27. Tragedi

1.4K 18 0
                                    

"Safiaaa!" pekik Jevin dan Yuki bersamaan dengan panik.

Jevin lantas berlari menangkap tubuh Safia yang ambruk ke lantai.

"Safia ... bertahanlah, Fia!" Jevin memeluk istrinya yang tengah meringis menahan sakit yang teramat pada perutnya. Pria itu mencium rambut Safia lama. Dia pikir cara itu bisa mengalihkan rasa sakit sang istri.

Tapi Safia terus saja tersengal kesakitan. Wajahnya kini sepucat kapas. "Je-Je-Jevin," sebut Safia dengan mulut yang menahan rasa sakit.

"Aku ... aku akan membawamu ke rumah sakit secepatnya. Bertahanlah!" tekad Jevin meyakinkan Safia.

"Sa-sakit, Jevin," desis Safia. "Arghhh!" Safia kian mengerang kesakitan. Lalu napas wanita itu kembali tersengal. Pandangannya pun buram. Safia tidak sadarkan diri.

"Fia ... Fia bangun!" jerit Jevin sambil menepuk-nepuk pipi Safia. Pria itu amat takut jika harus kehilangan Safia untuk kedua kali dalam hidupnya. Jevin terus mengguncang bahu Safia berusaha membangunkan istrinya itu

Embun sendiri seketika mematung melihat ada banyak darah yang ke luar dari perut Safia. Dirinya merasa takut dan ngeri. Sepertinya pikirannya sudah kembali waras.

Embun kini diliputi rasa takut dan panik. Dia menggeleng-geleng gemetaran. Tersadar dengan apa yang dipegang, cepat ia lempar gunting itu ke lantai. Rasa takut yang teramat sangat mendorongnya untuk angkat kaki segera.

"Embun ... tunggu!"  Yuki yang menyadari kepergian Embun memanggilnya keras.

Namun, Embun itu tetap berlari. Lari dan terus berlari. Dirinya tidak menghiraukan teriakan Yuki. Sampai napasnya tersengal-sengal baru ia memperlambat langkah kakinya. Kini kakinya terayun pelan menyusuri jalanan.

"Safia akan mati," gumam Embun panik. 'Dan kamu akan dihukum Embun.'  Hatinya memperingatkan.
'Dan semua orang akan membencimu juga.' Batinnya Embun berujar.

Gadis itu kembali berderai air mata walau tanpa bersuara. Dirinya terus saja berjalan menyusuri jalan raya.

"Lebih baik aku mati saja." Kembali gadis itu mengambil keputusan keliru. "Toh semua orang membenciku," tekad Embun kemudian.

"Ya." Embun menganguk. "Lebih baik aku mati saja." Embun telah memantapkan tekadnya dengan kuat.

Embun mengusap air matanya dengan punggung tangan. Gadis itu menarik napas panjang.

"Selamat tinggal Jevin. Selamat tinggal bibi. Aku sayang kalian." Embun mengucap salam perpisahan untuk kedua orang yang berarti dalam hidupnya. "Ayah ... Ibu. Aku kangen kalian. Aku ... aku akan menyusul kalian. Hu ... hu ... hu." Embun tergugu. Tetapi itu hanya sebentar. Gadis itu telah bertekad.

Embun menengok kanan kiri. Suasana jalan lumayan ramai. Kini ia melangkah menuju badan jalan yang penuh lalu lalang kendaraan. Melihat ada sebuah mobil yang hendak melintasi, gadis itu berlari ke tengah. Dia sengaja menabrakkan diri.

Sang pengendara mobil yang tengah melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi seketika tersentak melihat ada gadis yang menghadang jalan.

TINNNNN TINNN

Pengendara itu memberi peringatan walau jaraknya sudah lumayan dekat. Dan Embun sama sekali tidak bergerak sedikitpun. Pengendara itu tidak sempat mengelak.

BRUGHHHH

"Awas Embuuun!"

Teriakan Yuki bersamaan dengan terlemparnya tubuh Embun akibat terjangan mobil yang melaju kencang. Pemuda itu terlambat datang.

"Embuuun ... tidaaak!" jerit Yuki histeris melihat tubuh Embun terkapar bersimbah darah.

Dengan mata kepala sendiri, Yuki menyaksikan bagaimana orang yang dikasihinya itu terlempar lumayan jauh dari tempatnya berdiri. Dan yang membuat ngilu, tubuh Embun menghantam tanah begitu keras.

Gairah Sang Sahabat (21+ Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang