17. Kenyataan

301 29 17
                                        

"Vi, kita mau makan apa?" tanya Agnes kepadaku saat kita tengah berada dalam perjalanan cari makan malam.

"Terserah kamu aja, nes. aku ngikut aja" jawabku malas.

Agnes melirikku sebentar "kamu kenapa sih vi? seperti gak ada gairah hidup"

Aku menghembuskan nafas pelan "Gak kenapa-kenapa, lagi gak semangat aja"

"Lagi ada masalah?" tanyanya.

"Berbagi dong, siapa tahu aku bisa kasih saran atau apa"

Aku menggelengkan kepala "gak ada kok" kataku sambil tersenyum.

"Hmm, ya sudah jika gak mau berbagi" katanya membuatku merasa gak enak.

Maaf, nes. belum waktunya.

Aku alihkan pandanganku ke samping, kuperhatikan sekitar pinggir-pinggir jalanan yang penuh dengan pedangang, toko maupun gedung-gedung dengan pikiran yang bercabang kemana-mana.

Apa kabar kamu, Raf?

Masih ingatkah kamu kepadaku? sama sepertiku yang masih ingat kamu?

Tidaklah kamu rindu aku, Raf?

Atau tersiksa sama kayak aku?

Aku hembuskan nafas panjangku saat pikiranku kembali tertuju pada Rafa. aku ingin buang dia jauh-jauh dari pikiran serta hatiku namun semuanya masih terlalu susah, aku masih terbiasa dengan Rafa dan bayang-bayang Rafa selalu ngikuti aku kemana-kemana.

Kamu apa kabar Raf?

Aku rindu kamu!

Apa kamu segampang itu buat lupain aku hingga pesan atau panggilan yang biasa kamu lakukan kepadaku, hilang gitu aja?

Tidak terasa, kedua mataku yang tadinya kering tiba-tiba serasa penuh dengan air mata dan siap tumpah lagi.

Please, jangan nangis d hadapan Agnes entar kamu disangka lebay, entar aja kalau di kamar mandi pas lagi sendirian.

Tunggu!

Saat aku berusaha nahan tangis  mengingat Rafa, tiba-tiba aku melihat sosok laki-laki bertubuh jangkung masuk ke sebuah stand pedagang kaki lima yang aku yakini adalah Rafa.

"Bentar deh, kayaknya aku mau bakwan" kata Agnes tiba-tiba menghentikan mobilnya.

Kebetulan, Agnes mau beli bakwan, aku juga mau turun buat memastikan sosok laki-laki yang aku lihat itu.

"Aku juga kayaknya mau beli sate deh"  kataku pada Agnes.

"Yaudah, entar aku nunggu depan mobil ya" jawab Agnes diangguki aku.

Aku langkahkan kakiku menuju pedagang sate dengan detak jantung yang tiba-tiba berdetak tak karuan, aku harus mastiin pria itu.

Saat langkahku tinggal berjarak satu meter dari grobak penjual sate, aku mundur beberapa langkah, kedua mataku panas saat memperhatikan apa yang ada didepanku.

"lho kok balik lagi?" tanya Agnes dengan heran saat aku menghampirinya.

"Gak jadi belinya?" tanyanya.

Aku menggelengkan kepala "udah belum? kalo udah, cepetan kita pulang"

"Udah, tinggal nunggu kembalian" katanya lantas Agnes menerima kembalian uangnya dari pedagang bakwan.

Aku lebih dulu jalan menuju mobil Agnes lantas segera masuk saat Agnes membuka pintu mobilnya kembali.

"Bukannya kamu mau sate, vi?" tanyanya Agnes.

AWAL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang