[2nd] 10. Investigation

14.9K 2.4K 48
                                    

"Annika!"

Nafas Lucian terhenti saat itu juga, didepannya wanita yang tengah mengenakan gaun biru berpadu abu-abu itu menoleh, menampakkan mata ungunya yang terkejut dengan kehadiran tiba-tiba nya.

"Lucian?"

Senyum samar yang terkesan menyakitkan terbentuk dibibirnya, Lucian bahkan tak menghiraukan kehadiran sosok lain dan berjalan masuk kedalam tenda, lantas memeluk pinggang nya erat dan membenamkan wajahnya dipundak Annika yang masih tidak mengerti dengan keadaan tiba-tiba tersebut.

"Kau hidup..."

"...?"

"Aku tau kau hidup..."

"Tunggu-"

"Itu semua hanya ilusi..."

Lucian memejamkan matanya yang terasa panas saat ini. Sepertinya sihir halusinasi tadi berdampak kuat kepada emosi dan perasaan nya saat ini. Bahkan ia bisa merasakan tubuhnya yang masih gemetar hebat akibat penglihatan mengerikan tadi.

Pria itu...

'siapa dia?'

Sebesar apapun usaha Lucian mengingat wajah yang sempat memberitahu kan ketakutan terbesarnya itu, ia tetap tidak bisa mengingat rupa dan postur orang yang menjebak nya tadi. Hanya sekilas, ingatannya seolah diburam kan dan diacak-acak oleh halusinasi mengerikan itu.

"...Ian, maaf, tapi..."

Annika, yang berada dalam dekapan nya merasa risih sesaat karena kehadiran tamunya yang masih menatap mereka datar. Ia berusaha mendorong mati-matian tangan dan lengan yang seolah-olah tidak akan pernah melepaskan tubuhnya tersebut. Posesif? Entahlah, ia sendiri tidak tahu, yang ia tahu saat ini adalah...

'berani-beraninya ia, kepadaku...setelah dengan wanita lain...!'

Kesal?

Alih-alih dapat memarahinya, tubuh Annika malah terdorong kebelakang. Ia memiliki postur tubuh yang kecil dari Lucian semenjak mereka menginjak usia 15 dan 18 tahun. Ia memiliki tinggi layaknya tiang listrik depan rumahnya dulu, Tentu saja Annika Tidak dapat menahan tubuh berat itu.

Tunggu, bukan itu masalahnya.

Tubuh Lucian seolah tidak bergerak sama sekali saat ini. Seolah pingsan dan tidak sadarkan diri, Annika yang notabene memiliki tubuh lebih mungil darinya tentu saja tidak dapat menahannya dan...

Jatuh bersama...

"Eeeeh!"

Bruk...

Annika menutup mata, tapi tidak ada rasa sakit yang ia rasakan saat mendarat ditempat itu. Matanya menangkap pemandangan langit-langit sederhana sebuah kamar, bukan tenda biru tempatnya menyambut tamu tadi.

'tunggu apa? Kamar?'

Annika dengan susah payah menatap sekeliling, bukan tenda tempat ia beristirahat tadi yang ia dapati, melainkan sebuah ruangan dengan nuansa tosqa berpadu putih yang tidak terlalu mewah, sederhana, namun indah dipandang. Kamar asing yang ia sendiri tidak pernah lihat sebelumnya.

Bukan kamar baru yang kakak nya berikan sebagai pengganti kamarnya yang hancur, atau kamar Lucian yang sudah lama tidak ditempati.

Melainkan kamar baru yang asing dimatanya?

"Lucian! Apa-apaan...!"

"...."

Tidak ada suara, namun, gaunnya terasa basah saat ini. Ia jarang melihat Lucian menangis, terakhir kali ia menangis saja ia tidak ingat, karena sebagian ingatan mereka dipenuhi dengan canda tawa dan kebersamaan. Ia tidak ingat bagaimana ekspresi menangis dari lucian.

The Vermilion Primrose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang