17. Ayah Aku Rindu

113 30 131
                                    

"Drajat seorang silent reader lebih tinggi dari pada drajat seorang yang hanya memberi votean tanpa membaca cerita. Selamat silent reader!"

°•♥•°

~Happy Reading~

Air mata terus menyucur di mata Pelangi. Merasakan sakit di dadanya. Inikah akhir hidupnya? Mati dengan cara di bunuh iblis? Sakit sekali... rasanya lebih sakit dari pada disayat pisau.

Sebelum menutup mata sempurna. Samar–samar mata Pelangi melihat sosok peri jantan kekar, kuat, dan sepertinya ia marah. Pelangi tak melihat sosok jantan itu, matanya buram. Setelah itu, matanya menutup sempurna.

Pelangi pingsan tak berdara, tapi sakit....

"KURANG AJAR KAU!" ucap peri jantan itu—Lewis.

"Ck. Sang pahlawan kesianganpun datang," ucap Ratu Kegelapan.

"Ck. Jangan banyak basa–basi! MATI SAJA KAU!" Lewis menggerakkan tangannya.Terbentuk sebongka es, kemudian ia merubah sebongka es itu menjadi duri–duri es.

Duri–duri es pun meluncur dengan mulus kearah Ratu Kegelapan. Tapi, sayangnya...duri es itu bisa dihindari oleh Ratu Kegelapan.

"Bocah ingusan! Hanya segitu kemampuanmu? Ck, tak pantas kau menjadi prajurit!" Ratu Kegelapan menggeretakkan giginnya. Ia mengeluarkan bayangan hitam, dan ada sedikit samar–samar kilatan petir.

Bayangan hitam dengan disertai kilatan petir itu melesat dengan cepat menujuh Lewis. Lewis yang mulai kewalahan. Pikirannyapun mulai tak jerni.

Sementara waktu, Lewis menghentikan waktu terlebih dahulu. Agar ia bisa berfikir. Walaupun begitu, kekuatan yang Ratu Kegelapan masih berjalan dengan pelan–pelan ke arahnya. "Ayolah Lewis! Berfikir lebih keras,"gumam Lewis sambil menokok–nokokkan kepala dengan tangannya.

Tiba–tiba entah dapat mukjizat dari mana Lewis mendapatkan ide cemerlang. Ia langsung membawa lari tubuh Pelangi. Menteleportkan tubuhnya ke istana.

Waktu kembali normal. Sihir yang dilontarkan oleh Ratu Kegelapan tadipun mengenai semak belukar. Ratu Kegelapanpun bingung.

"AKH SIAL! KEMANA MEREKA?!"

*✴*

Pelangi terbaring lemas diatas kasur empuk nan nyaman ini.  Akibat kekuatan gelap sang kejahatan, ia pingsan dan tak kunjung membukakan matanya.

"Pelangi, kau harus bangun! Kau sudah janji padaku untuk menyelamatkan dunia ini! BANGUNLAH PELANGI!" isakan demi isakan dikeluarkan oleh wajah cantik, berwibawah tinggi—Spiana. Ia menggoncangkan tubuh Pelangi. Tapi, sang empuh tak kunjung bangun.

"Sudahlah Spiana. Sepertinya, kau harus tenangkan dulu dirimu. Nanti, aku akan memanggil tabib untuk segera periksa Pelangi." Sirei menepuk pundak Spiana—menenangkannya.

Spiana mengangguk. Memang benar! Seharian ini ia cukup lelah. Mengurus semua prajurit serta ditambah Pelangi yang pingsan, dan terlebih lagi itu akibatnya.

Spiana berjalan menuju kamarnya, dibantu oleh Sirei yang membopong tubuhnya. Selama di perjalanan menuju kamar, Spiana tak henti mengoceh sendiri.

Tiga duniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang