Hai. Tiap update, cerita ini suka ada notif masuk ke kalian, nggak? Kalo nggak, silakan follow akun wattpad aku ya. Soalnya tiap update aku selalu kasih pengumuman di wall.
Selamat ngabubu-read! Gimana puasanya? Udah bolong berapa hari, hayoooo:p
1,5k votes + 2k komentarnya untuk bab ini, yuk? Kira-kira bisa nggak, ya?
Siap untuk ngasih vote dan komennya?
Setelah menjalani OSPEK yang melelahkan tetapi cukup seru, akhirnya perkuliahan pun dimulai. Mendapat teman baru, berkenalan dengan dosen dan segala peraturannya, dan juga mulai mendapat tugas yang entahlah. Mengapa para dosen suka sekali memberikan tugas kepada mahasiswanya, sih?
Dhafira ingin mengeluh, tetapi ia cukup tahu diri. Bukannya ia sendiri yang menginginkan semua ini? Lantas, kenapa harus mengeluh, kan?
Perempuan itu mengerang pelan, dengan kepala bergerak-gerak mencari tempat yang nyaman di sela tidurnya. Ketika mendapati justru lipatan tangannya yang menjadi bantal kepalanya, perlahan mata itu terbuka dan mengernyit.
Gadis itu melenguh pelan, ketika lehernya terasa pegal. Akhirnya Dhafira menegakkan tubuh sambil memijit tengkuknya. Ia ketiduran. Ya, benar. Dia ketiduran saat mengerjakan tugasnya di ruang kerja sang suami. Memilih untuk duduk lesehan di karpet, yang malah membuatnya tertidur nyenyak dengan kepala terkulai di meja.
Gadis itu menatap sedih lembaran kertas di depannya, yang sudah sedikit kusut karena menjadi alas tangannya. Dengan sesekali menguap, Dhafira membereskan buku-bukunya. Matanya masih terasa berat. Memaksa untuk menyelesaikannya bukanlah solusi yang tepat. Maka dari itu, ia hendak membereskan kekacauannya sebelum tidur di kamar.
Beginilah rutinitasnya sekarang. Dia benar-benar bergadang untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Sehabis makan malam bersama, ia pamit terlebih dahulu meninggalkan Akdas, Devdas dan Prita yang bersantai di ruang keluarga. Ada banyak tugas yang perlu ia selesaikan, yang sialnya bukan hanya dari satu mata kuliah saja. Sehingga ia harus pandai membagi waktu.
Menyinggung tentang Akdas, suaminya pasti sudah terlelap. Apalagi saat ini jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi.
Usai membereskan kekacauannya, tak berlama-lama lagi Dhafira keluar dari sana dan menyimpan tasnya di sofa ruang bersantai. Memutuskan untuk pergi ke lantai satu sebelum masuk kamar, saat merasakan tenggorokannya yang sangat kering. Dia butuh minum. Dia lupa mengambil gelas, meski di lantai dua ada dispenser.
Sesampainya di dapur, keningnya mengernyit ketika mendapati Akdas dan Prita yang sedang duduk bersisian di meja bar ruang makan. Walau hanya melihat dari samping, Dhafira yakin jika orang yang bersama Prita di sana adalah suaminya, bukan tunangan perempuan itu.
Karena apa? Dhafira mengenali pakaian yang dikenakannya, yakni sepasang piama berwarna navy. Sementara Prita tampak cantik dengan sleep dress warna hijau pudar dengan tali spageti yang menggantung di masing-masing pundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unimaginable Marriage
RomanceSebenarnya, Dhafira masih tak menyangka jika di usianya yang baru saja menginjak 21 tahun ini, statusnya telah berubah menjadi istri dari laki-laki yang belum ia kenal, atas perjodohan yang dilakukan oleh sang ayah. Laki-laki itu bernama Akdas Yazid...