Setelah pertemuan terakhir Bu Ratih dan Bu Jenni seminggu yang lalu, keluarga Jevin datang ke kediaman Safia guna meminang gadis itu. Bu Jenni tidak banyak membawa rombongan. Hanya keluarga terdekat saja yang turut serta.
Begitu juga dengan Bu Ratih. Wanita itu hanya mengundang keluarga dan tetangga terdekat saja. Salah satunya keluarga Yuki. Bu Ratih dan ibunya Yuki bersahabat baik sejak dirinya baru pindah ke daerah itu. Bahkan ibu Lili-bundanya Yuki, didaulat oleh Bu Ratih menjadi pembawa acara pada malam lamaran itu.
Acara berlangsung khidmat. Acara demi acara terlampau dengan baik. Tiba di sesi jawaban calon mempelai perempuan menanggapi pinangan dari calon mempelai pria.
Safia berdiri dari duduknya. Dengan tangan yang gemetar memegang mikrofon gadis itu memandang Jevin yang terduduk lesu di kursi seberang. Jevin tampak begitu tampan dengan kemeja batik motif sido mukti cokelat terang. Sayang aura kegantengannya tertutup wajah muramnya.
Ada lima menit Safia diam mematung sembari terus menatap Jevin. Jevin sendiri tidak sadar sedang diperhatikan. Pemuda itu setia tertunduk sedih memikirkan bagaimana cara dia menyampaikan kenyataan ini pada Embun kekasihnya. Hingga detik ini Jevin belum jujur kalau dia hendak menikah dengan Safia.
"Fia ...." Bu Ratih mencoba memanggil pelan anaknya.
Safia tersadar. Setelah menghela napas perlahan dan mengucap bismillah, gadis itu menjawab, "ya ... terima pinangan ini. Saya bersedia menikah dengan Jevin."
Para hadirin yang datang mengucap syukur bahagia. Ada pula yang bertepuk tangan. Kali ini tatapan Safia bertemu pandang dengan Jevin. Pemuda itu tampak datar saja. Tidak menunjukkan ekspresi dingin padanya. Hati Safia sedikit lega melihat.
Acara berlanjut ke sesi ramah tamah keluarga dan sesi foto bersama. Yuki didaulat menjadi fotografer pada acara itu. Pemuda itu terlihat antusias menjalankan tugasnya. Hati kecilnya amat bahagia karena sahabat kecilnya hendak menikah.
"Aduh ... Jevin, Fia! Kenapa canggung begini? Yang mesra dong fotonya," tegur Yuki pada sepasang tunangan itu. "Je, coba lo rangkul tuh pundak Fia, terus kalian berdua pamerin cincin kalian." Yuki mengintruksi.
Jevin menuruti perintah Yuki. Sedikit canggung Jevin merengkuh pundak Safia agar mendekat padanya. Safia sendiri merapatkan badannya ke Jevin dengan kikuk. Gadis itu dan Jevin mulai tersenyum palsu di depan kamera Yuki sembari memamerkan cincin tunangan keduanya.
Setelah serangkaian acara usai, keluarga Jevin pun pamit undur pulang. Dan keluarga Safia menyerahkan seserahan balasan untuk keluarga Jevin. Wajah semringah terpancar dari raut Bu Ratih. Senyum bahagia tidak pernah lepas dari bibir wanita ayu itu.
Namun, itu tidak berlaku pada Safia. Setelah rumahnya kembali sepi gadis itu lekas masuk kamar dan menguncinya. Dirinya sama sekali tidak tertarik melihat seserahan mewah yang dibawa keluarga Jevin. Gadis mungil itu sibuk memikirkan bagaimana hubungan pertemanannya dengan Embun nanti.
*
Dua hari kemudian, Jevin mengajak Safia untuk menemui Embun. Pemuda itu menginginkan kejujuran dan Safia juga berpikiran sama. Gadis yang tingginya hanya seketek Jevin itu mengangguk setuju.
Embun sendiri merasa begitu senang ketika mendapat pesan WA dari Jevin. Ada sekitar seminggu pemuda itu menjaga jarak dengannya. Beberapa kali pesan yang ia tulis cuma centang biru tanpa balasan. Malam ini tiba-tiba Jevin mengirim pesan dan mengajaknya bertemu di kafe favorit mereka.
Tentu saja Embun tidak menyia-nyiakan kesempatan. Setelah memanfaatkan diri di cermin kamar kontrakan, gadis itu melangkah ke luar. Di halaman tukang ojek online yang ia pesan telah menanti. Dengan semringah Embun menyebut alamat yang hendak dituju pada tukang ojek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Sang Sahabat (21+ Tamat)
RomanceMencintai kekasih teman itu menyakitkan. Namun, ketika takdir justru mempertemukan, kita bisa apa? "Aku dijodohkan dengan cowok yang kucinta, tapi dia pacar sahabat dekatku." Kehidupan Safia berubah total saat dirinya harus menikah dengan Jevin, pac...