10. Pertempuran dimulai

256 27 1
                                    

Sewaktu kedatangan orang tuaku ke acara resepsi pernikahan Aya dan duduk satu meja denganku juga Rafa tepat saat itu pula aura sekitar kami mendadak jadi serba hening, awalnya ada sapa menyapa juga obrolan basa-basi sebagai pembuka namun hanya berlangsung sekejap saja, itu juga hanya terjadi diantara ibu dan Rafa karena ayah masih betah dalam posisi nyereminnya.

Ya ampun yah, gimana anaknya mau laku, ketika diberi kesempatan buat bertemu calon mantu, judesnya minta ampun.

"Kamu ikut pulang sama kami, vi" suruh ayah membuat mataku membulat seketika.

Hah! Gak salah? Terus Rafa?

Aku melirik Rafa sebentar yang kentara sekali terlihat canggung dihadapkan dengan sosok ayahku juga Bagus yang duduk dengan tegap.

"Tapi yah, barang-barang Novi masih di rumah Aya, lagian besok Novi mau langsung ke Jakarta bareng Rafa lagi"

"Pokoknya pulang" tegasnya sambil bangkit dari kursi yang ditempati ayah.

"Ayo, gus!"

"Siap, dan!"

Ya ampun, ya ampun, malu-maluin banget sih  harus ada drama keluaraga segala ditengah acara gini.

"Mari bu, mbak" katanya sedangkan aku menatap Rafa dengan tatapan tidak enak.

"Raf?" Gumamku.

Rafa tersenyum "pulang saja, gak papa kok. Biar aku yang bawa barang kamu dan pulang sendirian ke Jakarta"

Aku menggelengkan kepala "Gak bisa, Raf!"

"Sayang, gak papa. turuti kemuan ayah kamu, oke" katanya dengan nada lembut.

Ibu menyentuh lenganku sambil menganggukan kepalanya.

"Nak Rafa, kami izin pamit ya" kata ibuku masih ada baik-baiknya kepada Rafa.

"Iya tante, hati-hati" balas Rafa dengan ramah.

"Baik-baik ya nak" pesan ibu.

"Jangan dimasukin hati ya nak lihat sikapnya ayah Novi" kata ibu lemah lembut sekaligus merasa gak enak melihat tingkah ayah yang gak ada manis-manisnya.

Emangnya jargon iklan air mineral vi!

Rafa tersenyum sambil menganggukan kepalanya sekali lagi dan itu buatku tambah gak enak.

"Iya, tante. Gak papa. Salam buat om dan masnya" kata Rafa.

"Kami pamit ya, Assalamualaikum"

"Raf!" Panggilku.

Rafa mengangguk "Nanti aku telepon"

Mau tidak mau, akhirnya aku mengangguk "baik-baik disini" pesanku.

"Iya, sayang"

Kalau lagi suasana damai, pasti pipiku langsung panas saat dipanggil sayang tapi kali ini beda, aku seperti gak bisa berkutik sedikitpun buat perjuangin sosok Rafa didepan ayahku.

Apa aku belum berani ya? Karena baru pertama kali membuat komitmen dengan lawan jenis?

Parah banget hidup kamu, vi.

***

Selama perjalanan gak ada sebuah obrolan yang terjadi diantara kami berempat. Ayah yang duduk di depan bersama bagus betah dalam posisi diam, sedangkan ibu juga ikut diam diikuti dengan aku yang ikut diam sambil cemberut dengan pikiran yang gusar.

Cemberut karena kesal dengan sikap ayah dan gusar karena kepikiran terus tentang Rafa. Bagaimana perasaannya saat bertemu ayah dan sedang apa dia sekarang.

AWAL (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang