"Kapan jadwal Dai ngisi tausiah atau shalawat disini, pak haji?"
"Belum dijadwalkan kembali, neng, soalnya Dai sedang mempersiapkan pernikahan!"
Kalimat pak Haji Sholeh membuat Sisi terdiam. Menikah? Ustadz favoritenya akan menikah? Takkan ada lagi kesempatan untuk mengambil hati dan merebut perhatiannya.
"Iliyah?"
"Ya, kok tahu neng?"
"Pernah direkomendasi sebagai guru mengaji saya pak haji!"
"Oh begitu, neng mencari guru mengaji, didaerah sini kalau perempuan ada beberapa guru mengaji kalau neng mau!"
Agar Pak Haji Sholeh tak curiga ia hanya sengaja mendekati Ustadz Dai, maka Sisipun menyimpan nomor guru mengaji yang dirokemendasi beliau.
"Jodoh itu jangan dikejar neng, jika sudah waktunya, pasti akan datang, berserah saja!"
Ternyata Pak Haji Sholeh memahami maksudnya selalu mencari informasi tentang Dai. Meskipun hanya menanyakan tentang jadwalnya. Sisi tersenyum saja. Ia tak peduli, yang penting keinginannya terpenuhi. Selama masih belum sah, ia masih punya kesempatan. Ia akan mencuri takdirnya melalui sepertigamalam. Bukankah Allah berjanji akan mengabulkan doa ketika kita berdoa sungguh-sungguh.
"Ya Allah, aku butuh dia, aku butuh orang yang berilmu untuk membimbingku, aku butuh orang yang aku harapkan menjadi imamku, kabulkan doaku, Ya Allah, bukakan hatinya untukku, Engkau yang mampu membolak-balik hati manusia, Engkau sudah berjanji jika mahluk berdoa maka akan Engkau kabulkan, tapi kenapa justru dia memilih yang lain, Ya Allah?"
"Sisi, kenapa berdoa seperti itu?"
"Aku sangat mencintainya, kak Tikah!"
"Karna dia mirip, Zidan?"
Sisi terdiam seribu bahasa.
Disepertiga malam, Atikah kakaknya terjaga mendengar doanya. Dan kakaknya benar. Dai mirip dengan Zidan tetapi sifatnya bertolak belakang. Zidan yang membuatnya terlupa dengan adanya kehidupan setelah didunia. Sampai pada akhirnya ia direnggut sebuah penyakit yang saat inipun sedang menghinggapinya.
"Zidan sudah gak ada, dia sudah meninggal, jangan karna wajah Dai itu mirip dengannya kamu terobsesi untuk memilikinya sama seperti kamu memiliki Zidan, itu bukan cinta Sisi, itu obsesi!" Suara Thea terdengar bergetar. Sepertinya ini ungkapan yang sudah terpendam lama melihat apa yang terjadi pada Sisi akhir-akhir ini.
"Dia berbeda dengan Zidan kak Tikah, dia alim, dia gak kaya Zidan, dia bisa membimbingku kejalan yang benar kak, bukankah aku bermaksud baik?" Bantah Sisi membela dirinya.
"Mau berhijrah bukan berarti harus menjadi istri yang kau anggap panutan, kalau semua jamaah berpikiran sepertimu bagaimana cara Tuhan mengabulkan doa? memangnya Tuhan akan mengabulkan semua doa perempuan-perempuan yang berharap dicintai penutannya? Pakai logika Si kalau berpikir ya!"
Cinta memang tak ada logika, tetapi masih beruntung jika ada yang mengingatkan. Atikah merasa harus mengingatkan Sisi kalau saat ini usahanya sudah diluar batas.
"Seharusnya kamu lebih memikirkan bagaimana agar kau sembuh, Si, soal jodoh harusnya kamu lebih tawakal, kau sudah berusaha untuk dicintainya, tetapi takdir tidak tahu seperti apa?" Nasehat Atikah lagi.
Atikah yang lebih dulu berhijrah dan mengajak Sisi ke majelis ilmu setelah Sisi ditinggalkan Zidan karena penyakit yang dideritanya.
"Dengan dicintainya, imunku akan meningkat kak, aku akan sangat bahagia!" Ungkap Sisi membuat Atikah menggeleng.
"Tapi kamu bilang, dia memilih yang lain, apakah kau mau bahagia diatas penderitaan orang lain?"
Sisi menghela nafasnya. Percuma ia beradu argumen dengan kakaknya. Lebih baik, ia diam saja seperti yang lalu, meski ia tetap pada pendiriannya. Perjuangannya belum berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Cinta Bershalawat
SpiritualDiantara shalawat yang berkumandang, diantara seruan cinta kepada Sayyidina Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam, diantara nada yang indah itu, menyusup keindahan dari rasa paling indah pada mahluk-mahluk ciptaanNya. "Semoga aku berjodoh dengannya...