9

18.5K 4.9K 1.9K
                                    

"Jay!!!"

Sunghoon meronta-ronta dari pegangan Jake seraya menahan sakit di tubuhnya, rasanya benar-benar sakit setelah dipukuli habis-habisan oleh pemuda itu.

Tak hanya itu, Sunoo juga menendangi tubuhnya dengan brutal agar tidak bisa kabur kemana-mana. Kondisinya yang tidak baik-baik saja karena luka tembak di lengan kirinya tentu membuat pergerakan Sunghoon terbatas.

"Mau apa? Mau ngelawan, hmm?"

Sunoo mendongakkan dagunya angkuh, lalu lanjut menendangi Jay dan memukulnya.

"Kim Sunoo!"

"Kenapa, kak? Gak tega ya liat temennya gak bisa ngapa-ngapain?"

Sunghoon menepis tangan Jake yang mencengkram kuat kedua tangannya lalu meninjunya. Dia tidak akan membiarkan Jay melawan Sunoo sendirian.

"Eits, mau kemana?"




Duakh!




"Sunghoon..." lirih Jay, matanya sayu, hanya dengingan yang ia dengar. Ada perasaan bersalah karena tidak bisa melindungi rekannya, dia tidak mampu melindungi Sunghoon dan Heeseung.

"Kenapa gak dari tadi dipukul kepalanya, sih?" Sungut Sunoo. "Kan jadi diem dianya."

"Berisik, buruan bunuh."

Sunghoon menggeleng lemah. "Tolong jangan... gue mohon..."

"Hahaha! Gue bukan jin pengabul permintaan, kak. Jadi, selamat menyaksikan~"

Sunoo menangkap lemparan batu dari Jake dengan mulus. Ini akan menarik, Sunoo suka ini.

"Maaf Kak Jay, selamat tinggal~"




Bugh!

Bugh!

Bugh!





"Park Jongseong Out."

Jake tertawa puas melihat aksi rekan setimnya. Sunoo benar-benar senang memukuli kepala Jay dengan batu sampai pemuda itu tak lagi bergerak.

Andaikan membunuh orang dapat uang, Jake pasti akan melakukannya dengan senang hati.

"Buang ke jurang gih, biar gak ganggu pemandangan."

"Oke bos, dadah Kak Jay~"

Setelah itu, Sunoo menendang Jay ke jurang yang dalam, curam, dan gelap, tidak terlihat dasarnya.

Dan Sunghoon hanya bisa melihat semua itu tanpa bisa menyelamatkan Jay, sahabat baiknya, dengan penuh perasaan bersalah.




















































Byur!

"Hhh!"

"Tuh kan Kak Jake, kalau disiram pasti bangun."

Sunghoon mengambil nafas sebanyak-banyaknya ketika air membuatnya terbangun secara paksa. Sadar dia ada bersama siapa, tatapan sedingin es dia tunjukkan.

Sunghoon menggertakkan giginya, menahan amarah yang memuncak. Dia tidak boleh lepas kendali, dia ada di dalam situasi yang tidak memungkinkan untuknya hidup.

"Tuh kan, untung gue iket dia," kata Sunoo. "Liat tuh, dia mau mukul lo, Kak Jake."

"Halo, apa kabar? Kasian ya temennya mati," sapa Jake meremehkan. "Yang satunya kena racun, terus yang satunya lagi dipukulin. Sekarang tinggal sendiri, deh."

"Hiih, serem banget tatapannya, jadi mau pingsan," ucap Sunoo bergidik ngeri, tentunya dibuat-buat untuk jadi bahan candaan.

"Haha, bisa aja lo. Ambil panahnya Nu, kita harus ke Wilayah A."

Wilayah A? Ada apa disana? Sepertinya Sunghoon pingsan cukup lama sampai tidak tahu informasi terbaru dan terkini.

"Lo harus ikut kita, karena gue yakin di jalan nanti ada bahaya." Jake menunjuk Sunghoon. "Lo bakal jadi umpan, lo bakal gue korbanin supaya gue dan Sunoo selamat sampai tujuan."

"Kenapa kalian gak bunuh gue?"

Jake dan Sunoo saling melempar pandang, menahan tawa. Aduh, tadi kan sudah Jake bilang. Masa Sunghoon tidak dengar, sih?

Apa perlu Jake buka telinga Sunghoon lebar-lebar? Dirobek maksudnya.

"Tau deh, pikirin aja sendiri wleee."

Sunoo memeletkan lidahnya, bermaksud mengejek Sunghoon yang tidak bisa berbuat apapun.

"Kak Jake, ayo jalan!"

Kedua pemuda dari Distrik 5 tersebut terlihat senang dan ceria. Sunghoon yang ditarik paksa untuk ikut hanya diam memandang mereka, tentunya dengan tatapan dingin seolah-olah tidak takut pada apapun.

Padahal dalam pikirannya, dia memikirkan Jay dan Heeseung. Sekarang tinggal dia sendiri, bukankah sebaiknya dia kabur dan memenangkan permainan sendiri?

Tapi entah kenapa, dia merasa kalau dia tidak sendiri. Ada yang masih hidup, Sunghoon yakin itu.

Tapi... siapa?










































































"Jadi, kalian gak tau apa-apa? Tiba-tiba ada di dalam permainan, gitu?"

Hanbin mengangguk lesu. "Iya, gue dan Niki juga gak pernah dikasih info apapun tentang Survival Games. Tiba-tiba ada disini, aneh."

"Mungkin kalian itu sebagian kecil dari orang yang dipaksa ikut tapi gak dikasih tau apa-apa," ujar Seon dan menimbulkan pertanyaan di benak Niki.

"Maksudnya?"

"Gue baca info di layar hologram, ada enam orang yang ikut Survival Games tanpa ada pemberitahuan."

"Ohh, orang-orang suruhan itu dateng tiba-tiba tanpa kasih pengumuman di Distrik mereka, ya?"

"Iya, termasuk gue. Gue gak tau kalau Survival Games dimulai empat hari yang lalu."

Hanbin mangut-mangut mengerti, ternyata begitu. Ada satu pertanyaan yang menghampirinya, kenapa dia dan Niki yang ikut? Apa tidak ada orang lain?

"Kita beruntung ada di wilayah A sekarang." Niki berucap sambil membersihkan busur panahnya. "Yang ada di wilayah D, gue cuma bisa doain yang terbaik buat mereka."

"Buat apa?" Hanbin mengangkat sebelah alisnya. "Buat apa doain mereka?"

"Biar mereka sampe disini dan selamat lah, buat apa lagi?"

Hanbin mendecih sambil melempari batu dengan kerikil. "Ngapain kita doain mereka? Justru bagus kalau mereka tumbang, lawan kita semakin sedikit dan peluang untuk menang semakin mudah. Harusnya lo pikirin itu."

"Kok lo jadi aneh gini, sih?" Heran Niki. "Padahal tadi malem lo bilang bakal bantu siapapun yang butuh pertolongan."

"Maaf, Niki. Gue lebih pentingin nyawa sendiri, gue gak mau ada orang asing yang ganggu kita untuk menang."

"Termasuk gue?" Tanya Seon sarkas. "Seharusnya, dari awal gue gak perlu gabung sama kalian kalau pada akhirnya gue bakal dibunuh juga."

Hanbin dan Niki refleks memasang kuda-kuda melihat Seon mengangkat pedangnya. Seon geram, kenapa tidak bilang sejak awal? Kalau begitu dia tidak perlu membuang waktu untuk mengalahkan lawannya.

"Maaf kawan, gue gak suka dikhianati."






CRASH!

Survival Games | I-LAND ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang