Follow aku ye
***Safia diam termangu dalam kamarnya. Kepalanya pusing memikirkan keruwetan hidup yang tengah menimpa. Tetiba saja telepon pintarnya bergetar. Diraihnya benda tipis itu. Ada sebuah chat masuk. Pesan dari Jevin.
[ Datang ke taman dekat tempat tinggalmu. Aku menunggu!]
'Ada apa Jevin ingin bertemu dengan aku lagi?' batin Safia heran.
Safia menengok jam kotak kecil yang bertengger di atas nakas kamar. Baru pukul tiga sore, tetapi awan sejak lepas dhuhur tadi tampak kelabu. Diprediksi hujan bisa turun kapan saja. Udara juga semilir lembap. Makanya hari Minggu ini ia gunakan untuk bermalas-malasan saja di kamar. Bergelung seharian di kasur sembari terus memikirkan nasibnya ke depan.
Ponselnya bergetar lagi. Chat dari Jevin masuk lagi. Gadis itu hendak mengetik balasan. Namun, belum sempat dia menjawab pesan, sang ibu berteriak memanggil namanya dari bawah.
"Fiaaa! Cepetan turun!"
Gadis itu melempar ponsel yang dipegang ke ranjang. Dia urung membalas chat Jevin. Segera Safia menuruni tangga untuk menemui ibunya yang ternyata sudah rapi.
"Temani Ibu belanja," ajak Ibu begitu melihat Safia mendekati. "Besok kita mau ke rumah Bu Jenni lagi." Bu Ratih menambahkan.
"Untuk apa?" sahut Safia malas. "Bu ... aku malas ke rumah Bu Jenni." Safia menggeleng. "Tekadku sudah bulat. Aku tidak mau menikah dengan-"
"Sudahlah, keburu hujan nanti!" potong ibu cepat.
Wanita paruh baya itu menarik lengan sang anak ke luar rumah tanpa minta persetujuan anaknya. Safia tidak mampu menolak. Dia hanya terdiam menuruti perintah sang ibu. Dengan berat hati, Safia mengeluarkan motor matic kesayangan dari garasi.
Usai memakai helm dan ibu telah nangkring di jok belakang, Safia memacu kuda besinya perlahan. Gadis itu mengarahkan motornya menuju sebuah pusat perbelanjaan. Di jalan taman, Safia melihat Jevin baru turun dari mobilnya. Dengan memasukkan kedua tangan di saku, terlihat Jevin berjalan ke arah bangku taman.
"Lihat awan sudah mendung," ujar ibu di belakang. "Kencangkan laju motormu!" Ibu memerintah. Safia menurut. Gadis itu kembali fokus menatap ke depan, tidak meleng seperti tadi. Dia pun menambah kecepatan laju motornya.
Begitu sampai di tujuan, Safia lekas memarkirkan motornya. Dia dan ibunya masuk ke pusat perbelanjaan itu. Bu Ratih mengajak Safia ke toko baju. Wanita itu tampak memilah-milah dress yang cocok untuk dikenakan anak gadisnya. Tidak tanggung-tanggung ada enam dress manis yang ia ambil.
"Banyak sekali," tegur Safia begitu heran melihat ibunya jadi gila belanja seperti itu.
"Dua untuk Sabira dan selebihnya buat kamu," terang ibu disertai senyuman semringah.
"Tapi dalam rangka apa, Bu? Fia kan sedang tidak berulang tahun." Safia masih menegur heran. Uang yang ada di dompetnya tinggal beberapa selip saja. Gadis itu takut uang ibu kurang nantinya.
"Ssttt ... gak usah bawel gitu! Kamu tinggal nemenin ibu belanja saja kok," tukas ibu masih dengan wajah yang semringah.
Ibu Ratih membopong belanjanya sampai ke meja kasir. Wajah dengan rasa heran, Safia mengikuti langkah ibu. Gadis itu melongo menatap angka yang tertera di layar. Lalu dia menelan saliva melihat ada banyak lembaran merah pada dompet ibu.
Setelah membayar semua belanjaan, ibu mengajak Safia masuk ke salon kecantikan. Lagi-lagi dia tidak bisa menolak. Dan gadis itu juga diam pasrah saat para pelayan salon memanjakan tubuhnya.
Rambut Safia dicuci dan di-creambath. Mukanya di-facial. Badannya di pijat dan lulur. Serta kuku tangan dan kaki pun tak lupa untuk dirawat.
Ibu Ratih sendiri meninggalkan anak gadisnya untuk berbelanja kebutuhan dapur dan kebutuhan roti. Wanita itu kembali ke salon tepat setelah Safia merampungkan seluruh treatment-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Sang Sahabat (21+ Tamat)
RomanceMencintai kekasih teman itu menyakitkan. Namun, ketika takdir justru mempertemukan, kita bisa apa? "Aku dijodohkan dengan cowok yang kucinta, tapi dia pacar sahabat dekatku." Kehidupan Safia berubah total saat dirinya harus menikah dengan Jevin, pac...