Part 4. Kencan yang Gagal

4.9K 222 9
                                    

Safia dan ibunya telah sampai di rumah, sehabis dari kunjungannya ke rumah Jevin. Begitu sampai rumah tanpa membuang waktu gadis itu segera meminta penjelasan kepada ibu mengenai perjodohan dirinya dengan Jevin, kekasih sahabatnya itu.

Ibu pun mulai menceritakan kembali, kejadian tragedi suram itu. Tragedi yang membuat sang suami tercinta menghembuskan napas terakhir. Ibu mengisahkan pengorbanan sang ayah yang rela menukar nyawanya demi melindungi sang majikan, yaitu papa Jevin.

Bu Ratih juga menuturkan betapa beraninya Safia kecil melawan para penjahat itu. Bahkan gadis kecilnya itu juga rela mengorbankan kepalanya demi menolong Jevin.

Safia mendengarkan dengan seksama. Bayangan masa kelam itu kembali melintas di benaknya. Seketika air mata yang membuat sesak hatinya luruh.

Apalagi saat teringat meninggalnya sang ayah. Hatinya kembali terasa pilu. Safia merasa menyesal tidak bisa ikut menghadiri pemakaman sang ayah. Itu dikarenakan dirinya waktu itu masih terbaring koma di rumah sakit.

"Sudahlah! Tidak perlu lagi kamu menangisi dan menyesali masa lalu, Fia," ujar Ibu melihat Safia terisak sedih mendengar kisahnya. "Yang terpenting penuhi permintaan ayahmu, yaitu kamu harus bersedia menikah dengan Jevin," lanjut Ibu tenang, tetapi sedikit menekan.

"Tapi, Bu, aku dan Jevin tidak saling mencintai." Safia berusaha menolak. Walau hati kecilnya berteriak dia sebenarnya mulai mengagumi Jevin. Namun, mengingat status cowok itu yang telah menjadi pacar Embun, Safia memilih menolak.

"Itu adalah janji almarhum Pak Gavin kepada mendiang Ayahmu, Nak. Jadi biarkan janji itu terwujud supaya mereka tenang di alam sana," pinta ibu penuh haru.

"Masalahnya Jevin itu kekasihnya Embun, Bu. Ibu kenal dia kan? Mana mungkin saya mo menikahi pacar teman sendiri," timpal Safia gusar.

Ibu Ratih menatap anaknya lurus. Ia menyelinapkan rambut Safia ke belakang telinga. "Dengar, Nak! Rumah ini, toko roti kita, serta kau bisa kuliah karena bantuan mereka. Kamu pikir uang dari mana? Ibu ini hanya seorang janda miskin dengan tiga orang anak," tutur Ibu Ratih menciba mengetuk hati sang putri. Membuat hati Safia semakin bimbang mendengarnya.

"Bukankah kamu selalu bilang ingin menjadi anak yang soleha?" tanya Ibu memastikan.

"Iya sih, Bu, tapi ...." Safia ragu. Ia tidak meneruskan ucapan penolakannya.

"Kalo iya, patuhi perintah Ibu!" mohon ibu dengan muka yang memelas.

Wanita itu mencium kening Safia lembut. Dan sang putri hanya bisa terdiam. Matanya terpejam untuk meresapi kasih sayang sang bunda. Menit berikutnya Bu Ratih berlalu pergi meninggalkan kamar anaknya.

"Tanpa perlu dijodohkan aku juga mau menikah dengan Jevin," gumam Safia begitu ibunya menutup pintu kamarnya. "Tapi masalahnya Jevin itu kekasihnya Embun. Huh ...." Safia menghempaskan nafas. Galau melanda jiwanya. Risau ... gadis itu termenung.

***

Sejak pertemuan di rumah Jevin waktu itu, Safia dan Jevin terlihat canggung bila saling bertemu. Jevin yang biasanya ramah pada Safia saat menjemput Embun kini tampak berubah. Bibirnya hanya mengulas senyum tipis basa-basi jika bertatapan dengan Safia.

Seperti sore itu ketika Safia dan Embun baru keluar dari lobi kantor, sudah ada Jevin yang setia menunggu Embun untuk pulang. Ketika mata Safia dan Jevin bertemu pandang, keduanya terlihat kikuk dan salah tingkah.

"Sepertinya mo hujan, Fi," ujar Embun menunjuk awan yang sudah terlihat begitu hitam. Angin pun berhembus lebih kencang. "Mari ikut kita biar gak kehujanan!" ajak Embun baik.

"Emm ... tidak usah! Nanti merepotkan," tolak Safia sambil melirik ke arah Jevin. Jevin sendiri lekas buang muka.

"Gak ... Kita gak merasa direpotkan kok. Iyakan, Je?" tanya Embun seraua menoleh ke arah pacarnya. Sang pacar hanya tersenyum kecut menanggapi sembari menganguk pasrah.

Gairah Sang Sahabat (21+ Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang