Bab 5 (Keputusan)

27.5K 5K 370
                                    


Bab 5.A (Keputusan)


Satu hal yang harus disalahkan dalam keadaan ini adalah hormon kehamilan. Alaya terus-terusan mengungkapkan kalimat itu dalam hati ketika dirinya tak bisa menahan godaan yangh diberikan Arsen padanya.

Saat ini, Alaya bahkan sudah melingkarkan lengannya pada leher Arsen, membuat ciuman mereka berdua semakin intens, bahkan gairah membara tiba-tiba saja terbangun diantara mereka.

"Uups, maaf." Hingga kemudian, suara tersebut menghentikan aksi keduanya.

Alaya dan Arsen melepaskan tautan bibir mereka dan menolehkan kepala mereka ke arah sumber suara. Seorang suster yang masuk, dengan wajah merah padam karena baru saja memergoki mereka bercumbu mesra.

Wajah Alaya tak kalah merah padamnya, dia malu karena kepergok berciuman, lebih malu lagi karena dia tidak bisa mengontrol dirinya karena godaan yang diberikan oleh Arsen padanya.

"Saya, akan melakukan pengecekan, Bu." Ucap si suster dengan sedikit canggung.

"Ya. Silahkan." Arsen yang menjawab karena Alaya masih tampak merah padam.

Suster mendekat dan melakukan pengecekan rutin. Hal itu tak luput dari tatapan mata Arsen. Suasana menjadi canggung di ruangan itu. Dan akhirnya, suster membuka suaranya.

"Dokter menjadwalkan USG, siang ini, Bu."

"Oh iya... kemarin saya sudah diberi tahu."

"Jam sepuluh ya, Bu." Ucap si suster mengingatkan.

"Saya boleh ikut, kan?" Arsen yang bertanya, bukan pada Alaya tapi pada si suster.

Suster menatap Arsen, dan wajahnya memerah. Ya, siapa juga yang tak terpesona dengan ketampanan seorang Arsen Makarov? Apalagi dipandang seperti itu oleh pria ini. Suster tersebut sampai kesulitan menjawab pertanyaan sederhana yang diberikan Arsen padanya, bahkan suster itu sudah sedikit salah tingkah dengan tatapan yang dikberikan Arsen padanya.

"Kenapa kamu ingin ikut?" Alaya yang bertanya, karena tiba-tiba saja dia tidak suka dengan Arsen yang melemparkan tatapan kepada si suster hingga membuat si suster salah tingkah.

"Aku ayahnya, jika kamu lupa, aku bisa mengingatkan fakta itu."

Alaya mendengkus sebal. "Bagaimana suster? Apa pria ini boleh ikut masuk ke dalam ruang USG?" Alaya malah melemparkan pertanyaan itu pada si suster.

"Sebenarnya hal itu tergantung dari keinginan pasien, Bu. Ruang USG cukup untuk menampung beberapa orang sekaligus kok Bu." Jawab si suster sembari menyelesaikan pekerjaannya. "Tekanan darah normal, infus juga normal, saya permisi dulu, Bu, Pak." Ucap si suster sembari pergi meninggalkan kamar inap Alaya.

"Jangan lakukan itu lagi!" Alaya berseru pada Arsen.

"Kenapa? Kamu terlihat menikmatinya."

"Aku terbawa suasana, dan ini karena hormon kehamilan. Jadi, jangan coba-coba lakukan itu lagi di ruang publik jika tidak ingin berakhir malu."

Arsen tersenyum lembut. "Aku tidak malu. Jadi... apa kalau aku melakukan hal itu di ruang pribadi, kamu mengizinkannya?" tanya Arsen lagi dengan nada menggoda.

"Tidak!" Alaya menjawab cepat. "Tentu saja tidak!" lanjutnya lagi dengan begitu menggemaskan. Membuat Arsen tak bisa menahan senyuman lebarnya. Jantung Alaya berdebar seketika melihat bagaimana Arsen tersenyum lebar di hadapannya. Pria ini sangat tampan, sumpah!

***

Jam sepuluh, Alaya menuju ke ruang USG bersama dengan Arsen yang mendorongnya, karena saat ini Alaya duduk di atas kursi roda. Sebenarnya, Alaya masih kurang nyaman jika Arsen ikut serta ke dalam ruang USG. Ingat, pria ini masih cukup asing untuknya. Melihat perut hamilnya akan terlihat oleh pria ini membuat Alaya canggung setengah mati.

Princess AlayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang