6.Bibim & darah

240 35 2
                                    

Up 3 part sekaligus!
Gak vote = Makhluk halus

6.Bibim & darah

'Darah itu phobia gue, tapi gue lebih takut lo kenapa - napa' -Bisma


Retha sebenarnya belum kenyang. Lebih tepatnya tadi ia tak nafsu makan. Hanya saja ia harus mencari alasan untuk pergi dari sana. Kepalanya hanya akan bertambah sakit jika harus mendengarkan kedua sahabatnya itu. Dan soal Nayya, Retha tak ambil pusing. Mungkin gadis itu sedang dalam masa bulanannya dan itu wajar bukan.

Dirinya melangkah diantara lorong sekolah yang cenderung ramai. Sebentar lagi akan bel, maka dari itu banyak dari mereka mulai menuju kelasnya masing-masing.

Disepanjang langkahnya banyak siswi sekedar melirik atau yang secara terang-terangan mencemoohnya. Tapi sudahlah ia bahkan kebal dengan hal-hal seperti itu. Fokus utamanya sekarang adalah meredam rasa sakit yang masih menjalar di kepalanya.

Tak lama ia pun sampai dikelasnya, dengan cepat ia mengambil tasnya lalu berlalu menuju tempat tujuannya. UKS mungkin. Sudah dibilang bukan jika ia sering membolos jam pelajaran.

Sedikit lagi ia sampai di UKS, hanya tinggal menyusuri koridor ini sedikit kedepan lalu berbelok. Namun langkahnya berhenti ketika tak sengaja dirinya melihat Bisma keluar dari UKS. Dengan cepat ia bersembunyi dibalik dinding ruang kelas yang dekat dengan tempatnya berdiri.

'Anjir tu orang ngapain lagi disini, gawat kalo dia liat gue. Bisa-bisa dihukum lagi.' Batin Retha.

Matanya mengintip dari balik tembok, namun nihil. Tak ada seorang pun disana.

"Dia udah lewat kali ya? Eh tapi kok gue gak liat? Ck palingan muter lewat sana, aman" Gumamnya pelan.

Ia sedikit merapikan rambutnya bajunya, lalu melangkah pelan keluar dari persembunyiannya. Namun belum ada beberapa langkah rasa sakit dikepalanya kembali datang.

"Shhhh" Ringisnya sambil memijat pangkal hidungnya.

"Balik kelas!"

Sontak ucapan seseorang tadi mengagetkannya, membuat rasa sakit itu bertambah parah. Sial, batinnya. Ia harus bertemu dengan manusia ini diwaktu yang tidak tepat.

Dengan berani gadis itu membalikkan badannya ke asal suara dibelakangnya.
Orang itu sudah berdiri dengan gaya congkaknya. Berdiri dengan punggung menyender di dinding, kaki sedikit disilangkan, dan tak lupa kedua tangannya ia masukkan disaku. Benar-benar terlihat keren tapi itu takkan berlaku pada Retha.

"Gue sakit" Ucapnya cuek lalu berbalik hendak melanjutkan langkahnya.

Namun 'tak bisa, tangannya sudah dicekal oleh Bisma.

"Bosen gue denger alesan lo" Sarkas Bisma. Lalu ia menarik tangan gadis itu agar mau berbalik arah.

Namun yang ditarik malah memegang kepalanya. Mungkin jika Retha 'tak membelakangi nya, ia itu bisa melihat wajah pucat gadis itu.

"Basi, pake drama segala. Cepetan Tha!"

Brukkk

Belum sempat ia menarik lengan gadis itu untuk berbalik, tubuh itu sudah lebih dahulu jatuh ke lantai.

"Tha, akting lo kali ini totalitas banget. Tapi gua gak bakalan lepasin lo" Ucapnya sedikit kesal.

Tapi bukannya bangun lalu tertawa atau merengut kesal seperti biasanya, gadis itu malah setia terbaring dilantai.

"Tha, bangun cepe- Tha! Darah" Niatnya ingin menganggu akting Retha malah berganti dengan kepanikan setengah mati.

Bagaimana tidak, dari hidung gadis itu sudah mengalir darah segar. Satu hal yang tidak diketahui banyak orang, laki-laki itu phobia dengan darah.

Namun rasa takutnya terkalahkan melihat gadis didepannya tergeletak. Dengan cepat ia menutupi wajah gadis itu dengan rambut panjang gadis itu sendiri, guna menyamarkan darah yang terlihat. Lalu segera menyelipkan kedua tangannya di leher dan lutut Aretha.

Dengan cepat ia membawa gadis itu ke ruangan UKS yang ada didekat situ.

Brakk

Kakinya harus ikut berperan mendorong pintu yang sebelumnya sudah sedikit terbuka. Dengan panik ia segera meletakkan gadis itu di brangkar yang paling dekat. Lutut dan tangannya sudah bergetar hebat. Ia ketakutan. Ia bersumpah jika gadis itu membuka matanya sekarang, gadis itu akan tertawa dan akan mengatainya habis-habisan.

Para petugas yang sedang jaga otomatis kaget, namun melihat pelakunya mereka segera beranjak memulai tugasnya.

Tak lama dua siswi petugas UKS datang membawa perlengkapan yang mereka butuhkan. Sebelum sempat menanyai Bisma penyebab gadis itu pingsan, laki-laki itu sudah berlalu keluar. Tapi keduanya tetap menangani Retha, apalagi ketika mereka menemukan darah dihidung gadis itu.

---

Sedang ditempat lain Nayya yang sudah sampai dikelas masih jengkel dengan kelakuan salah satu sahabatnya itu. Belum selesai ia menetralkan emosinya gadis berponi itu kembali datang dengan wajah yanh sama kesalnya. Gadis itu belum sempat makan tadi, tapi itu juga salahnya bukan?

"Siapa si yang bunyiin bel? Gue kan belom sempet makan! Mana haus lagi!" Gerutunya ketika sudah duduk di sebelah Nayya.

Sedangkan gadis disebelahnya memilih cuek, lalu memasang earphone nya mendengarkan lagu-lagu kesukaannya.

"Nay lo gitu banget dah, gak ada simpatinya gitu sama sahabat lo. Gue kelaparan Nay, kelaparan gue tu" Curhat Maura dramatis.

Namun yang diajak bicara malah asik dengan lagunya sendiri. Setan emang si Nayya, batinnya. Tak lama seorang guru masuk memulai pelajaran, membuat Nayya dan Maura kembali fokus ke pelajaran.

---

Bisma yang masih ketakutan memilih masuk kekelas menyibukkan diri dengan pelajaran. Ia yakin dengan begitu dirinya bisa melupakan bayangannya tentang, darah.

Namun harapannya sia-sia karena guru dikelasnya tidak bisa masuk dan otomatis kelasnya hanya mengerjakan tugas.

Ia melangkah menuju mejanya yang dekat dengan dinding, disebelahnya sudah ada Dion yang bermain gadget.

Ia memilih duduk dibangkunya lalu menundukkan kepalanya diatas meja. Bayangan darah tadi masih terngiang-ngiang dikepalanya.

Dion yang merasa kehidupan disebelahnya sepi pun menoleh. Rupanya sahabatnya itu memang sedang menundukkan kepalanya.

"Bim, kenapa lo? Sariawan? Diem-diem daritadi, dah kayak perawan ngambek aja lo" Ucap Dion.

Bisma mengangkat kepalanya, menoleh kearah Dion.

"Ngantuk" Alasan yang sama ketika Retha ditanyai oleh Nayya.

"Muka lo pucet, sakit lo?"

Pertanyaan Dion hanya dibalas gelengan oleh Bisma. Namun cukup dipahami oleh Dion.

"Bunda Nitha ngasih tugas lo nggak mau ngerjain?" Tanya Dion.

"Ntar, mau tidur dulu gue. Klo ada guru masuk bangunin gue" Ucapnya tak mau di bantah.

"Ok"

Bukannya bisa tertidur, bayang-bayang darah tadi masih menghantui. Namun sudah tak sejelas tadi. Lama-lama ia malah teringat dengan Retha.

Iya, Retha. Sebenarnya diam-diam ia sering melihat gadis itu meringis ketika bolos pelajaran. Tapi baru kali ini ia melihat gadis itu tergeletak lemah dengan darah yang mengalir dari hidungnya. Ada sedikit rasa bersalah dan penasaran di kepalanya. Namun ia mencoba menepis itu semua.

Menjenguk? Tidak ia masih sedikit takut, jaga-jaga jikalau darah tadi belum sepenuhnya bersih.

Tak lama ada satu ide terlintas. Ia menegakkan badannya lalu mengeluarkan handphone nya. Jemarinya dengan lincah menekan huruf-huruf merangkai sebuah pesan. Setelah dirasa pas segera ia kirimkan pesan itu lalu kembali keaktifitas awal menundukkan kepalanya.






[1032 words]

Next part👇👇👇

ARETHA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang