"Assalamualaikum, Nak Jevin," ucap Bu Ratih begitu sang menantu membukakan pintu untuknya.
"Walaikum salam, Bu." Jevin membalas ramah. Untuk kesopanan pria itu meraih tangan sang mertua untuk kemudahan diciumnya takzim.
"Untung ibu tidak langsung ke rumah sakit. Kalo iya ... akan sia-sia ibu ke sana, karena ternyata kalian sudah pulang," ujar Bu Ratih lagi.
Wanita itu melangkah masuk. Tangan menenteng dua kotak makanan. Dengan sigap Jevin menggantikan diri untuk membawa bingkisan itu.
"Safia mana?"
"Ada di kamar." Jevin menjawab sembari menunjuk sebuah ruangan di lantai atas dengan ekor matanya.
"Oh ... ya sudah ibu langsung ke atas saja, ya?" pamit Bu Ratih kemudian.
Wanita itu lekas menaiki anak tangga guna menuju kamar sang putri. Jevin sendiri gegas menuju meja makan. Pria itu menaruh barang bawaan ibu mertua.
Jevin membuka kotak kardus berwarna putih. Ada tiga buah bolu gulung yang begitu menggoda jiwa. Lalu dirinya kini beralih membuka kotak makanan bertingkat yang satunya. Kotak pertama ternyata berisi rendang jengkol, kotak kedua berisi ayam grepek, dan kotak yang terakhir berisi balado terung dengan kuah yang begitu merah.
"Kenapa serba pedes gini sih?" gumam Jevin sedikit kecewa.
Walau air liurnya mulai memenuhi rongga mulut, tetapi dia tidak berani menyantap sajian yang terlihat sangat menggoda itu.
DING DONG
Bel kembali berbunyi. Jevin yang tengah memindahkan makanan yang dibawa ke Bu Ratih ke wadah sendiri segera menghentikan aktivitas. Apalagi bel itu terus saja berbunyi seolah tidak sabaran. Dengan melangkah panjang Jevin menderap menuju pintu ruang tamu.
"Embun?"
Mata Jevin terbelalak kaget melihat orang yang menyambangi rumahnya.
"Ngapain ke mari?" tanya Jevin memasang wajah datar. Pria itu menengok ke belakang. Takut Bu Ratih turun.
"Bagaimana keadaan Safia?" Embun balik tanya tak kalah datarnya.
"Dia baik," sahut Jevin cepat. Jevin segera ke luar dari pintu. Pria itu menutup sedikit pintu rumahnya. "Sebaiknya kamu pergi, ada mertuaku di sini!" suruh Jevin. Kembali pria itu memeriksa ke belakang. "Aku gak mau ada keributan di sini," lanjut Jevin sedikit mendorong pelan tubuh Embun menjauh. Dan itu membuat Embun menatap tajam kesal padanya
"Kenapa? Kamu takut?" todong Embun keki didorong seperti itu oleh Jevin. Gadis itu bergeming tak mau bergerak. "Lalu ... kenapa malam itu kamu pergi begitu saja?" Embun memberikan rentetan pertanyaan yang membuat Jevin gemas.
"Embun ...." Jevin menyebut penuh penekanan. "Aku rasa ... sudah saatnya kita harus mengakhiri ini semua," ujar Jevin mengambil keputusan. "Aku sudah menikah, jadi tolong lupakan saja aku!"
"Apaaah?" Mata Embun membulat. Suara sedikit meninggi. Itu membuat Jevin kian panik. Refleks pria itu membekap pelan mulut gadis di hadapannya. Namun, Embun lekas menepis kasar tangan dari pria yang amat ia cintai itu. "Mudah sekali kamu ngomong seperti itu, Jevin. Kamu tahu bukan ada begitu banyak cowok yang kutolak demi menikah denganmu," tutur Embun kesal sekaligus sedih.
"Embun ...." Jevin menatap getir gadis yang masih merajai hatinya itu. "Cobalah pahami dengan nurani." Jevin meminta. "Aku sudah menikahi Safia. Cinta kita sudah tidak bisa teruskan. Safia banyak menderita karena ulah kita. Harusnya sebagai sesama wanita kamu-"
"Di sini aku yang korban, Jevin," sergah Embun lara. "Safia mencurimu dari aku. Dan kamu ... kamu juga telah mengkhianati diriku." Embun menjeda omongannya. Gadis itu menarik napas guna menahan letupan kekecewaan yang mendalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Sang Sahabat (21+ Tamat)
RomanceMencintai kekasih teman itu menyakitkan. Namun, ketika takdir justru mempertemukan, kita bisa apa? "Aku dijodohkan dengan cowok yang kucinta, tapi dia pacar sahabat dekatku." Kehidupan Safia berubah total saat dirinya harus menikah dengan Jevin, pac...