Niko, lelaki itu berlarian dikoridor rumah sakit tanpa memperdulikan suster yang memintanya untuk tidak berlarian. Yang terpenting sekarang adalah keadaan Aca, gadis yang ia sayangi.
"Ma gi—gimana keadaan Aca?" tanya Niko. Lelaki itu sudah terlihat seperti gembel. Rambut sudah acak-acakan dan kemeja yang sudah kusut. Muka lelaki itu pun terlihat sembap karena menangis.
Mama Alexa memegang muka lelaki itu. Berat rasanya Mama harus mengatakan ini. Tapi mau bagaimana lagi. Ia tak bisa mengubah takdir. Ia harus kuat demi anak-anaknya.
Bunda Alicia serta Mami Alora tak bisa membendung tangisannya. Apa ini? Cobaan apalagi yang menimpa keluarganya ini? Baru mereka bertemu dengan keponakan yang selama ini ia sayangi dan sekarang.
"Nak kamu harus kuat! A—aca udah g—gak ada." Mama Alexa tak bisa lagi membendung tangisannya.
Bagai disambar petir, kaki Niko seperti tak bisa berdiri lagi. Lelaki itu berjalan sempoyongan masuk ke ruangan Aca.
Niko, lelaki itu menegang melihat adik perempuannya terbaring di kasur rumah sakit dengan keadaan tak bernyawa dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Lelaki itu berjalan kesamping kasur adiknya.
Dengan tangan yang gemetar, Niko membuka selimut yang menutupi tubuh Aca. Lelaki itu tak percaya dengan apa yang tadi Mama Alexa katakan. Ia mau membuktikannya sendiri jika Aca masih hidup.
Tapi ternyata ... Perkataan Mama Alexa benar dan tidak berbohong. Aca memang sudah meninggalkan dia dan yang lain.
Niko terduduk lemas dan mengacak rambutnya kasar.
Adik kesayangannya, adik yang selama ini ia jaga dengan baik, sekarang pergi meninggalkan semua orang untuk selamanya hanya karena menyelamatkannya.
"Lo itu pembunuh! Lo bunuh adik lo sendiri!" batin Niko.
Niko memukul dinding disampingnya dengan sangat keras hingga menimbulkan suara yang cukup keras.
Mama Alexa, Papa Bayu, Mami Alora Bunda Alicia, Papi Abian, dan Ayah Abraham yang sedang duduk pasrah di depan langsung buru-buru masuk karena mendengar suara yang keras dari dalam.
Betapa terkejutnya mereka ketika melihat Niko. Terlebih lagi ketika melihat tangan Niko yang berdarah.
"Niko berhenti!" bentak Mami Alora saat melihat Niko terus memukul dinding berulang kali.
"NIKO!" teriak Mama Alexa membuat Niko menghentikan kegiatannya lalu menatap Mama.
"APA DENGAN KAMU PUKUL DINDING ITU TERUS MENERUS ACA BISA HIDUP?! JAWAB!" bentak Mama.
Mama tak bisa melihat anaknya seperti ini.
"Niko pembunuh Ma." Niko, lelaki itu menangis sederas mungkin setelah mengatakan hal itu. Semua orang yang ada didalam ruangan itu termasuk saudara Aca yang baru sampai harus terdiam mendengar lirihan Niko.
Mereka tahu disini Niko lah yang merasa sangat terpukul. Mereka ingat dimana Niko pernah ngamuk karena Papa belum mau memberi tahu dimana adiknya berada. Saat itu Niko masih berusia 12 tahun.
"Sayang lihat Mama! Semua ini takdir bukan salah kamu!" kata Mama sambil menangkup wajah Niko.
Alaska berjalan ke tempat disamping Aca lalu menangis. Ia selama ini ingin melihat Aca dan ia baru melihatnya sebentar dan sekarang Aca sudah tiada.
Mereka semua terdiam, bergelut dalam pikiran mereka masing-masing.
Tapi itu semua gak bertahan lama, tiba tiba saja ...
"M—mama." Suara Aca terdengar serak dan nyaris tidak terdengar. Tapi semuanya mendengar.
"ACA!" teriak Vino lalu menekan dengan cepat tombol darurat di samping brankar Aca. Tak berselang lama, dokter datang dan meminta semua orang untuk keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
POSSESSIVE BROTHERS (TERBIT)
Teen Fiction[ SUDAH TERBIT ] Allisya Salsabilla Matcha Alexander, itu namanya. Gadis yang dititipkan di Panti Asuhan oleh keluarganya. Setelah diambil kembali dari Panti Asuhan, mereka tidak akan membiarkan siapapun untuk mengambil permata mereka. "Ini Kisah Ke...