"Tidak apa-apakan aku jemput, ukhti?"
Abdul Ali bertanya, saat Iliyah terpaku seakan kedatangannya membuatnya begitu terkejut.
Tentu terkejut, ia tentu tak menyangka akan dijemput."Tii... tidakk!" Gagap Iliyah menjawab.
"Syukurlah, khawatirnya ukhti tidak nyaman."
Iliyah menggeleng mendengar ucap Ali. Sepertinya selama ini, mereka saling takut merasa tidak nyaman karna kedua keluarga nampak mendukung masing-masing untuk menjadi dekat. Berharap agar mereka bisa memastikan tujuan dalam sebuah komitmen.
"Iliyah, maaf siapa dia?"
Marini menyela membuat rasa terkejut dalam hati Iliyah bertambah porsinya. Apa maksud Marini bertanya tentang Ali yang saat ini sedang berdiri dihadapan mereka?
"Diaa..."
Seketika bayangan dulu ia memperkenalkan Ghani, ustadz Kairo itu berkelebat.
"Kalau bukan mahrom, kamu gak boleh semobil dengannya, Ily!"
Eh. Iliyah menoleh pada Marini. Kenapa dia? Memang benar ucapnya, merujuk pada sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Janganlah seorang laki-laki bersepi-sepian dengan seorang wanita kecuali ada mahramnya yang bersamanya” [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Hajj 1341]
Artinya, seorang wanita tidak boleh mengendarai kendaraan sendirian bersama seorang supir yang bukan mahramnya bila tidak disertai oleh orang lain, karena ini termasuk kategori khulwah atau bersepi-sepian.
Tapi, kenapa Marini harus sepeduli itu? Kenapa kesannya mengatur?
Ah tidak, Iliyah menepis pemikiran seperti itu. Sebagai sesama muslimah, ia harus paham, Marini hanya mengingatkan. Ia tak boleh berpikir negatif. Astagfirullah."Ukhti ikut mobil umi sama abi, aku yang bawa mobil ukhti!"
Iliyah melebarkan mata. Iliyah semakin berdebar mendengarnya. Bersama umi dan abinya? Ternyata Abdul Ali telah siap dengan solusi karna ini bukan lagi urgent dan unsur kebutuhan, meski tidak juga mengandung syahwat. Tetapi sepertinya tak ingin mengandung fitnah.
"Aku bantu bawa mobil ukhti, sebentar lagi umi dan abi sampai, maaf, kuncinya ukhti?"
Abdul Ali sepertinya tak ingin membuat Iliyah banyak berpikir disela keterkejutannya.
"Ii..iyaa..."
Iliyah makin gugup membuka tasnya mencari kunci mobil.
"Ini!"
Abdul Ali menerima kunci mobil dari tangan Iliyah.
"Jazakallah khairan, akhi!"
"Wa iyyakii, ukhti!"
"Akhi mau duluan?"
Iliyah berkata sambil melihat kearah jalan yang nampak belum ada tanda kedatangan mobilnya.
"Mau aku bantu menunggu?"
"Mmhh....."
Iliyah melirik Marini yang sedari tadi mendengarkan mereka dengan penuh tanda tanya. Ada gurat cemas diwajahnya, dan Iliyah tak mengerti apa yang ia cemaskan. Apakah ia merasa belum selesai curhat, lalu takut dirinya pulang?
"Afwan mbak, bisa saya bantu?" Akhirnya ummu Salma bertanya pada Marini.
"Sebenarnyaa, saya... sayaa... sayaaa kesini untuk melihat anak-anak, siapa tahu ada yang menggetarkan hati saya untuk diadopsi....." ungkap Marini dengan kalimat yang gagap.
"Alhamdulilah, anak-anak pasti senang," Ummu Salma terdengar girang.
"Tapii..."
Marini melirik Iliyah sambil berucap dengan nada ragu, membuat Iliyah dan ummu Salma bingung dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Cinta Bershalawat
EspiritualDiantara shalawat yang berkumandang, diantara seruan cinta kepada Sayyidina Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam, diantara nada yang indah itu, menyusup keindahan dari rasa paling indah pada mahluk-mahluk ciptaanNya. "Semoga aku berjodoh dengannya...