9 - Senin

999 873 1.2K
                                    

Pukul setengah delapan pagi siswa SMA Negeri 3 Bandung berkeliaran untuk bersiap menjalankan upacara bendera, ritual wajib hari Senin. Icil memakai topi upacaranya, bersiap berdiri dan keluar kelas.

"Ya elah Icil, jangan marah dong. Lo lagi PMS ya," ucap Ariel mengekori Icil.

"Iya Icil, sorry. Maafin kami, lah," tambah Arum.

"Iya Icil, maafinlah. Masa kita perlu berlutut dulu biar lo maafin kita," sahut Icil mulai ngaco.

"Iya Icil, maafinlah."

"Kalau lo mau, kita bisa kok, Icil, joget sambil nyanyi, sorry sorry sorry i am sorry...," tambah Ariel makin meracau.

Icil menghentikan langkahnya di ambang pintu.

"Disogok apa lo berdua?" tanya Icil penasaran.

"Beneran lo mau tau?"

"Hm."

Ariel dan Arum saling berpandangan sebentar, tersenyum penuh arti.

"Alhamdulillah kemarin kita dikasih paketan kuota gratis dibayar tunai!" jawab Ariel dengan bangga.

Icil mendecak sinis. "Lo berdua barter nomor HP gue sama paketan kuota?" tanya Icil takjub.

"Iya, kan lumayan nggak usah beli kuota lagi," jawab Arum enteng.

"Yups, biar kita nggak minta hotspot si Dewi lagi," sambung Ariel. "Kan, kasihan dia terzalimi terus."

Icil memejamkan kedua matanya rapat-rapat, mengatur napas agar lebih tenang, amarahnya baru saja akan meledak.

Akibat ulah Ariel dan Arum tersebut, seminggu ini Bumi terus-terusan mengirim pesan tak jelas kepada Icil. Bahkan, beberapa kali pria itu meneleponnya. Hidup Icil tak damai lagi, ia seperti di teror oleh sasaeng fans.

"Terserah lo berdua!"

Icil langsung pergi begitu saja, tak ingin menggubris lagi kedua sahabat gilanya itu.

"Lo sih!" ucap Ariel menyalahkan Arum.

"Kok gue? Kan elo yang ngasih," sahut Arum tak terima.

"Kan elo yang dukung."

"Kan elo yang setuju."

"Kan elo yang nerima barang sogokannya."

"Kan elo yang nyimpen."

Ariel berdeham pelan. "Enaknya gimana, ya?"

Arum menampar pipi Ariel pelan, menyadarkan gadis itu.

"Mending sekarang kita kejar Icil. Bisa nggak dikasih contekan lagi kita pas ulangan," ucap Arum waswas.

"Wah, bisa mampus nilai gue!"

"Ayo kejar kunci jawaban berjalan kita!"

"Kejarrr!"

*****
Icil masuk barisan kelasnya, berdiri di samping Indri, tetanggannya di komplek. Icil melirik ke arah Indri, gadis itu terlihat sibuk dengan ponselnya dan raut wajahnya tampak gusar. Sebenarnya Icil tidak penasaran, tapi sikap gadis itu seperti ingin ditanya.

"Kenapa?" tanya Icil.

Indri menoleh.

"Si Alex izin nggak masuk sekolah, dia minta gue buat gantiin jadwal dia jaga UKS."

"Terus?"

"Gue nggak mau, gue nggak suka bau obat-obatan. Paling males gue disuruh ke UKS, merinding gue," jelasnya.

Icil manggut-manggut mengerti.

"Lo teman gue, kan, Icil?" tanya Indri tiba-tiba.

"Bukan."

"Sial! Bantuin gue, Icil. Sekali aja," pinta Indri. "Gantiin jadwal jaga Alex. Kan enak, lo nggak usah ikut upacara."

Icil diam mempertimbangkan, tawaran cukup menarik. Ia paling cuma dia sambil mencatat nama siswa yang masuk UKS.

"Pemimpin upacara hari ini Pak Udin sang manusia buas, ceramahnya paling lama, Icil," kompor Indri lebih meyakinkan Icil. "Enak kan, lo nggak usah denger ceramahnya yang ngalah-ngalahin orang yang lagi demo."

"Oke," jawab Icil akhirnya setuju.

"Seriusan?"

"Hm."

Indri bersorak dalam hati, dirinya terselamatkan dari amukan sang pacar. Indri menepuk pundak Icil.

"Thanks, sayang aku."

Icil menganggukan kepala, kemudian membalikkan badan untuk berjalan ke UKS. Kapan lagi ia bisa lari dari upacara bendera hari senin. Momen langka.

"Icil, mau ke mana?" tanya Ariel yang baru masuk barisan bersama Arum.

"Nemuin Tom sama Jerry," jawab Icil asal, kemudian lanjut berjalan tak memedulikan kedua sahabatnya itu.

"Wah, dia beneran marah sama kita?" gumam Arum.

Ariel diam, terlihat berpikir. "Kok cuma Icil aja yang diundang?" tanya Ariel entah ditujuhkan ke siapa.

"Maksud lo? Diundang ke mana?" bingung Arum.

"Acara perdamaian Tom sama Jerry," jawab Ariel dengan wajah polosnya.

Arum menghela napas berat, menepuk-nepuk punggung Ariel.

"Makanya Riel, kalau nemu micin di jalan jangan dijilat! Biar pinter!"

*****
Bumi menyapu pandangannya ke seluruh ruangan bernuansa putih ini. Tak ada siapa pun kecuali dirinya dan Jordan. Bumi menoleh, memandang Jordan yang tengah membentuk dasi.

"UKS kok sepi, ya, Dan?" tanya Bumi.

"Kayak lo nggak tau aja. Di sini, kan, UKS emang jarang ada orang. "

"Aduh... bakal bosan, nih."

Jordan tertawa pelan, ia selesai merapikan dasinya. Jordan berjalan mendekati Bumi.

"Lo nggak apa-apa, kan, gue tinggal sendiri di sini?"

"Gue pengen ikut upacara. Gue, kan, pengen ketemu Icil," rajuk Bumi.

Jordan berdecak sebal. "Lo nggak bisa ikut upacara! Kaki lo, kan, baru aja sembuh, belum sembuh total," peringat Jordan.

Bumi menggelengkan kepalanya.

"Gue kuat kok, Dan, seriusan. Kaki gue bisa bertahan, kok, buat upacara ini."

"Cih, lo aja kalo jalan masih terpincat-pincat. Batang toge aja lebih kuat daripada kaki lo," cerca Jordan dilebih-lebihkan.

Bumi mendengus sebal, ia tak bisa membantah ataupun melawan Jordan. Daripada nanti pria itu mengadukannya kepada orang tuanya. Bumi tak ingin mendapat ceramah siang dan malam di rumah.

"Ya udah, iya, gue di UKS aja. Tapi ada satu syaratnya."

"Apaan?" curiga Jordan.

Bumi tersenyum licik. "Kalau ketemu Icil salam, ya, dari gue."

Jordan langsung geleng-geleng sendiri, mengiakan saja keinginan Bumi. Jordan pun keluar dari UKS meninggalkan Bumi sendiri.

Bumi sendiri segera membaringkan tubuhnya di atas kasur, tak lupa menarik tirai putih untuk menutupi biliknya, Bumi ingin tidur saja pagi ini.

Braakk!

Baru saja Bumi memejamkan mata, terdengar suara pintu UKS ditutup cukup keras. Kedua mata Bumi kembali terbuka lebar.

"Siapa itu? Lo, ya, Jordan? Kenapa balik lagi?"

Bumi bangun, membuka tirai putih yang menjadi penghalang biliknya. Ketika tirai terbuka sempurna, saat itulah Bumi dapat melihat jelas siapa yang membuka pintu.

"Icil...," lirih Bumi gugup. Kedua matanya membulat sempurna, tak percaya dengan yang ada di hadapannya sekarang.

New studentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang