25.

410 39 1
                                    

Vincenth sengaja menunggu hingga kamar Rachella kosong, tersisa dia dan Jason saja sebelum akhirnya memutuskan untuk memasukinya. Jason berjengit dan Rachella terkejut melihat sosok tinggi kekar itu melintasi ruang kamarnya.

"Kamu?"

"Kak Vincenth"

"Bisa kita bicara sebentar Re" Vincenth tidak mau berbasa-basi. "Berdua saja" menatap tajam kepada Jason.

Jason berdiri, tampak marah, namun Rachella menahan tangannya, Jason menoleh padanya dan wanita itu menggeleng. "Keluarlah dulu"

"Dia pasti menginginkan sesuatu" Jason menatap Vincenth penuh permusuhan. "Adik-Kakaksama saja"

Vincenth mengepalkan satu tangan disamping tubuh kuat-kuat, sejak tadi dia berusaha keras menahan diri melampiaskan emosi yang tak terbendung secara sembarangan. Dia harus bisa, ISS mengajarinya untuk itu.

"Jas, please" pinta Rachella.

Jason mengalah. "Baiklah. Karena kamu yang meminta. Kalau ada apa-apa pencet tombol darurat, oke. Atau berteriak"

Vincenth tak bisa menahan rasa geli. Dia sudah sering melihat pemandangan seperti ini, di kediaman Jayamulya. Cara Jason memperlakukan Rachella sama persis seperti Gara pada 'adiknya' si Lora.

"Aku janji takkan menggigit" Vincenth mengulum senyum.

Jason menggeram, masih terus menatap tajam pada Vincenth meski sudah melewati bahunya.

Pintu ditutup, Vincenth menoleh sekilas lalu menghampiri Rachella. Duduk pada bangku disisi kirinya.

"Bagaimana Kakak bisa ada di sini, kupikir..."kalimat Rachella menggantung di udara.

"Penjelasannya panjang, nanti ya Re. Sekarang ada masalah lebih penting harus kubahas denganmu. Namun sebelumnya, aku mewakili adikku yang idiot itu meminta maaf padamu" matanya menelisik ke sekujur tubuh Rachella. Melemparkan sorotan sedih.

Rachella menjilat bibir bawahnya. "Apa ini soal dia, Varhen" Rachella memainkan jemarinya. Mulai gugup.

Vincenth mengangguk, mencondongkan badan ia berkata tanpa tedeng aling-aling. "Permintaanku padamu akan sangat kurang ajar, tapi tolong Re, hentikan dan gugatanmu atau apapun itu pada adikku"

Rachella memainkan kuku-kukunya. "Sejujurnya aku belum memutuskan apapun soal itu. Karena aku..." ia mendongak. "Aku juga merasa ikut ambil andil pada apa yang...Kakak tahu"

Vincenth mengangguk, penuh pemahaman. " Tindakannya padamu tak akan pernah bisa dibenarkan, aku sendiri bakal menghajarnya nanti. Tapi Re, ada satu hal yang harus kamu tahu, apapun nanti keputusanmu"

Rachella mendengarkan.

"Dia...jiwa yang ada dalam diri tubuh itu sekarang, bukan Varhen. Melainkan alter egonya yang lain. Dia mungkin bisa menipu semua orang, tapi tidak denganku. Kamu juga mungkin tak akan tertipu. Bukan cuma itu, kuduga Psikiaternya juga mencurigainya"

Seketika tubuh Rachella menegang disemua bagian. "Kudengar dia sempat dihajar dan saat bangun dia menyebut dirinya Varhen?"

"Itu tipuan. Percayalah padaku. Re kumohon, Penjara bukan jalan terbaik, dia membutuhkan perawatan secepatnya. Para Psikiater benar. Dulu aku tak pernah ada buatnya, namun sekarang aku ingin melakukan sesuatu buatnya. Aku tidak memintamu memaafkannya, yang aku minta hanyalah...izinkan dia untuk sembuh. Setelah itu hajar dia sepuasmu" mohon Vincenth sungguh-sungguh.

Rachella menelan saliva meski tenggorokannya masih terasa perih, mendongak, ditatapnya Vincenth sembari menyeka air bening di sudut matanya. "Berjanjilah padaku, jangan biarkan orang itu mendekatiku selama Kratos masih ada di dalam tubuhnya"

BEAUTIFUL SIN : (BEAUTIFUL SERIES #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang