He - 3

2K 185 1
                                        

Ini kali pertama aku mendengar suara Chelsea. Nyatanya suara Chelsea benar-benar halus, bagaikan hembusan angin. Mata hijau kelabu itu juga akhirnya menatapku. Aku ingat saat tadi mendengar suaranya aku terdiam, aku kira itu seperti suara malaikat. Apa Chelsea adalah malaikat ya?

Sialan, aku jadi ngaco begini.

Aku menatapnya dari balik kaleng soda, lagi-lagi gadis itu sendirian. Aku ingin kesana, menghampirinya. Tapi aku ingat, teman-temanku. Aku ingin menyapanya, tapi pasti dia takkan mau mmendengar. Jadi aku hanya menghela napas dan menatap ke arah lain.

"Sayang kenapa sih kamu ngeliatin Chelsea mulu? Kamu suka?" Karen menatapku, bahkan aku belum sempat menjawabnya. Karen sudah berdiri dengan nampan makannya yang berisi soup cream dan jus alpukat. Perasaanku mendadak menjadi buruk.

Aku tak dapat mendengar apa pun, yang jelas Chelsea hanya diam saat soup cream dan jus alpukat milik Karen berubah tempat ke tubuhnya. Dia diam tapi matanya menatapku, dan aku tahu air mata mengalir di pipinya. Chelsea tak membalas dan memilih meninggalkan kantin dengan derai tawa yang tak juga berhenti. Dan itu membuatku sakit.

Aku merasa tak berguna.

"Makanya kamu jangan bikin aku cemburu," suara Karen membuatku bergidik. Dengan cepat aku langsung mendorongnya, "Kita putus."

Dan aku langsung berlari mengejar Chelsea. Berusaha mencarinya ke seluruh penjuru sekolah. Kemana dia? Bahkan sampai bel berbunyi aku masih tak menemukannya. Chelsea, maaf.

Aku kembali ke lokerku dan menemukan surat berwarna abu-abu yang jatuh tepat di kakiku.

Kenapa rasanya begitu menyakitkan menyukai seseorang yang sudah memiliki kekasih? Dan itu kamu. Maaf ya, kalau aku jahat karena mendoakanmu cepat putus dengannya.

Aku sendiri hanya tersenyum dan mendapati lima keping puzzle di dalamnya. Lebih baik aku pulang, berada di sekolah takkan membuatku fokus.

* * *

Nah, kenapa jadi drama gini?

A Piece of PuzzleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang