20. Bertahan atau Menyerah?

21.9K 1.1K 150
                                    

Risa begitu senang tadi dokter mengatakan bayinya dalam kandungan sehat. Kandungannya sekarang sudah berusia 7 bulan, tak henti-hentinya Risa tersenyum sambil mengelus lembut perutnya yang membesar. Andaikan Rama yang mengantarkannya periksa pasti Risa sangat bahagia, tapi kenyataannya Donilah yang selalu menemani cek up meskipun kadang Doni menggerutu kesal saat mengantri karena ulah para bumil yang menjahilinya.

"Aduh tampan sekali, kamu kayak selebgram manurios. Ihhh, gemes." mereka mencubit kedua pipi Doni.

"Tolong dong kamu elus-elus perut saya, biar anak saya ganteng mirip kamu." Ini yang berbahaya, bisa memunculkan pertikaian. Lihat saja para suami bumil itu melirik Doni dengan tatapan sengit. Ya jelas mereka kesal, mereka yang udah capek-capek bantuin bikin dedek bayi malah istrinya kepingin anaknya mirip Doni.

"I-iya tante." Doni menggaruk tengkuknya merasa kikuk.

"Jangan panggil tante dong ah. Panggil neng gelis aja biar akrab ya." tante girang itu mengedipkan mata centilnya ke arah Doni. Dia dibuat pusing melihat tingkah para bumil jaman +62

"Emm itu cewek disamping, istrimu?"

Dengan lantang Doni menjawab. "Iya betul, saya suaminya." Sambil mengelus-elus perut buncit Risa. Seketika mata Risa melotot, enak saja ngaku-ngaku sembarangan. Risa menyikut perut Doni, tapi dia hanya membalas memberikan cengiran kuda.

Risa menghela nafas, setidaknya dengan pengakuan Doni dia tidak akan malu karena memeriksakan kandungan tanpa didampingi suami. Risa begitu beruntung memiliki sahabat baik seperti Doni yang siap siaga membantunya dengan sukarela, padahal suami Risa saja sama sekali tidak peduli.

"Makasih ya don untuk hari ini." Sebenarnya setelah pergi ke dokter kandungan Doni ingin mengajak Risa jalan-jalan melihat pemandangan, tapi Risa menolak memilih untuk langsung pulang kerumah. Doni yakin selama Risa menikah hidup bersama anak manja itu dia tidak pernah diajak keluar untuk sekedar mencari hiburan.

"Yoi." Doni tersenyum ramah. "Yaudah gua pulang, ntar kalau butuh apapun tinggal calling gua aja."

"Heem."

Risa berjalan masuk ke dalam rumah, langkahnya terhenti ketika dia melihat Rama bersama Nafisya di ruang tamu sedang mengerjakan sesuatu. Rupanya Rama memanfaatkan kepergian Risa ke dokter agar dia bisa leluasa mendatangkan Fisya ke rumah ini, lagi-lagi Risa merasa kecolongan. Dia bersembunyi dari balik tembok, Risa memilih mengintip daripada dia terang-terangan menampakkan dirinya yang akan merusak suasana dan pada akhirnya dialah yang kena kemurkaan Rama.

"Jawaban kamu salah Rama." Fisya dengan otaknya yang pintar itu meneliti seluruh tugas Rama. "Ini seharusnya dikali 5 trus yang ini akar pangkat 2. Aku lihat jawaban kamu banyak yang salah loh."

"Aku benahi lagi sya." sahut Rama.

Fisya menggenggam tangan Rama. "Kenapa Ram? Aku tau kamu ada masalah, nggak biasanya kamu ngerjain tugas kurang teliti begini. Pasti ada yang mengganggu pikiranmu, cerita sama aku Ram." ucapnya lembut.

Rama menghela nafas lelah, kekasihnya itu selalu tau apa yang sedang dia rasakan. "Aku merasa bersalah atas kematian Oma, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri sya."

"Ram, hidup dan matinya seseorang itu sudah digariskan oleh Tuhan. Kita tidak punya kuasa ikut andil dalam kehendaknya, jadi kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri. Oma sekarang sudah tenang di surga, kalau kamu rindu Oma kamu berdoa kepada Tuhan. Aku yakin Oma pasti nggak suka liat cucunya sedih, oleh karena itu kita harus menjalani hidup ini lebih baik dari sebelumnya."

Rama tersenyum mendengar penuturan Nafisya yang membuat hatinya tenang seketika. Gadis lemah lembut disampingnya ini memang selalu mengerti situasi dan kondisinya. Dia selalu membuat perasaan Rama menjadi sejuk.

MY BABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang