37.3 (alternative ending)

8.1K 840 65
                                    

Remind me if there is/are typo(s) ✎✎


















"Lepasin dia."

Riena tersentak, menoleh pada sumber suara. Entah mungkin pandangannya memburam atau memang di gang ini gelap karena sudah malam, Riena tidak bisa menangkap jelas siapa sosok yang telah 'menyelamatkan' nyawanya malam ini.

Tapi, dia jelas kenal betul dengan suaranya. Pria yang 'sok kenal' dengannya siang ini di rumah sakit.

"L-lo?!"

Sepertinya pria itu tidak menggubris ucapan Riena, karena dalam sekali kedip, laki-laki gempal yang telah menarik Riena tadi sudah tersungkur ke aspal. Riena jatuh berlutut, satu tangannya memegang lehernya sambil terbatuk-batuk sebelum menghirup oksigen dengan rakus.

Matanya berkunang-kunang. Samar-samar ia mendengar suara perkelahian.

"Cupu main tonjok!"

"Gue udah suruh kalian lepasin dia, kalian ngga denger, gue gaada pilihan lain selain pakai kekerasan. Anak-anak ngga berpendidikan seperti kalian tuh harus sekali-sekali dibilangi dengan cara kasar."

"Nantang lo?" terdengar kekehan dari preman itu. Riena sebut saja preman karena memang tampangnya seperti preman.

Riena mengangkat kepalanya, ingin menghentikan perkelahian ini. Sudahlah, rasa laparnya sudah menghilang jika sudah begini. Namun baru saja Riena hendak membuka mulutnya, si 'penyelamatnya' sudah menggulung lengan kemejanya sampai siku.

"Ayo, maju satu-satu. Biar gue ajarin gimana cara memperlakukan cewek dengan baik."

Belum saja Riena memproses satu per satu kata-kata yang dilontarkan tadi, sudah terjadi adegan baku hantam yang seringkali dia lihat di drama-drama.

Cih, malah baku hantam. Cowok memang susah diprediksi, batinnya kesal sambil masih sesekali terbatuk.

Sekitar semenit kemudian, kumpulan preman tadi sudah terkapar di jalan aspal, sedangkan si 'penyelamat' berlari menuju Riena, melihat keadaannya. Sedangkan yang dilihat hanya menatap tajam pria dihadapannya.

"Lo ngga apa-apa?"

Riena menggeleng. "Gue laper. Tapi ngeliatin kalian baku hantam kayak tadi, nafsu makan gue hilang."

Gantian pria itu menatap Riena cengo. "Hah?"

Riena hanya diam, tidak sadar ia meringis melihat luka di sudut bibir pria itu, dan lebam di sisi pipi kirinya. "Ck, itu.... apa ngga sakit?"

Pria itu menggeleng kecil, lalu membantu Riena untuk berdiri. "Bisa berdiri? Mau digendong?"

"Dih? Makasih, tapi gue bukan bayi."

"Oh... oke."

Tapi tetap saja, keseimbangan Riena terkadang hilang. Jadilah dia mencengkeram kemeja bagian punggung pria itu sambil terus berjalan. "Makasih buat hari ini."

Pria itu tersenyum, lalu meringis kecil merasakan lukanya mulai perih. "Gapapa kok."

"Tuh kan, sakit lukanya. Ngapain sih pakai berantem segala?"

"Biar mereka kapok."

"Halah, manusia kayak mereka gabakal kapok-kapok, malah makin dendam. Liat aja nanti, paling juga lo bakal di keroyok sama mereka. Gue saranin nih ya, lo sewa bodyguard aja selama beberapa bulan ini. Supaya aman."

Pria itu terkekeh, lalu mereka berdua diam sambil terus berjalan ke minimarketㅡpermintaan Riena karena ia ingin membeli ramen. Meski sudah hilang nafsu makannya, tapi dia harus mengisi perutnya.

1. Ketos | lee taeyong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang