23.

329 31 0
                                    

Gw upload cerita baru guys. Judulnya Para Pendosa. Cuma temanya soal Perselingkuhan, biasanya pelakor kan ini petrikor l.o.l jadi kalau nggak tahan nggak usah buka gak papa. Tapi kalau berkenan mampir ya Alhamdulillah.
Bisa kalian cari di story work gw ya. Atau cari linknya di papan percakapan gw.
Buat yang belon follow, cepetan follow ya, biar nggak ketinggalan cerita2 gw yang laen.

Thank's guys.

*********************************************************

Jason ikut bergabung bersama Justin dan Marvel yang tengah berbagi rokok di halaman tengah Rumah Sakit, duduk di antara mereka. Jason membuka kaleng berisi sodanya lalu menenggak perlahan.

Ketiganya mengambil tempat pada undakan tangga keramik. Menatap hamparan rumput teki serta aneka warna bunga dandofil tertanam cantik nan rapi dihadapan mereka.

Jason mengambil nafas panjang sebelum mulai bicara. "Begini aku...."

"Apapun pidatomu simpan saja" tukas Justin seraya menggertakkan gigi. Memutar leher, mulutnya tertawa lebar. "Astaga Jas, kupikir cuma aku orang gila dalam keluarga kita" dia menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

Jason menelan saliva, menggaruk dahinya. "Kupikir aku sendiri sudah gila"

"Kapan semuanya dimulai?"

Jason menoleh ke arah Marvel yang bertanya tanpa tedeng aling-aling.

"Perasaanmu pada Rachella, Jason. Kapan kau mulai sadar kalau sudah jatuh cinta padanya?"

Wajah Jason seketika merona, menengadah memandang langit, ia berkata.

"Entahlah, sejak kecil aku tahu memiliki sesuatu yang berbeda padanya. Awalnya kupikir karena aku mengasihaninya. Anak tanpa Ayah, Ibunya ada secara fisik tapi tak pernah benar-benar ada. Aku selalu ingin menjaga dan melindunginya sejak dulu. Hingga di hari ulang tahunnya ke-15, saat kita semua berlibur ke Manado untuk merayakannya. Dia mengajak semua teman dekat termasuk bocah tengik itu" Jason mengeram marah, tak sudi menyebut nama Varhen.

"Aku benci setiap kali melihat cara bocah sialan itu menatap, menyentuh ataupun tertawa bersama Re. Awalnya kupikir hanya sifat posesif layaknya Kakak laki-laki pada adik perempuannya. Hingga malam itu, ketika kita mengadakan pesta barbeque di Villa, dan aku melihat Re memakai gaun putih kado dariku. Kurasa Dewi Venus bakal sangat iri padanya. Harus kuakui aku terpesona, dan jantungku berdebar sampai sakit sekali. Aku juga nggak sebodoh itu sampai berpikir kena penyakit kelainan"

Justin tertawa. "Ah, aku ingat sekarang. Malam itu, pertama kalinya kamu mabuk-mabukan dan bercinta dengan temanku. Saat itu aku nggak paham sama sekali sama kelakuanmu. Marah-marah lalu malah mencium si...siapa? Ashley?"

Jason mendelik jengkel. "Biar kuselesaikan ceritaku"

Seketika Justin menutup mulutnya meski masih tampak geli.

"Rachella tampak sangat menawan, maksudku dia memang selalu cantik tapi ada yang berbeda malam itu. Kemudian kami berdansa dan dia bilang naksir pada seseorang. Awalnya kupikir si bocah tengik. Lalu ketika pesta selesai, kulihat dia mencium salah satu temannya yang lain. Disini" menunjuk dadanya sendiri lalu memalingkan wajah ke tanah. "Sakit sekali, seperti ada yang terbakar. Aku melihat bocah tengik itu juga memandangi dari jauh, memberikan ekspresi serupa seperti diriku. Aku merasa begitu emosi. Dan kemudian aku kembali ke kamar kita, lalu ada kamu, pacarmu dan teman perempuanmu itu. Dia menawariku minum, lalu sisanya seperti yang kamu tahu. Besok paginya kupikir bercinta bersama gadis lain akan membuatku merasa berbeda, tapi nyatanya ketika melihat Re bergandengan tangan bersama pacarnya aku semakin naik darah"

Jason, Justin dan Marvel sama-sama mendesah, kaget, si kembar menatap Marvel lalu sama-sama tertawa.

"Aku menjijikkan bukan" bisik Jason. Menelan lagi cairan sodanya.

Ia kini merasa lebih parah dari Varhen. Setidaknya, menurutnya, lelaki itu tak pernah tahu kalau Rachella adalah saudara sepupunya.

Tapi Jason, jelas-jelas menyadari posisinya namun tetap meneruskan perasaannya.

"Kau mau tahu apa pendapatku?"

Jason memandang Marvel. Air mukanya serius, wajahnya tiba-tiba bercahaya akibat terpaan cahaya mentari sore yang mau tenggelam.

"Ikuti hati nuranimu. Perjuangkan cintamu dan jangan menyerah hingga akhir"

Jason tercengang.

"Aku setuju. Lagi pula kurasa saat kamu sudah memutuskan sesuatu artinya sudah melalui pertimbangan matang bukan" Justin ikut berbicara. Menghisap sisa rokok lalu mematikannya di atas tanah.

Sepasang iris si kembar bertemu. "Ayolah Jas, kita ini kembar. Aku tahu persis siapa dan apa isi hatimu"

Senyum Jason mengembang. "Apa ini artinya"

"Iya, aku merestuimu" Justin mengangguk.

"Paman juga"

Kelegaan seketika membanjiri Jason.
"Terima kasih, kalian nggak tahu kalau restu kalian sangat berarti bagiku"

"Oh ayolaaah..." Justin dan Marvel koor bersama.

Jason terbahak.

"Sebaiknya pikirkan soal Mama Papa saja" Justin menyeringai.

"Rasanya masalah terbesar adalah restu dari Kakek dan Nenek kalian, Orang tuamu akan bisa memahami" Marvel lebih bijak.

"Darimana Om tahu?" tanya si kembar bersamaan.

Marvel melemparkan tatapan aneh penuh arti pada si kembar. "Percayalah, aku tahu terlalu banyak rahasia di keluarga kalian lebih dari para anggota keluarganya sendiri"

Jason sudah ingin bertanya lagi namun Marvel keburu berdiri dan berkata. "Yak, sudah sore, sepertinya aku harus pamit. Perusahaan membutuhkanku"

Justin mengangguk, Jason menelan pertanyaannya.

'Ya sudahlah, setidaknya buat sekarang satu masalah terselesaikan' pikirnya tenang.

Melirik jam tangan, ia juga berdiri mengajak kembarannya kembali ke bangsal. Rachella pasti mencarinya.

BEAUTIFUL SIN : (BEAUTIFUL SERIES #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang