"kau tidak bosan?"
Annika menggeleng, ia masih sibuk dengan piano putihnya itu hari ini. Tiga hari yang lalu mereka telah menghabiskan waktu dengan hal tak berguna. Ia harus ketinggalan beberapa tugas piano tuan Hubert untuk ini. Jadi dia akan segera menyelesaikan nya malam ini.
"Kau ini, kenapa mengabaikan ku!"
Suara indah segera menutup mulut Lucian kala Annika kembali menekan Tut piano putih yang berjejer didepannya itu, nada-nada indah membuat semakin datar wajah lucian yang sedari tiga jam lalu melihat Annika yang mengabaikan keberadaan nya saat ini.
"Hei! Aku tengah bicara padamu!!!"
Annika tak peduli, ia masih fokus dengan permainan nada dikepalanya yang kini tersalurkan melalui jari jemari nya di Tut piano tersebut, Lucian menghela nafas dan hanya diam menatap gadis itu memainkan piano dengan itu dengan tenang. Lalu sesaat, entah bagaimana suara hujan yang deras tersingkir kan begitu saja dari Indra pendengaran nya.
Nada-nada indah mengalun memenuhi keduanya dalam melodi yang terus bermain, bahkan tanpa sengaja kedua nada antara hujan dan piano yang saling bertumpang Tindih itu bisa Seirama ini. Lucian tahu, Annika memang memiliki pesona tersendiri dalam melakukan apa yang ia inginkan. Meski ia tak mengerti apa-apa dengan seni ia dapat melihat berbagai macam perasaan yang tersalur padanya.
Nada seorang melankolis yang menggambarkan memiliki ruang untuk sendiri.
Aku tidak pernah melihat seseorang bersinar seperti ini saat melakukan sesuatu.
"Kau tau kisah dibalik nada ini?"
Annika menghentikan permainan nya, lalu menggantinya dengan musik yang lebih terkesan... Kelam(menurut author:') "apa ini?"
"Fur Elise."
Nada yang dibuka dengan penekanan pada Tut E - D# - E, itu mulai memenuhi ruangan. Lucian menatap Annika yang memainkan piano itu dengan kesan mendalami dapat terlihat dari matanya yang terpejam seakan hafal tata letak Tut Tut itu dipikirannya.
"Lagu ini dibuat oleh Beethoven setelah mengalami kisah cinta tragis."
"Ada ceritanya?"
"Yep, aku akan menceritakan nya padamu, kau bilang bosan bukan?"
Lucian mengangguk, lalu menatap nada-nada yang semakin mempesona dibalik kisah tragisnya itu.
"Ada banyak versi yang menceritakan kisah ini, namun yang dipercaya orang-orang adalah yang ini."
"Sesuai judulnya, lagu ini didedikasikan untuk wanita bernama Elise. Namun sebagian mengatakan untuk seorang wanita bernama Therese Malfatti von Rohrenbach. Sayang, ketika dia hendak menyatakan cintanya, pujaan hatinya telah memiliki seorang pasangan. Bisa dibilang Beethoven menciptakan lagu ini untuk menyalurkan perasaan nya. Hingga akhir hayatnya... Dia tidak pernah bisa memiliki cintanya."
Sama seperti kisahmu dengan Helena yang ditutup dengan terbunuhnya Annika.
"Kenapa begitu? Harusnya wanita itu sedikit memberikan perhatian nya pada Beethoven itu."
Mendengarnya, Annika terkekeh kecil lalu berbalik kearahnya. Mengacak-acak rambut Lucian hingga seperti sarang burung yang berada diatas pohon.
"Tidak semudah itu, misal. Aku menikah dan hidup bahagia dengan pasanganku, lalu kau yang ternyata mencintaiku menyatakan perasaan mu. Menurut mu apa aku bisa melakukan hal itu? Tidak bukan? Membagi hati terhadap dua orang pria itu tidak adil."
Lucian mengerutkan bibirnya kedepan. "Kalau begitu, tinggalkan saja dia dan pilihlah aku!"
"Itu hanya perumpamaan saja. Aku hanya ingin membuatmu mengerti dengan penjelasan singkat tapi padat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Vermilion Primrose [END]
FantasíaCatatan: Akan segera terbit, chap masih lengkap, belum revisi, boleh dibaca tapi jangan sampai lupa kasih vote. Keep waiting for the book, Kay?? [ Renaître Series #1 ] kesempatan kedua, aku tidak pernah memikirkan hal seperti itu. aku sudah cukup ti...