BENar-benar CInta

61 13 0
                                    

Cinta. Satu kata, lima huruf, dan banyak penafsiran. Jika cinta memang diciptakan dengan tiada batas, lantas mengapa ada benci? Mungkin karena manusia jatuh ke dalam dosa dan kebencian adalah salah satunya, atau mungkin jauh sebelum itu cinta dan benci memang diciptakan berlawanan seperti siang dan malam, terang dan gelap.

Benci. Benar-benar cinta? Benarkah itu? Sebab benci bisa menjadi cinta, namun cinta juga bisa menjadi benci. Perasaan manusia yang dinamis membuat konsep cinta dan benci tidak bisa menggambarkan seseorang pada keseluruhan perjalanan hidupnya, melainkan hanya bisa menggambarkan seseorang pada waktu, situasi, dan kondisi tertentu.

Mencintai orang yang kita cintai dan membenci orang yang kita benci merupakan naluri manusia, sedangkan membenci orang yang kita cintai dan mencintai orang kita benci membutuhkan nurani manusia. Jika naluri dan nurani bekerja dalam satu kehendak yang sama, cinta dan benci dapat menjadi dinamika kehidupan yang wajar-wajar saja.

Dari kisah Visca, kita belajar bahwa konsep cinta dan benci itu benar adanya. Visca dan El yang sempat saling mencintai berubah menjadi saling membenci. Namun, saat Visca dan El menemukan cintanya masing-masing, kebencian tersebut bisa sirna. Cinta bisa saling jaga seperti hubungan El dan Marina, namun cinta juga bisa saling ikhlas seperti hubungan Visca dan Madelyn.

Hubungan sepasang kekasih memang penuh romansa, namun tak lepas dari drama. Berbeda lagi dengan hubungan keluarga. Sebesar apapun perkara yang dihadapi, keluarga harus bisa menghadapi suatu masalah secara kekeluargaan. Keluarga menjadi lingkungan terkecil bagi seseorang di dunia yang luas ini. Jika tercipta masalah dalam keluarga yang tak terselesaikan, seseorang pasti akan mencari pelarian dan pelampiasan.

Sesungguhnya Visca adalah hasil dari rentetan masalah yang menimpa tanpa ada dukungan dari keluarganya. Keluarga bahagia yang menjadi idaman wanita ini pun seolah hancur tak bersisa. Sebagai seorang anak, Visca sering bertengkar dengan kedua orang tuanya. Beruntunglah ia sudah berdamai dengan mereka sekarang. Namun, tugasnya belumlah usai, justru baru saja dimulai. Fakta mengejutkan bahwa ia adalah ibu dari seorang anak yang sengaja ia terlantarkan.

"Robbie... Robbie... sini, Nak," panggil seseorang. Tidak ada seorang pun menyahut.

"Anak saya yang mana, Bu?" tanya wanita yang ternyata adalah Visca.

"Anak yang memakai kaos merah," tunjuk Bu Sehat kepada salah seorang anak yang sedang bermain di taman. Bu Sehat sendiri adalah pemilik Panti Asuhan Setia Hati.

"Apa dia tidak mendengar kita?" tanya pria yang bersama Visca, yaitu El, ayah kandung dari Robbie. "Jangan-jangan dia-"

"Tidak. Dia bukan tuna rungu. Hanya saja-" jelas Bu Sehat ragu-ragu.

"Hanya apa, Bu?" desak Visca.

"Dia menderita autisme. Dia merasa punya dunianya sendiri, jadi seringkali dia tidak mau berinteraksi, baik dengan teman sebayanya atau kepada para pengasuh," jelas Bu Sehat.

"El," ucap Visca dengan lirih tanda khawatir.

"Kami sudah berusaha semampu kami untuk membuat dia nyaman di sini. Tapi mungkin, dia memang membutuhkan kehadiran Bapak dan Ibu dalam hidupnya,"

"Bu Sehat benar. Maka dari itu, kehadiran kami kemari untuk membawa Robbie pulang," papar El.

"Syukurlah," ujar Bu Sehat. "Dulu waktu panti asuhan belum saya pegang, banyak orang tua yang tidak bertanggung jawab menyerahkan anak mereka dengan iming-iming uang yang tak seberapa. Sedih rasanya melihat anak-anak seperti itu, bukan karena kedua orang tuanya sudah tidak ada, namun karena sudah tidak peduli. Bapak dan Ibu adalah orang tua pertama yang datang kembali," cerita Bu Sehat.

"Kami sangat menyesal, Bu. Tidak seharusnya masalah yang terjadi antara kedua orang tua berdampak langsung untuk seorang anak. Kami dibutakan oleh amarah, dibelenggu oleh egoisme, sampai-sampai anak menjadi korban," ujar Visca.

Komplikasi KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang