19

12.9K 2.3K 340
                                    

susu cokelat hangat
ke seratus tigapuluh dua untukmu~
semangat untuk hari ini!
semoga kita dapat semakin dekat hehe
j.

mark mengulum senyum. segera menyelipkan memo kuning tersebut di antara halaman demi halaman salah satu bukunya, lalu beralih pada jeno yang bersandar santai di dinding koridor apartemen. tangan pemuda itu di saku celana, mengamati dirinya yang tadi sedang sibuk sendiri.

"susu cokelat lagi?" tanya tetangganya itu sembari menegakkan tubuh.

ia mengangguk. "iya. kau mau?" tawarnya kemudian bergerak membuka tutup botol berisi susu tersebut ketika mendapati anggukan keras dari pemuda yang lebih muda.

dengan cepat jeno meraih botol tersebut, lalu menegaknya. "thanks."

mark hanya menipiskan bibir. kedua mata itu bergerak dari sepatu putih menuju pakaian cukup tebal yang dikenakan jeno hingga helaian surai lembut berwarna cokelat yang tampak belum disisir itu.

satu kekehan dengan lancar keluar dari belah bibirnya, membawa sang pemuda menoleh kepadanya diikuti kerutan bingung di dahi. pemuda na itu mengangkat kedua alis, bertanya.

"jeno jeno, kau yakin sudah mandi? rambutmu saja masih seberantakan ini."

"aku sudah mandi tahu! tolong rapikan, kak."

"seenaknya menyuruhku."

mark mendengus kesal meski tetap saja tangannya terangkat untuk merapikan surai yang lebih muda. menyisiri tiap helaiannya agar menutupi dahi yang sempat terlihat itu. sementara itu, jeno hanya menunduk, sesekali melirik pergerakannya di atas kepala tersebut.

"seperti bayi." ia bergumam.

adik tingkatnya itu sontak mengerjap, sebelum melirik kecil dirinya. "siapa?"

senyuman tipis mark lemparkan pada jeno. "kau," jawabnya sebelum mundur menjauh, memberi ruang cukup besar di antara tubuh tegap dua adam tersebut. tak menyadari jika ada rona merah tipis yang mulai menghiasi wajah putih adik tingkatnya itu.

jeno berdeham, mengusap pelan telinganya. "eum, kak mark," panggil pemuda itu.

ia menoleh. "yap?"

keduanya mulai berjalan beriringan menuju lift, menunggu pintu lift terbuka bersama seorang pegawai kantoran dan seorang laki-laki paruh baya yang sepertinya habis mengantar makanan.

suara ketukan sepatu yang mark yakini berasal dari jeno mengisi keheningan di lantai tersebut. barulah ketika pintu besi itu terbuka, suara-suara kecil bermunculan.

mark menyenderkan tubuh ke dinding lift, menatap wajah jeno yang berdiri di sampingnya. "jadi, alasan memanggilku tadi apa?"

pemuda itu terdiam, berpikir sejenak. "oh! apa kau senang setiap hari dikirimi susu dan memo seperti itu? apa tidak menganggu?" tanyanya. ada sedikit keraguan yang mark tangkap dari nada suaranya.

ia mengangguk keras. "tentu saja aku senang. pesannya lucu."

sepertinya itu hanya perasaan yang lewat sekilas saja, ketika mark tiba-tiba mendapati ada kerlipan senang yang muncul di balik kedua netra indah jeno.

"bukankah isinya hanya hitungan susu dan ucapan semangat tidak penting?" tanya jeno lagi.

"justru itu, aku merasa hangat karena ucapan semangat singkat dari si pengirim." mark tersenyum simpul, mengingat pesan-pesan yang selama ini ia terima di memo kecil itu. "isinya begitu tulus."

"hm, baguslah."

"bagus karena?"

"kalau pengirimnya tahu kau menyukainya, pasti dia senang sekali kan."

mark hanya diam, meski batinnya sedikit bingung. benarkah?

....

"pagi semua!"

"pagi juga, kak!"

mark memasuki kelas dengan wajah cerah. langkah kaki itu bergerak begitu semangat menuju meja dosen. mencoba bersikap abai pada haechan yang sibuk memanggil-manggil jeno dari tempat duduknya, meski tak dibalas oleh tetangganya tersebut.

"jeno. psst, jeno. pulang kuliah main yuk."

"diam. nanti saja bica—"

"lee haechan, saya sudah ada di kelas sekarang."

"maaf, kak."

mark hanya mengangguk ketika haechan segera duduk sopan, menghadapnya dengan catatan yang dibuka lebar. kemudian, buku serta laptop di tangannya ia taruh di atas meja sebelum menumpukan kedua tangan di sana.

mata berlapis lensa itu bergulir meneliti seisi murid yang akan ia ajar hanya untuk menemukan pemandangan jeno tengah memeletkan lidah dengan raut jahil kepadanya. ia tersenyum geli lalu menggelengkan kepala, memberi tatapan memperingatkan pada sang pemuda yang dibalas dengan satu cengiran tak merasa bersalah.

"baik, hari ini kita akan melanjutkan presentasi. kelompok delapan silahkan maju. saya akan memerhatikan dari belakang."

barulah ketika ia mulai mendengarkan penjelasan dari murid-murid tersebut, ucapan pemuda na saat di apartemen tadi tiba-tiba terngiang kembali di kepalanya. membuat fokusnya pada tampilan tulisan dan gambar di hadapannya pun hilang.

mark menggenggam erat pulpen di tangannya, menatap bingung jeno yang sibuk mencatat presentasi dengan beribu cabang pikiran yang mendadak bermunculan. ada sesuatu yang aneh, sungguh.

bagaimana jeno bisa tahu isi pesan di memoku?

the warmest things i've foundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang