23. Toxic

1.2K 28 0
                                    

"Embun jangan gila!!" bentak Jevin takut dan panik.

"Aku memang sudah gila, Jevin. Gila karena selalu memikirkanmu. Tapi kamu sama sekali tidak peduli denganku." Nada suara Embun terdengar semakin dingin. "Kalo begitu lebih baik aku mati saja." Embun frustasi.

Jevin meraup mukanya dengan kasar. Sungguh dia merasa amat tertekan. Di satu sisi ia ingin mengejar Safia sang istri. Di sisi lain dia juga amat takut mendengar ancaman dari mulut Embun.

Jevin mengenal Embun begitu lama. Dia tahu watak gadis itu. Walau dulu Embun terkenal kalem, tetapi gadis itu juga mempunyai watak yang keras. Embun tidak pernah bermain-main dengan ucapannya. Dan Jevin tidak mau sesuatu hal buruk menimpa pada gadis yatim piatu itu. Akhirnya, dengan frustasi dia mengalah. "Oke-oke. Aku akan datang. Kamu tunggu saja di situ!" Jevin memutuskan sambungan telepon.

Gegas pria itu memasukkan ponsel dan kunci mobil ke saku celana panjangnya. Selanjutnya ia langkahkan kaki cepat-cepat menuruni anak tangga.

Berlari Jevin menuju garasi mobil setelah sebelumnya ia mengunci pintu rumah. Tanpa menunggu lagi dirinya lekas tancap gas. Mobilnya ia lajukan ke kafe favoritnya. Tempat biasa dirinya berkencan dengan Embun dulu.

Mobil Jevin melaju kencang membelah jalanan ibu kota. Pria itu dengan gesit meliuk-liukkan mobilnya menyalip kendaraan di depannya. Jevin lekas bertemu Embun untuk kemudian mencari Safia. Dengan kecepatan di atas seratus kilometer per jam, mobil Jevin tiba di kafe yang dituju lima belas menit dari waktu tempuh biasa.

Terburu pria itu meninggalkan mobil di parkiran. Pria itu gegas masuk kafe. Matanya menyapu seisi ruangan. Sosok Embun tertangkap tengah duduk sendiri di tempat biasa mereka duduk. Jevin menderap langkah menuju meja gadis yang tengah menyesap minumannya itu.

Embun sendiri begitu melihat kedatangan Jevin lekas menaruh gelas kembali ke meja, lalu bangkit berdiri. Dirinya menyongsong pria itu, lalu segera menghambur ke dalam pelukan sang pujaan hati. Gadis itu menumpahkan air matanya pada dada bidang sang mantan.

"Embun ... lepas!" sentak Jevin menepis dekapan sang mantan. "Malu ... ada banyak orang di sini. Tidakdak pantas dilihatnya," lanjut pria itu tetap melepas pelukan Embun yang terus saja ngotot. Dia membimbing gadis itu kembali duduk di kursinya.

"Cepat katakan! Ada apa sebenarnya? Waktuku tak banyak," pinta Jevin tanpa basa-basi. Pria itu menengok jam mewah di lengan kirinya.

Embun mulai menghapus air mata yang berderai membasahi pipi dengan tisu. "Yuki ... pemuda brengsek itu ... telah me- menodai aku," ujar Embun terbata.

Kembali gadis itu tergugu dalam tangis. Tampak bahunya terguncang hebat saking terbawa emosi. Jevin sendiri hanya mampu menghela napas. Pria itu teringat foto-foto yang dikirim Yuki padanya. Dia bingung harus berkata apa. Embun sudah bukan lagi menjadi urusannya. Tetapi dia juga kasihan jika gadis ini menderita.

"Sepertinya ... Yuki telah menaruh sesuatu pada jus yang kita minum malam itu, Jevin. "Embun mencoba berbohong di sela sedu sedannya.

Gadis itu tidak punya pilihan lain. Dia sungguh takut jika dirinya benar-benar telah ternoda oleh seorang Yuki. Embun tidak mencintai pemuda itu. Dan yang pasti dirinya tetap menginginkan Jevin sebagai pendamping hidupnya.

"Maksudnya?" tanya Jevin memincing bingung. Pria itu memperhatikan Embun yang tengah mengelap sudut matanya dengan tisu.

"Tidak sadarkah kamu, kenapa semalam tiba-tiba saja hasratmu timbul?" Mata sendu Embun balas menatap lekat Jevin.

Mata Jevin menerawang jauh. Dirinya diam termenung, memikirkan kebenaran omongan Embun. Lantas saat dia menyadari keanehan itu, Jevin menganguk pelan.

"Yuki melakukan perbuatan keji itu karena aku selalu menolak cintanya, Jevin." Embun berpendapat dengan nada getir. "Sedangkan padamu, ia melakukannya agar kamu menjadi terikat dengan Safia. Semalam kalian pasti melewati malam indah bukan?"  Mata Embun kian menelisik manik hitam tajam Jevin. Namun, pria di hadapannya justru malah membuang muka.

Gairah Sang Sahabat (21+ Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang