14#Shalawat

2.5K 498 79
                                    

Assalamualaikum

Dai, tadi saya harus segera pulang, maaf tidak pamit.

Seperti ciri khas, Sisi hadir melalui aplikasi obrolan, setelah Digo Abdul Ali sempat memeriksa ponselnya sebelum ia berbaring untuk beristirahat.

'Wa'alaikumsalam warahmatullah ....!'

Batinnya menjawab salam, tetapi tak berusaha mengetiknya dilayar ponsel.

Dibaca tapi tidak dijawab?

Digo Abdul Ali menggeleng sambil menghela nafasnya lalu meletakkan ponsel diatas nakas dan setelahnya mempertemukan  punggungnya dengan permukaan empuk springbed yang dilapisi sprey biru polos.

Pandangannya sempat beredar di langit kamar sesaat sebelum terpejam dan membaca, "Bismika Allahumma ahya wa amut, dengan namamu ya Allah, hidupku dan matiku, aamiin!"

Kelopak matanya makin erat merapat. Ingin segera istirahat dan bangun kembali untuk sholat. Bukan tak ingin menjawab pesan dari Sisi, ia mengantuk sekali. Lagipula ia terbayang wajah Ily saat membuka pesan Sisi. Sisi sendiri yang ingin bertemu dengan Ily tapi dia juga yang  tanpa pamit, pergi.

'Mungkin ada yang lebih penting daripada hanya menunggu sebentar, sudahlah tidak apa!' Digo Abdul Ali tetap berpikir positif. Hak Sisi kalau tidak pamit dan tidak menunggu. Apa urusannya? Dia tidak harus lapor. Ia begitu sadar Allahlah yang mampu membolak-balik hati, jadi ketika ia tak tergerak untuk menjawab, ia anggap sudah kehendak Allah. Sisi tidak menunggu, dan ia tidak menjawab.

"Tidak dijawab? Padahal dibaca."

Sementara ditempat lain, yang mengirimkan kalimat salam dan laporan tak pamit sama menghela nafas menanti jawaban tetapi tak kunjung dijawab.

"Berharap boleh, tapi tak seharusnya berharap mendahului kehendak Tuhan!"

Suara-suara nasehat yang ia dengar saat ia datang kepada seorang ustadz seakan bergema merasuk gendang telinganya.

"Bukankah kata ustadz, Allah mengabulkan setiap do'a kalau kita mengamalkan shalawat?"

"Kita harus tetap menyerahkan ketentuan kepada kehendak Allah,  agar kita tidak kecewa bila kita merasa kenyataan tidak sesuai dengan kehendak kita, anakku!"

"Tapi bagaimana kalau aku tetap ingin, dia yang menjadi takdirku? Bolehkah aku tetap menarik perhatiannya meskipun aku tahu dia memilih yang lain?"

"Anakku, jika kau tak disatukan dengannya, Allah sedang menyiapkan seseorang yang lebih dari yang kau inginkan itu."

Ucapan-ucapan itu tadinya seperti angin. Ia tak ingin menjauhkan diri dari angan tentang siapa yang selalu ada dalam benaknya.

"Ikhlaslah, maka seperti kata ustadz, Allah sedang mempersiapkan seseorang yang terbaik bagimu dan ingatlah, anakku, berdoa bukan hanya tentang bagaimana kita menyampaikan harapan kita saja, tetapi berdoa adalah berbincang dekat dengan Allah, agar mendapat Ridho dari Allah, Ridho dengan yang DIA limpahkan, DIA ambil ataupun yang DIA simpan untuk kita, anakku!"

Kalimat itu begitu terngiang, ia berharap sampai pada nalarnya. Benar, berdo'a bukan hanya sekedar cara untuk menuturkan harapan, keinginan ataupun hajat. Tetapi hidup, untuk mencapai RidhoNya. Untuk itulah ia harus ikhlas, meski sulit pada awalnya.

"Ampuni aku yaa Allah!"+

*****

"Iman kamu, ii, kata abi, tak semua cinta melahirkan iman, tapi iman, Insya Allah akan melahirkan cinta!"

Kalimat mengandung keimanan, sepertinya sangat sejalan dengan tujuannya melangkah menuju halal. Sebuah rasa dimana, ketika didalam perjalanan menuju surga dunia dan akhirat, akan terbentuk meski ada kerikil yang dilewati.

Saat Cinta BershalawatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang