23. Serigala dan Domba

14.3K 945 92
                                    

Berjalan-jalan pagi mengelilingi komplek ternyata melelahkan juga untuk bumil. Dari sebuah artikel yang Risa baca dari internet, udara pagi sangat baik untuk wanita hamil, berolah raga seperti ini juga baik untuk otot kaki agar terhindar dari kram.

Dengan tangan yang menyangga pinggangnya dia berjalan menghampiri bangku panjang di tepi jalan. Risa mengatur nafasnya yang tidak beraturan, mengelap peluhnya yang membanjiri kedua pelipisnya. Dulu sebelum Risa hamil dia dijuluki pelari tercepat sampai diikutkan lomba lari antar kecamatan sampai kabupaten oleh pihak sekolah. Tapi sekarang jangankan lari, jalan aja udah sempor rasanya. Rupanya hamil besar seperti ini sangat merepotkan, teringat setiap malam dia tidak bisa tidur dengan nyaman karena berbagai posisi tidur terasa menyulitkannya karena sesak.

Risa mengelus perutnya dengan lembut. "Maafkan bunda ya nak, bukan maksut bunda mengeluh akan keberadaanmu. Kau tahu, ini pengalaman pertama kalinya bunda mengandung jadi bunda sedikit terkejut." gumamnya mengajak interaksi bayi dalam kandungannya.

Sedikit sulit bagi remaja seperti Risa yang masih awam perihal kehamilan, lalu bagaimana nanti jika bayinya lahir apakah dia mampu untuk mengurusnya? Berbagai fikiran kini berkecamuk dalam otaknya. Berani berbuat maka harus bertanggung jawab, itu adalah prinsipnya.

Tin...tin!! Suara klakson motor membuyarkan lamunannya.

Seorang pria tampan bertampang brandal mengenakan seragam putih abu-abu yang awut-awutan turun dari motor lalu menghampiri Risa. "Lagi mikirin gue ya?" Ucapnya percaya diri sekali.

"Mau gue tampol pakek tangan kanan apa yang kiri?" Risa balik bertanya memberikan pilihan.

Lelaki itu nampak cengengesan menanggapi pertanyaan dari Risa. Dia mendaratkan bokongnya di bangku bersebelahan dengan Risa.

"Et dah nih bocah malah ikutan duduk ngejogrok dimari bukannya berangkat sekolah lu don."

"Dah telat nih Ris, nanggung. Yang ada gue malah kena semprot prawan tua, bisa tuli kuping gua." Sahut Doni seraya melihat jam diponselnya yang menunjukkan jam 8 pagi.

"Serah lu dah." ucap Risa pasrah nasehatin sahabat brandalnya itu.

Tatapan Risa beralih menatap heran wajah Doni yang nampak beda. "Anting-anting lo kemana?" tanyanya kemudian, karena biasanya dia memakai anting warna hitam di ditelingannya.

"Disita nek lampir, gue kelupaan nyopot di kelas waktu neni ngajar." Doni kesal menceritakannya, padahal anting itukan pemberian Risa dan dia sudah memakainya sejak SMP. Dan yang membuat dia geram adalah guru resek itu mengatainya banci karena memakai anting seperti cewek, padahal itukan keren seperti boyband korea.

"Itu jimat gue."

"Buahahahahha." Risa tertawa terbahak. "Gitu aja sedih, beli lagi aja sono. Anting begituan mah murah harganya, lo bisa beli sekarung."

"Yang itu spesial Ris." Sahut Doni. Dia tau kalau sahabatnya itu hobi menindik dan menato beberapa bagian tubuhnya sejak di bangku menengah pertama. Katanya itu adalah sebuah karya seni yang akan menambah ketampanannya. Sempurnalah kadar aura badboy yang melekat pada diri Doni.

"Ngomong-ngomong gimana perkembangan rumah tangga lo?" tanya Doni tiba-tiba.

"Sejauh ini lebih baik." Sahut Risa dengan ekspresi sumringah, tak ada lagi raut kesedihan seperti kemarin-kemarin ketika Doni menanyakan perihal hubungan pernikahannya.

"Gue rasa sekarang Rama sudah mulai mencoba untuk nerima gue sebagai istrinya. Bahkan dia bilang akan berusaha untuk menjadi ayah yang baik untuk anak ini." Dengan girang seraya membelai perutnya, Risa menjelaskannya dengan gamblang.

MY BABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang