14. Yuki Si Bijak

5.8K 313 68
                                    

Jevin tidak mampu menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sang mama. Pria itu hanya bisa menunduk.

"Kenapa diam?" Bu Jenni menatap serius wajah putranya. "Benar kalian bertengkar? Atau kamu ketahuan menemui Embun?" cecar Bu Jenni emosi. Dan itu semakin membuat Jevin kian gugup.

"Sudah mama duga." Bu Jenni berujar pada diri sendiri. "Jeviiin ... wanita halalmu itu Safia. Bukan Embun!" gertak Bu Jenni naik pitam.

"Tidak mudah melupakan orang yang kita cintai secepat itu, Ma." Jevin berujar lemah dan frustasi. "Hubungan kami sudah berlangsung begitu lama. Sepuluh tahun, Ma." Jevin berargumen sembari merentangkan kelima jarinya. Pria itu seperti membenarkan pendapatnya.

Bu Jenni menggeleng kecewa "Jevin ... di mana mata hatimu, Nak? Kenapa egois seperti ini?" Wanita itu bertanya dengan mata yang mulai berkaca. "Kemarin kamu sendiri yang meminta perjodohan itu dipercepat, lalu kenapa sekarang kamu malah menyia-nyiakan Safia?"

Jevin terdiam. Lelaki itu hanya bisa membuang muka. Dirinya tidak berani membalas tatapan mata sang bunda.

"Jevin, ingat ... kalo bukan karena pertolongan Fia, kamu mungkin tidak akan hidup sampai detik ini."

Ibu Jenni tampak begitu berang, mulutnya bergerak-gerak marah. Wanita itu terlihat beberapa kali mengusap dada guna membuang rasa sesak yang menyerang hati. Namun, dirinya segera menghapus matanya mulai berkaca-kaca.

"Papamu pasti kecewa di alam sana."

Bu Jenni mulai menurunkan intonasi suara. Terdengar getir. Namun, mata wanita itu masih menatap tajam pada sang putra

Mendengar mamanya menyebut sang papa, terbesit rasa bersalah pada diri Jevin. Lelaki itu paling tidak bisa melihat mamanya bersedih. Apalagi tinggal mamanya saja keluarga inti yang dipunya. Maka seberat apapun permintaan Bu Jenni, Jevin selalu berusaha menunaikan. Dia juga paham akan tumbang hidup seseorang jika berani membantah perintah baik dari seorang ibu. Serta tidak berarti apa-apa, segala kesusksesan yang diraih jika tidak mendapat restu dari seorang ibu. Jadi, walau pun terasa sangat berat ketika harus menikahi Safia kemarin, Jevin berusaha berdamai.

"Ma-maaf, Ma." Akhirnya hanya kata itu yang terucap dari mulut Jevin. Lelaki itu mengakui kesalahannya.

"Cepat kamu cari dia!" titah Bu Jenni cepat. "Hubungi teman, saudara atau siapa saja, terserah!" perintah Bu Jenni semakin ketus.

Jevin menganguk cepat mengiyakan perintah sang mama. Pria itu memutar otak. Dia teringat dua rekan Safia yang lumayan dekat dengan istrinya itu, Vani dan Mania. Tapi Jevin mana punya nomer dua gadis itu.

Jevin kembali memeras otak. Ketika tanpa sadar matanya bersitatap dengan sang ibu, Bu Jenni malah mendelik geram. Jevin mencelos. Lagi dia terus saja berpikir. Akhirnya, otak dia langsung tertuju pada Yuki, sahabat Safia yang paling dekat dan akrab. Cepat pria itu merogoh ponsel logo apel separo itu dari kantong kemeja putih yang ia kenakan. Ia scroll daftar kontak. Dirinya bersyukur ada daftar nama Yuki di dalamnya. Segera Jevin menghubungi KW-nya Adipati Dolken itu. Lekas ditekannya nomer Yuki.

"Hallo ... Ki. Ini Jevin," sapa Jevin begitu teleponnya tersambung.

"Ya ... gue tau." Dari seberang terdengar sahutan malas dari seorang Yuki.

"Ki, ini udah malem banget dan Safia belum juga pulang. Hapenya susah dihubungi."

"Terus?"

"Kamu tahu keberadaan dia gak? Aku khawatir nih."

"Parah Lo!" terdengar Yuki mengumpat. "Bini lo lagi terbaring di rumah sakit, lo malah gak ada di sisinya. Laki macam apa ko, hah?!"

Gairah Sang Sahabat (21+ Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang