7#Shalawat

2.5K 503 101
                                    

"Penting, bedakan dengan jelas antara, A, Alif dan 'A, Ain, SA, huruf Sin dan SYA, huruf Syin, itu melafazkannya beda ya...."

"Nanti minggu depan, kita bahas lagi perbedaan cara membaca huruf-huruf dengan jelas ya!"

"Baik, kakak Ily!"

"Untuk hari ini pertemuan kita sampai disini, jazakumullah khairan, Assalamualaikum adik-adik!"

"Wa'alaikumsalam, wa iyyaki kakak Ily!"

Anak-anak itu berdiri dari duduk mereka setelah menutup buku iqra diatas meja dihadapan mereka.

Satu persatu pamit dengan bersalaman pada Iliyah dan mengucapkan terima kasih, terutama karna dihari itu, Iliyah membawa oleh-oleh berupa rice box untuk mereka.

"Terima kasih, neng Ily, harusnya kita yang kasih neng Ily sebagai ucapan terima kasih, tapi neng Ily yang bawa-bawa makanan buat anak-anak!"

"Tidak apa-apa Ummu Zidah, rezeki mereka, rezeki yang berjualan juga, sudah kehendak Allah, ummu!"

Ummu Zidah tersenyum senang mendapatkan rezeki yang tak terkira. Seorang guru mengaji untuk anak-anak dipanti asuhan yang ia kelola. Sudah tak pasang harga, sukarela, sering membawa makanan untuk anak-anak dipanti. Iliyah Haniya.

"Saya permisi dulu ya, ummu!" Pamit Iliyah.

"Neng Ily , sudah bawa mobil lagi?"

Ummu Zidah bertanya saat melihat mobil Iliyah terlihat terparkir di halaman panti.

"Iya sudah, bismillah saja ummu!" Iliyah berkata sambil mengangguk.

"Fii amanilah, neng!"

"Aamiin, jazakillah khairan, ummu!"

"Semoga lekas mendapatkan jodoh neng, biar ada yang nganter kemana-mana!"

Iliyah tersenyum mendengarnya. Mendapat jodoh hanya untuk kepentingan pribadinya, sangat tidak terpikirkan olehnya. Mengajar mengaji bagi anak-anak panti yang ia lakukan sejak kembali dari Tarim, merupakan kesenangan baginya.

"Saya ingin dipertemukan Allah dengan jodoh yang membutuhkan hidup dengan saya sampai menua bersama, ummu!" Senyum Iliyah mengembang dibalik niqabnya.

"Afwan atas doa saya tadi, neng, saya tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan neng!" Ummu Zidah meminta maaf sambil menangkup tangan didadanya.

"Tidak apa, Ummu, umi dirumah juga seperti itu, saya tahu bermaksud baik, tapi bagi saya menikah itu bukan coba-coba, harus ada komitmen dan terencana bukan karna terpaksa," Iliyah menjelaskan tanpa diminta.
Ummu Zidah mengangguk-angguk mengerti.

Seketika ia teringat Ali. Beberapa waktu setelah bemper mobilnya membentur bahu jalan, ia makin menjadi trending topik dirumah. Kakaknya dari pondok pesantren milik mereka yang berada dipinggiran kota, special di video call seperti rapat keluarga online. Ia sendiri mengingatkan kepada kedua orangtua dan kakaknya agar jangan terlalu berharap, pada sesuatu yang belum pasti.

"Kata ummu Daiba, anaknya mulai memberi sinyal bagus, i!" Ucap ummunya kala itu.

"Umi jangan desak-desak mereka yaa...." Iliyah mengingatkan.

"Jangan selalu khawatir, i, " ummu  Salma, uminya, mengingatkan agar ia tidak selalu mencemaskan.

Iliyah mengingatkan, karna sebagai pihak perempuan ia tak ingin terkesan terlalu berharap.

"Ketakutan itu adanya dalam pikiranmu saja, i, tidak semua pria lebih nyaman dengan yang sikapnya terbuka!" Ujar Uminya justru balik mengingatkannya.

Saat Cinta BershalawatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang