"Cucuku yang pemalas sudah bangun rupanya" Madara duduk di washitsu di kediaman itu, menyesap teh hijau hangat dari cangkir kecilnya.
Sasuke membungkukkan badannya, "Pagi, kek". Sasuke kemudian menengokkan kepalanya kepenjuru ruangan itu, lalu kesamping kanan kirinya, "Apa kau melihat Hinata pagi ini..? Aku sudah mencarinya dari tadi"
Madara menggeleng-gelengkan kepalanya, "Apa itu hal yang pertama kau tanyakan padaku setelah tak menemuiku selama dua bulan ini, hm..?"
Sasuke menghampiri Madara, lalu duduk di atas tatami di depan kakeknya. Sasuke tersenyum, "Kau terlihat sangat sehat, Kek. Apalagi yang harus kutanyakan..?"
"Bocah kurang ajar!" Madara terkekeh. "Istrimu yang cantik itu sedang menikmati hamparan bunga"
Sasuke menaikkan sebelah alisnya, "Dia berada disana..?"
Sasuke baru saja akan beranjak dari duduknya, tapi suara Madara yang cukup keras mengurungkan niatnya.
"Ya Tuhan! Kau baru berpisah beberapa jam dengan Hinata. Istrimu tidak akan menghilang, Sasuke. Kemari! Duduklah bersama ku sebentar"
Menghela napas, Sasuke menuruti perintah Madara. Sasuke mengambil teko porselen putih yang dia tahu merupakan peninggalan kekaisaran yang dihadiahkan pada keluarganya, menuangkan teh hijau itu di cangkir kecil di depannya. Menyesap dengan pelan hingga cairan itu melewati tenggorokannya yang kering.
Madara memerhatikan Sasuke dengan seksama. Ekspresi cucu bungsunya ini tetap datar seperti biasanya, tapi Madara bisa melihat seberkas_sedikit kehangatan dari matanya yang dulu begitu dingin.
"Hinata punya pengaruh yang baik untukmu"
"Hn..?"
"Kau tampak lebih hidup, cucuku"
"Ya, aku bersyukur masih hidup setelah semua drama yang kalian buat"
Senyum Madara tersungging di wajahnya yang tak lagi muda, "Itu demi kebaikanmu. Lihat hasilnya, kelakuanmu tak sebrengsek sebelumnya. Kutebak berat badanmu semakin meningkat, sepertinya Hinata berhasil megurusmu dengan baik"
"Aku tetap sebrengsek dulu, kek. Hanya, hal itu terbatas pada istriku"
Madara terkekeh, "Kalian para anak muda yang tak tau malu! Kalau kau begitu bangga dengan hal itu, cepatlah berikan cucu pada kakek mu ini"
Sasuke terhenyak.
Cucu. Anak-anak.
Tiba-tiba pikirannya melayang, membayangkan gambaran sosok Hinata yang lembut dengan anak lelaki yang mirip dirinya, tertawa dan bermain bersama.
Sungguh menggiurkan.
Bodoh!
Hal itu tidak akan terjadi. Hinata tidak akan sudi untuk memiliki seorang anak dengan pria brengsek sepertinya. Pikiran itu begitu menyiksa.
Sasuke kembali memandang kakeknya, kali ini dengan ekpresi tak terbaca di wajahnya, "Aku jelas sangat menikmati prosesnya. Karena itu aku tidak mau terburu buru"
Pagi ini, Sasuke bangun dengan perasaan yang amat sangat baik. Seperti yang diduganya, tidur dengan Hinata disampingnya adalah obat ampuh untuk mengenyahkan mimpi buruknya. Meskipun Sasuke tak paham mengapa itu bisa terjadi. Hinata seperti memiliki kekuatan magis untuk mengusiri pengaruh jahat dalam dirinya, termasuk mimpi kelam itu.
Dia baru membuka mata dengan kesadaran penuh ketika jam sudah menunjukkan pukul 10 siang, menyadari bahwa tempat disampingnya telah kosong. Kehampaan segera menghampirinya.
Dia membutuhkan wanita itu untuk tetap disisinya, membutuhkan kehangatan wanita itu untuk mengisi sela-sela bagian dirinya yang membeku.
Sasuke berjalan di sepanjang jalan kayu di kediamannya, menyusul Hinata. Senyum tipis terkembang di wajahnya, jantungnya berdetak cepat, antusiasme mengisi nadinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Proposal
RomantizmSasuke Uchiha, cassanova tampan yang harus terikat dengan surat wasiat keluarganya. Membutuhkan seorang calon pengantin dengan background bagus, jika tidak, namanya akan terhapus dari daftar keluarga Hinata Hyuuga, Lady dari klan Hyuuga yang ingin...