19. The Reason

26.5K 3.8K 18
                                    

Pukul 21:30 itulah yang saat ini terbesit dalam pikiran ku. Jam gadang dipojok ruangan menunjukan hal serupa, kutatap balik kearah surat yang dikirim Ian.

[21:30]

"Apa ada sesuatu yang akan terjadi pada waktu ini?"

Mungkin... Tidak ada yang tidak mungkin dalam hal ini. Yang terbesit dikepalaku saat melihat surat ini, kupikir akan ada monster yang menculikku, itu sebabnya Ian mengirimkan surat ini. Tapi... setelahnya aku sadar itu tidak masuk akal. Sangat tidak masuk akal. Usia ku saat ini sudah menginjak 13 tahun menuju 14 tahun, untuk apa aku mempercayai monster atau semacamnya? Mereka tidak nyata. Kalaupun nyata, hanya ada satu monster yang akan kutakuti, Carlos.

Ya, disaat bersamaan kala melihat Lucian, aku selalu tau. Dia adalah sosok Carlos yang akan membunuhku nanti, namun disaat bersamaan aku hanya bisa meyakini bahwa dia tidak mungkin melakukan nya padaku(kuharap:'). Carlos adalah monster, yang hanya tunduk dan patuh pada Helena. Seorang monster yang bahkan merelakan keegoisan cintanya agar Helena bahagia dengan Hans dan membunuh Annika. Diantara semua tokoh, mungkin Carlos a.k.a Lucian lah yang harus ditanda merahi, dia berbahaya.

"Ah, sudah pukul 10 malam rupanya..."

Waktu yang tepat untuk melihat indahnya bintang malam. Berbicara tentang bintang, aku jadi teringat seorang anak dalam kehidupan ku sebelumnya, saat itu... Aku diusir dari rumah oleh dua bersaudara menyebalkan itu, tidak punya tempat lain? Mereka hanya menertawakan nasib naas ku. Aku berjalan ketaman yang kebetulan dekat dengan rumah, duduk di ayunan seraya menahan dinginnya udara. Seseorang tiba-tiba datang dan menawarkan diri untuk menemani ku sebentar. Kami sama-sama menikmati bintang seraya menceritakan kehidupan kami masing-masing.

"Apa yah...yang saat itu dia katakan?"

"..."

Ngomong ngomong...apa kabar keluarga ku yang disana? Hahaha...tidak mungkin mereka memedulikan kabar kematian ku bukan? Toh mereka tidak mungkin menangisi kepergian ku juga.

"Disini berbeda..."

Mereka, keluarga ini... Menyayangi Annika. Kadang itu membuatku sedih, aku bukan putri yang sesungguhnya, aku bukan Annika. Aku hanyalah 'orang' yang mengisi keberadaan Annika. Parasit hidup yang merasakan kebahagiaan nya. Kurasakan kedua mataku memanas, mengingat hal ini selalu membuatku merasa sesak.

"Apa kau menangis?"

"?"

Aku menoleh kesamping, dan disanalah, kudapati sepasang mata memandang dengan tatapan yang sulit diartikan. Lucian? Apa ia Lucian? Terakhir kali dicilia... Dia tidak setinggi ini...

"I...an?"

"Apa yang membuatmu menangis? Itu tidak cocok untukmu..." Ia terkekeh kecil dengan mata yang menyipit disertai senyuman kecil. Apa ini mimpi? Ia tidak mungkin ada disini bukan?

***

"Apa kau menangis?"

"Ian?!"

Mata Annika membulat seketika, bagaimana laki-laki itu ada disini? Tengah malam begini! Satu-satunya hal yang terbesit dikepala Annika tentang siswa yang bersekolah di sekolah asrama hanyalah kabur.

The Vermilion Primrose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang