkan. semua rasa bahagia yang tadi pagi hadir di dalam dirinya mendadak hilang. dengan kedua matanya bergetar dan bahu yang lesu, ia bertanya lirih, "jeno sakit apa?"

"demam." jaemin menghela napas. "hampir empatpuluh derajat."

"bagaimana bisa? maksudnya, apa jeno lupa makan atau jeno kurang istirahat?"

"memang tubuh jeno sedikit rentan setiap musim dingin dimulai, ditambah lagi pemanas air di kamar mandi kami rusak. aku sudah menawarkan diri untuk membuat air hangat untuknya, tapi bocah itu lebih nekat mandi air dingin di musim dingin seperti ini. coba kakak pikirkan, apa tidak cari penyakit?!"

gerutuan jaemin tentang jeno yang begitu cuek pada kesehatannya hanya dianggap angin lalu oleh mark. ia begitu khawatir sekarang. bagaimana keadaan pemuda na itu? apa sudah membaik? apa istirahatnya cukup? berbagai pertanyaan tentang keadaan sang pemuda april begitu banyak bermunculan di dalam pikirannya, seolah tidak membiarkan ada ruang kosong di sana.

mark memejamkan mata, merasa pusing dengan perasaan kalut dan pikiran penuh kekhawatiran: yang hebatnya hanya disebabkan oleh satu orang yang sama. na jeno itu benar-benar.

satu helaan napas panjang keluar dari bibirnya, membuat omelan dari pemuda di hadapannya mendadak berhenti.

"ada apa, kak?" jaemin bertanya, ragu.

"di mana rumah kalian?" balas mark. kedua maniknya menatap serius yang lebih muda.

namun, pertanyaannya justru dibalas dengan kerjapan mata bingung. "apa?"

"aku ingin menjenguk jeno sekarang juga."

"rumah kami sebenarnya cukup jauh dari sini. kalau tidak macet bisa sampai satu jam. semoga sa—"

"aku akan tetap menjenguknya."

"o—oh," pemuda itu mengangguk kaku, "oke."

jaemin segera memberikan alamat rumahnya dan jeno. membiarkan mark segera berlalu pergi dengan beribu harapan bahwa jeno baik-baik saja. namun, sebelum pemuda lee itu berjalan lebih jauh, ia menyempatkan diri untuk memberi satu tolehan pada kembaran pujaan hatinya tersebut. senyum penuh ketulusan terulas di wajah mark.

"oh iya, jaemin," ucapnya.

jaemin mengernyit bingung. "ada apa, kak? ada yang tertinggal?"

ia menggeleng, menunduk kecil dan memandangi sepatunya sebelum kembali menatap pemuda na tersebut. "terima kasih," ujarnya, pelan.

"hah?" kerutan di dahi tetangganya itu semakin dalam. menatap dirinya tak mengerti. "untuk?"

mark mengulum senyum lembut sembari mengepalkan kedua tangannya. mengangguk kecil sebelum menjawab pertanyaan tersebut.

diam-diam, jaemin memerhatikan. ada binar penuh kesungguhan yang dapat ia tangkap di dalam kedua netra kakak tingkatnya itu, membuat dirinya kini merasa yakin untuk membiarkan pemuda lee itu mendekati kembarannya dan rasa percaya tersebut semakin bertambah ketika mark menjawab.

"menyadarkanku."

the warmest things i've foundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang