"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: "Seandainya aku lakukan demikian dan demikian." Akan tetapi hendaklah kau katakan: "Ini sudah jadi takdir Allah (Qodarullah wa maa-syaa-a fa'ala). Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi." Karena perkataan seandainya dapat membuka pintu syaitan." (HR Muslim).*****
Dibawah jingga, deru motor beradu diaspal yang mulus. Sedikit batu kerikil tak menggoyahkan motor yang melaju tak tergesa.
Senja dengan jingganya membentur tubuh Abdul Ali dan gadis diboncengannya, dengan berusaha mengontrol dada yang bergemuruh akibat perjalanan ini berlanjut menuju kerumah Iliyah.
Mobil Iliyah harus menginap dibengkel. Saat mereka sampai ditempat itu, bengkelnya akan tutup dan tentu butuh waktu untuk membuat bemper kembali seperti semula.
"Ya sudah, kamu aku antar pulang!"
"Apa tidak merepotkan?"
"Tidak, justru lebih repot kalau membiarkan kamu pulang sendirian!"
"Kok?"
"Ya, aku bisa kepikiran kalau kamu pulang sendirian, sudah hampir senja!"
Kepikiran? Abdul Ali sesungguhnya keheranan dengan kalimat yang bisa-bisanya terlontar begitu saja dari pita suaranya. Bahkan kalimat sederhana itu membuat degup didada Iliyah makin nyata saja.
Lagi. Diatas motor hanya tersisa suara angin. Tak ada obrolan dibawah langit yang mulai menjingga, yang ada hanya debaran didada yang ingin dikontrol tapi tak bisa.
Abdul Ali, mengingat tujuan mereka kini adalah kerumah gadis yang sedang ia bonceng, debaran didadanya terasa semakin menjadi saja. Bagaimana tidak? Berkali-kali orangtuanya bertanya, dan mengajaknya untuk bertandang kerumah Iliyah, sekedar mengenal lebih dekat, setelah bertemu diacara pembukaan Mtq kapan lalu. Belum lagi ta'aruf berlanjut sampai kerumah, ia ditanya apakah mau mengkhitbah? Dan semua tak pernah ia jawab dengan kepastian. Hanya selalu tatapan tanpa jawaban. Entah apa yang membuatnya belum dapat menjawab tanya orangtuanya.
Qadarullah, saat ini tanpa diduga dan terencana, ia harus mengantar Iliyah pulang, dan mau tidak mau disana ia akan bertemu dengan orangtuanya. Setidaknya, mereka akan menjelaskan, bagaimana mereka bisa berboncengan sampai dirumah.
Masya Allah.
Allah selalu punya cara sesuai dengan yang dikehendakiNya. Qodarullah wa maa-syaa-a fa'ala, ini sudah jadi takdir Allah.Sementara Iliyah, debarannya justru karna berada diboncengan seorang pria yang akhir-akhir ini selalu didengungkan ditelinganya. Kekhawatiran umi selama ini beralasan. Sendiri kemana-mana, tanpa ditemani siapa-siapa. Menurut umi membuat beliau cemas.
Astagfirullah. Seketika Iliyah beristigfar lantaran teringat ucapannya yang baru ia sadari terasa sombong.
"Umi harus positif feeling, aku tidak apa-apa kok umi, Insya Allah, akukan gadis strong dan independent!"
Iliyah sempat berkata seperti itu sebenarnya hanya untuk menenangkan. Tetapi kini ia sadari ia terlampau sombong karna selama ini sejak ia pulang dari belajar di Tarim, ia merasa terjaga dan aman karna bercadar. Harusnya bukan karna bercadar tetapi karna Allah. Cadar hanyalah perantara dari Allah agar ia merasa aman.
"Bagaimanapun kau itu perempuan ii, feeling umi justru akan positif sekali kalau kamu sudah tidak sendiri!"
Dan Iliyahpun memilih tak membantah lagi ucapan uminya. Ia sudah tahu, kecemasan-kecemasan akan diutarakan beliau. Terlebih uminya tidak ingin, masalalunya kurang lebih 5tahun yang lalu membuat Iliyah kehilangan rasa percaya dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Cinta Bershalawat
EspiritualDiantara shalawat yang berkumandang, diantara seruan cinta kepada Sayyidina Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam, diantara nada yang indah itu, menyusup keindahan dari rasa paling indah pada mahluk-mahluk ciptaanNya. "Semoga aku berjodoh dengannya...