Kau tidak akan pernah tau, keberuntungan apa yang akan tiba-tiba datang padamu bukan?
DEG...
Aku terbangun dari tidur nyenyakku. Mataku mengerjap berkali-kali, menatap langit-langit kamar yang indahnya minta ampun. Meski begitu, lagi-lagi aku terbangun hanya karena perasaan resah yang akhir-akhir ini melandaku. Kutatap jendela kamar yang tirainya dibiarkan terbuka. Masih malam, tepatnya pukul 2 dini hari.
Sudah tiga tahun berlalu, aku masih ingat dengan jelas hari dimana Ian berangkat ke academy. Sabtu pagi, pukul 9, ditengah mendungnya langit.
Dramatis memang, meski begitu, tak dapat kupungkiri, rasanya sepi. Bagaikan piano tak bersenar. Tak ada nada-nada indah yang dihasilkan. Namun, entah bagaimana, lelaki itu dengan mudahnya membuat ku tersenyum melalui kata demi kata yang ia tulis pada selembar kertas, sebut saja surat. Bahkan Nana dengan sengaja membuatkan sebuah kotak surat untuk menyimpan semua surat-surat itu.
"Nona, surat itu adalah hal kecil yang bisa membahagiakan kita. Jadi simpan baik-baik dalam kotak ini, siapa tau anda akan membacanya berulang kali nanti..."
Aku tersenyum kecil mengingat nya, namun, akhir-akhir ini, entah kenapa, Ian tidak pernah membalas surat-surat yang kukirimkan padanya...
***
Hari-hari ku kulalui dengan belajar, belajar dan belajar, menghadapi berbagai guru yang berbeda, dan tentunya menghabiskan waktu ku bersama keluarga kecil Annika. Atau bertatap muka dengan Albert diwaktu tertentu, biasanya dua kali pertemuan dalam seminggu.
Dan buruknya, dia benar-benar memperlakukan ku seperti adik-_
"Nona, apa mau saya kepang rambut nya?"
"Silahkan... suka-suka Nana..."
Kubiarkan Nana menata rambutku dengan jari-jemari lihainya. Seraya menatap wajahku yang masih mengantuk pada permukaan cermin. "Nona kami sebentar lagi berusia 14 tahun ini..." Nana berujar sambil tersenyum. "Tidak terasa yah, saya akan segera meninggalkan nona..."
Aku terkekeh pelan. "Ey~ Nana ini, aku rela kok, Nana harus menikah dan mempunyai anak kecil yang imut-imut! Karena bagiku, jika Nana bahagia, aku juga akan bahagia:)"
Ya, pelayan kesayangan ku ini akan segera melepas masa lajangnya dan menikah dengan seorang pria yang entah dimana bertemu dengan Nana. (Mungkin cinlok dalam pandangan pertama:P)
"Lagipula, pelayan baru itu tidak buruk. Meski lebih cerewet dari Nana..." Ucapku dengan nada malas kala mengingat sosok ceria tak pernah lelah-Arina-yang tak pernah berhenti membahas ketampanan seseorang yang ia temui. "Ahahaha, Arina memang agak begitu nona, tapi percayalah, Arina sangat kompeten dalam melakukan tugas-tugas nya."
"Tetap saja, aku sayang Nana, jangan lupa berkunjung, ok?"
Kutatap Nana dari kaca cermin yang mengangguk-angguk. "Nah, selesai, kereta telah siap sedari tadi, ngomong ngomong, kenapa nona ingin pergi keluar setelah makan bersama?"
"Aku kehabisan kertas untuk menuliskan surat." Jawabku seadanya. "Aku akan kekota untuk membelinya dengan tangan ku sendiri. Jadi tolong ambilkan topi." Nama melakukan apa yang kupinta, mengambilkan sebuah topi yang biasa para lady gunakan jika berpergian. (Ituloh yang lebar ada bunga-bunga nya:) "nona, sebenarnya saya ragu untuk mengatakan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Vermilion Primrose [END]
FantasiCatatan: Akan segera terbit, chap masih lengkap, belum revisi, boleh dibaca tapi jangan sampai lupa kasih vote. Keep waiting for the book, Kay?? [ Renaître Series #1 ] kesempatan kedua, aku tidak pernah memikirkan hal seperti itu. aku sudah cukup ti...