Chapter 2

3.5K 409 23
                                    

Happy Reading, and relax while listening to music ....☝️

◻️◻️◻️Happy Reading◻️◻️◻️

.

.

.

Kehilangan penglihatannya sejak sepuluh tahun silam, tak membuatnya frustasi dalam menjalani kehidupan yang keras. Hana adalah wanita hebat, yang selalu tersenyum meski semua orang tahu derita yang ia alami. Dia hanya mengandalkan tongkat sebagai penunjuk jalan. Hana sudah lama memutuskan tinggal di rumah susun tanpa membayar uang sewa, meski.ia tinggal sendiri ternyata banyak yang peduli dengan keadaanya.

Sebut saja tuan Min. Dia adalah pria yang telah berjasa untuk Hana selama ini dan membantunya mengembangkan bakatnya sebagai pemusik dan juga pencipta lagu, pria itu juga yang telah membayar lunas biaya seumur hidup rumah susun tempat tinggal Hana. Hingga kini, bahkan Hana tidak tahu apa alasannya, yang jelas tuan Min adalah orang yang sangat berjasa untuknya.

Serta ada nenek Jung sebelah rumah susun miliknya yang selalu cerewet menasehatinya untuk bisa tetap bertahan hidup.

Meski hidupnya sangat gelap, Hana bersyukur bisa dikelilingi orang-orang baik yang juga peduli dengannya.

"Selamat siang ...."

Hana telah tiba disuatu gang kumuh. Ia memang sering datang kesana setiap dua kali dalam seminggu untuk mengajar anak-anak jalanan yang buta huruf dan pengetahuan.

"Kak Hana datang!" sambut anak-anak jalanan yang antusias menyambutnya. Anak-anak jalanan yang berjumlah empat puluh satu anak tersebut, segera membantu Hana berjalan, dan tak jarang memnyiapkan kursi kayu tua untuknya duduk.

"Apakah kalian sudah makan?"

"Sudah, Kak."

Hana pun segera meraba salah satu wajah seorang anak dan merasakan sesuatu yang janggal. "Kenapa wajahmu lebam? Suhu badanmu juga sedikit hangat? Kalian tidak bohong, kan? Apakah ada yang sudah menganggu kalian?" cecar Hana dengan wajah khawatir.

"Kemarin ada kelompoknya kak Rey datang dan memukuli kami, mereka juga bawa uang hasil kami ngamen dan jual asongan."

"Stttt ... jangan bilang kak Hana, kamu mau kita dipukuli lagi?"

"Rey? Jadi mereka membuat rusuh lagi?"

"Sudah kak Hana, ayo kita mulai belajar! Kak Hana tidak perlu pedulikan kami, sebagai anak jalanan ini sudah biasa dan lumrah terjadi kepada kami," ujar salah seorang anak dengan nada bergetar menahan tangis.

Hana pun tak kuasa menahan tangisnya. "Suatu saat nanti, kalian harus menjadi anak-anak yang sukses walau kalian bernasib kurang beruntung. Kerasnya hidup ini, jadikan sebagai motivasi kalian untuk berjuang dan sukses dimasa depan," ucap Hana memberi nasehat kepada anak-anak didiknya.

"Kami tak berharap menjadi orang sukses, Kak. Yang kami harapkan adalah tidak kelaparan, dan bisa bertahan hidup. Sebagai anak-anak yang tidak diinginkan orang tua kami, dan anak yang tersisihkan dari orang tua kami, maka mimpi menjadi sukses sudah terkubur."

"Kalian tidak sendiri, aku pun tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini sekarang. Namun, aku selalu mencoba untuk bertahan dan terus berjalan kedepan."

"Sebenarnya pun tidak jadi orang sukses tidak masalah, asal punya orang tua. Aku bahkan rindu dipeluk ibu, dan dicium ayahku. Setelah mereja bercerai, hidup ini seperti di neraka, karena aku harus hidup sendirian. Aku rindu, aku ingin punya keluarga utuh," gumam seorang anak yang merupakan murid tertuanya.

"Han Bin sayang, sini peluk kak Hana. Mulai sekarang, anggaplah aku sebagai ibumu dan juga ayahmu. Jangan bersedih lagi, sayang ...," lirih Hana kepada salah satu anak didiknya yang tertua berusia tujuh belas tahun yang menjadi anak broken home dan hidup menggelandang di jalanan.

Your Eyes Tell - [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang