"aku akan melakukan apapun..."
"Melakukan apa?"
Annika menoleh pada Lucian yang berjalan dengan susah payah meski telah ia pegang erat tangannya. Darah ditubuhnya kembali mengalir meski tidak sebanyak sebelumnya tetap saja itu membuatnya khawatir.
"Apapun." Ucapnya, "meski tersisa satu kelopak, aku akan mencari cara agar kutukan itu dapat diangkat dan agar kau dapat bertahan."
"...."
Annika tidak mengatakan apapun lagi, ia tersenyum tipis tanpa menjawab apapun, itu hanya akan berakhir sia-sia. Jadi ia tidak ingin mengharapkan apapun selain melihat salju pertama turun bersama dengan Lucian.
Hingga matanya tanpa sengaja menatap kebelakang.
"Hei kenapa kau menatap ke— ugh!"
Annika tiba-tiba mendorong Lucian dengan kuat hingga pria itu terjatuh jauh beberapa langkah darinya, hal terakhir yang Lucian lihat darinya adalah senyuman tipis yang seolah mengatakan bahwa semua ini hanyalah mimpi belaka.
Tidak nyata.
Dan hanya menjadi bunga tidur semata.
Jleb—
"...."
Angin dingin berhembus pelan, mata merahnya mengarah pada Annika yang berdiri didepannya dengan tangan terulur kearahnya.
Tepat didadanya, ada belati yang menancap dengan darah merah segar yang membasahi gaunnya.
"A-apa yang, tidak, Annika!"
Ia segera berdiri dan meraih tubuh yang perlahan jatuh dalam dekapannya. Annika memeluknya erat-erat seolah tidak akan melepaskan nya untuk yang terakhir kalinya. Lucian tidak ingin mengetahui apapun, tapi bagaimana ia tidak bisa tidak mengetahui nya?
"Lucian..."
"Tidak! Jangan katakan apapun! Aku tidak akan mendengarkan mu!"
"Aku senang." Ia tersenyum kecil dan menyentuh pipi nya dengan tangan bergetar. "Aku senang karena untuk pertama kalinya.... aku dapat melindungi mu yang telah melindungi ku selama ini."
"Tidak Annika, kumohon buka matamu! Jangan menutup nya tanpa seizin ku!"
Annika tidak menjawab, ia menatap Lucian dalam. Mungkin, ini adalah detik terakhir yang tidak akan pernah terulang lagi. Jadi ia tersenyum sebanyak yang ia bisa dan memeluknya erat. Perlahan kesadaran nya mulai menghilang diikuti dengan beberapa bagian tubuhnya yang seolah mati rasa, Annika mendongak dan mendapati wajah putus asa dari Lucian.
"Tolong jangan buat wajah seperti itu, bodoh..."
Ia tersenyum kecil dan menepuk pundaknya. "Aku ingin melihat mu tersenyum."
Ucapannya membuat Lucian yang telah menitikkan air mata terpaksa mengangkat sudut mulutnya, tersenyum dengan mata berair, ia menggelengkan kepalanya dengan kuat dan meraih tangannya.
"Ann—"
"Senang bertemu dengan mu dikehidupan kedua ku..."
Annika memotong ucapan nya dengan cepat, ia tidak ingin ini menjadi perpisahan yang menyakitkan. Andai Lucian tidak menangis mungkin ini akan terasa lebih mudah baginya.
'orang pertama yang menangisi kepergian ku...'
Ia tersenyum dan terisak pada rasa sakit yang memenuhi rongga tubuhnya, Annika memeluk tubuh Lucian erat dengan tangan lemah, belati itu tepat mengenai titik vitalnya hingga membuatnya kesulitan bernafas. Annika menutup matanya, takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Vermilion Primrose [END]
FantasyCatatan: Akan segera terbit, chap masih lengkap, belum revisi, boleh dibaca tapi jangan sampai lupa kasih vote. Keep waiting for the book, Kay?? [ Renaître Series #1 ] kesempatan kedua, aku tidak pernah memikirkan hal seperti itu. aku sudah cukup ti...