19. Senjata Makan Tuan WP

7.3K 299 59
                                    

Kisah ini sudah tamat di KBM applikasi dan Joylada.
Kalian bisa beli e-book-nya di google play

Semenjak Safia mempergoki Jevin dan Embun saling bercengkrama mesra di kediaman sang wanita beberapa hari lalu, sampai kini kedua sahabat yang dulu begitu akrab itu belum saling bicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semenjak Safia mempergoki Jevin dan Embun saling bercengkrama mesra di kediaman sang wanita beberapa hari lalu, sampai kini kedua sahabat yang dulu begitu akrab itu belum saling bicara.

Sebenarnya Safia masih berkeinginan untuk tetap menjalin persahabatan dengan Embun. Akan tetapi bila mengingat peristiwa itu, hati Safia masih terasa sakit. Bagaimana tidak, di depan dirinya, Embun bicara ikhlas melepas Jevin. Namun, ternyata di belakangnya sang sahabat justru menikam dari belakang.

Hubungan keduanya menjadi renggang. Baik Safia mau pun Embun merasakan ketidak nyamanan. Mereka yang biasanya selalu kompak dan akrab, kini saling menjaga jarak. Mereka tidak lagi makan bersama. Tidak ke luar kantor bareng. Apa lagi kongkow-kongkow bersama.

Embun sendiri juga merasa tidak sudi jika harus kembali menjalin pertemanan dengan Safia. Baginya Safia itu memang seorang penikung yang tega.

Namun, setelah mendapat bujukan dari Ghea kemarin, hari ini Embun menurunkan ego. Demi kembalinya Jevin padanya ia akan mendekati Safia lagi.

"Udah siang, Fi. Gak mau makan siang?" tanya Embun basa-basi.

Safia yang tengah sibuk mengetik tugas menghentikan pekerjaan. Wanita itu menoleh ke arah Embun yang melengkungkan senyuman manis untuknya.

"Ini sebentar lagi. Tanggung," sahut Safia datar. Matanya kembali menatap layar monitor.

"Fia ... aku paham kalo kamu marah," ujar Embun menunduk lirih. Safia kembali menghentikan pekerjaan. Terlihat wajah Embun menjadi muram. "Aku memang keterlaluan karena masih saja mengharap cintanya Jevin. Aku memang payah karena tidak segera move-on dari dia." Embun mengutuk diri sendiri. "Tapi, kini aku sadar kalo cinta tidak harus memiliki," lanjut Embun mencoba meluluhkan hati Safia.

Safia tersenyum getir. "Waktu itu kamu juga bicara seperti itu, tapi nyatanya-"

"Safia ... maafkan aku," ucap Embun seraya meraih jemari Safia, lalu menggenggamnya erat. "Waktu itu aku dan Jevin mungkin belum dapat hidayah. Tapi setelah beberapa hari lalu ibumu memberi petuah, aku sadar. Dan sungguh aku berjanji tidak akan mau menerima kedatangan Jevin lagi ke kontrakanku." Embun mengacungkan jari tengah dan telunjuk guna meyakinkan Safia.

Safia yang polos melihat ada kesungguhan pada sorot manik Embun. Maka saat Embun mengerjap meminta kepastian dengan semangat Safia mengangguk.

"Terima kasih, Fia." Embun menghambur gembira. Kedua sahabat itu berdekapan erat.

"Nah ... kalo kayak gitu kan enak ngelihatnya. Gak kayak kucing dan anjing lagi," seloroh Mania. Gadis itu mendekat bersama Vani.

"Apaan sih? Lu tuh anjingnya," timpal Embun bercanda.

"Ihhh ... gak nyangka ya? Tampang kalem gitu mulutnya tajem bener." Mania merajuk kesal.

Safia dan Vani terkekeh geli.

Gairah Sang Sahabat (21+ Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang