11. Mantan Menyapa

4.8K 260 33
                                    

Kehidupan pernikahan Safia dan Jevin masih sama. Dingin dan hambar. Jevin yang masih belum bisa melupakan Embun dan Safia yang diam pasrah.

Tiga hari lepas kejadian kemarin, Safia kembali tidak dijemput lagi oleh Jevin. Suaminya memang belum memberikan kabar jika dia tidak menjemput. Namun, menunggu selama hampir satu jam membuat Safia jemu.

Safia mencoba menghubungi ponsel suaminya, tetapi tidak ada jawaban. Hanya suara operator saja yang menjawab. Safia mendengkus lelah. Akhirnya, wanita itu terpaksa memutuskan pulang dengan menaiki bus saja.

Rasa lelah dan pikiran yang lumayan kacau membuat langkah Safia gontai. Sore itu moodnya benar-benar buruk. Ketika dirinya tengah melangkah pelan menuju halte, terasa titik hujan menimpa rambutnya. Wanita itu mendongak. Tiba-tiba air langit seperti tertumpah begitu saja menerpa parasnya. Rasanya kulit Safia seperti tertusuk ribuan jarum.

Safia bergegas melindungi diri dari air hujan itu. Sambil berlari dia menggunakan tas kerjanya untuk menutupi kepala agar tidak terkena hujan. Namun, karena mengenakan sepatu berhak tinggi dan larinya juga kacau, kaki Safia terkilir.

"Auww!"

Safia mengerang sakit dan terjatuh. Tubuhnya kini basah kuyup kena air hujan.

"Aduuuhhh."

Safia mengeluh. Dia mengusap mata kakinya yang terasa begitu lara. Matanya memejam sejenak menahan rasa sakit. Ketika ia membuka mata tidak ada seorang pun yang lewat. Sementara halte masih jauh. Mobil lalu lalang tidak peduli.

"Safiaaa!"

Tiba-tiba terdengar teriakan seseorang. Safia menoleh. Dari sebuah jendela mobil Pajero diamond black menyembul wajah Vino sang mantan.

Pria itu menatap cemas Safia yang masih terduduk dengan wajah yang pias. Merasa iba, pria itu bergegas turun dari mobil. Dirinya lelas berlari ke arah Safia, berniat ingin menolong mantan kekasih hatinya itu.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Vino tampak khawatir.

Safia menggeleng walau bibirnya meringis kesakitan.

"Kakimu keseleo?" tanya Vino yang kini juga tampak basah kuyup. Safia menganguk pelan. "Kenapa hujan-hujanan begini? Di mana suamimu?"

Vino tampak perhatian dengan serentetan pertanyaan yang dia lontarkan. Namun, Safia hanya mampu terdiam. Mulutnya terus saja mendesis lara.

"Baiklah aku antar pulang kamu pulang," putus Vino kemudian.

"Eng-enggak usah, Vin!" tolak Safia segera. "Cukup tolong carikan taksi saja." Safia meminta dengan bibir yang terlihat semakin biru.

"Hujan deras seperti ini susah cari taksi. Lagian kamu kedinginan seperti itu."

"Tidak ... tidak usah!" Safia menggeleng cepat. Dirinya bersikeras menolak, "nanti merepotkan. Lagian, Ghea juga pasti sedang menunggumu." Safia beralasan dengan menyebut nama istri Vino.

"Gak usah keras kepala seperti itu, Fia! Lihat keadaanmu," tukas Vino juga teguh pada pendirian ingin menolong Safia. "Basah kuyup gitu. Lagian kamu pasti susah berjalan. Sini biar aku antar!"

Tanpa menunggu Safia bersuara, Vino gegas mengangkat tubuh kecil Safia. Safia sendiri menjerit kecil karena kaget atas perlakuan Vino. Masih tanpa bicara Vino berjalan seraya membopong tubuh mungil Safia menuju mobilnya.

Begitu sampai mobil, tangan kanan Vino lekas membuka pintu mobil, sedangkan tangan kiri masih memeluk tubuh Safia. Ketika pintu sudah berhasil terbuka, hati-hati Vino menurunkan badan Safia di jok depan samping kemudi.

Pria itu berlari mengitari mobil. Dirinya dengan badan yang sudah begitu basah siap menjalankan kendaraan. Melihat bibir Safia yang semakin biru dengan tubuh menggigil pula, Vino mengambil jaketnya tergeletak di jok belakang.

Gairah Sang Sahabat (21+ Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang