Visca baru saja mengatakan sebuah kalimat terlarang, bahkan seorang Shanti yang sangat dekat dengan Radit tidak berani menanyakan hal itu secara begitu frontal. Shanti tampak benar-benar terkejut karena tidak menduga akan secepat ini di antara Visca dan Madelyn ada yang menanyakan pertanyaan tersebut. Shanti tahu bahwa cepat atau lambat rasa penasaran mereka akan berujung ke arah sana, namun ia merasa waktu Visca tidak tepat, atau mungkin memang tidak pernah ada waktu yang tepat. Shanti tahu Radit tidak siap, entah sampai kapan. Namun sebagai sahabat, Shanti akan melindungi Radit dengan berbagai cara.
"Oh ya, Dit. Tolong ambilkan saus dong. Kurang lengkap kalau tidak ada saus," alih Shanti.
"Oh, baiklah. Aku ambilkan saus dulu ya," tanggap Radit yang sempat mematung mendengar pertanyaan yang dilontarkan Visca.
Radit pergi cukup jauh dari ketiga wanita yang masih berada di tempat duduknya masing-masing. Visca memperingatkan, "Visca, Madelyn juga. Aku minta jangan singgung soal percintaan dengan Radit ya. Dia masih sensitif soal itu."
"Sampai kapan? Aku masih belum tahu ceritanya?" sergap Visca.
"Sampai dia siap. Aku juga tidak tahu kapan. Yang jelas, dirinya yang sekarang belum siap," jelas Shanti. "Paham, Visca?"
"Baiklah, aku mengerti," tanggap Visca.
"Kamu juga ya, Madelyn," lanjut Shanti.
"Baik," balas Madelyn dengan singkat.
Radit kembali setelah mengambilkan saus untuk mereka satu per satu. Shanti langsung menyergapnya dengan pembicaraan lain supaya Radit tidak mengingat pembicaraan mereka terakhir kali. "Thanks, Dit. Kira-kira kalau Madelyn dikasih bahan saus tomat seperti ini, bakal jadi masakan apa?"
"Wah, saus tomat ya. Paling cocok sih dibuat sup merah, walau aku pribadi lebih suka pakai tomatnya langsung daripada yang sudah dijadikan saus," terang Madelyn.
"Jago masak ya kamu. Kapan-kapan boleh dong aku dimasakkan," pinta Radit.
"Boleh, boleh. Radit makanan favoritnya apa?" tanya Madelyn.
"Aku itu omnivora, segalanya aku makan," gurau Radit.
"Betul itu. Tapi dia paling suka kalau makanannya ada cokelatnya," celetuk Shanti.
"Aku sebetulnya tidak terlalu piawai membuat dessert. Bagaimana dengan pisang cokelat?" tawar Madelyn.
"Tentu. Terima kasih ya. Wah, aku jadi langsung membayangkan. Ha, ha, ha," ujar Radit.
Radit, Shanti, dan Madelyn tampak cair dalam percakapan santai di siang hari. Bak melupakan Visca yang juga bersama mereka sejak tadi. Visca habiskan waktu untuk makan siang sembari memikirkan jalan keluar, cara agar dirinya tetap bisa memperoleh informasi walau tidak dari Radit langsung.
Setelah menghabiskan makanannya, Visca memilih pamit dari hadapan ketiga orang tersebut. Visca pergi dari rumah makan itu, namun tidak menuju ke kendaraannya. Ia memilih untuk berjalan menuju rumah sakit yang tak jauh dari rumah makan itu.
***
Visca hendak menemui Marina. Wanita itu pasti tahu apa yang terjadi di masa lalu Radit yang membuat lelaki itu seperti menutup dirinya terhadap percintaan. Di salah satu lorong rumah sakit, Visca melihat Marina tengah berjalan dengan santai.
"Marina. Marina, ini Visca," sapa Visca.
"Oh, hai, Vis. Bukankah harusnya kamu makan siang bersama Dokter Radit dan yang lain saat ini?" tanya Marina.
"Ya, aku habis makan siang dengan mereka. Tapi aku memilih pamit duluan. Bagaimana denganmu, sudah makan?" tanya balik Visca.
"Sudah, tadi di kantin," jawab Marina. "Lalu, ada apa kemari? Ada yang bisa aku bantu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Komplikasi Kehidupan
General FictionRadit, seorang dokter di sebuah rumah sakit umum, tidak menduga akan kehadiran pasien bernama Visca, seorang gadis yang gagal melakukan percobaan bunuh diri. Radit berusaha meyakinkan Visca bahwa hidup layak untuk dijalani apabila seseorang menemuka...