"Aku nggak mau," tolak Bumi percaya diri.
"Kenapa?"
"Aku udah, nonton, kok, sama Marsya kemarin," jawab Bumi berbohong tentunya.
"Kemarin?"
"Iya, kemarin aku kencan berdua sama Marsya, Marsya, kan suka sama aku dan aku nggak mau nyia-nyiain perasaan orang yang tulus suka sama aku!" sindir Bumi tajam.
Bumi menatap Icil yang terdiam, tak lagi membalas ucapannya, Bumi merasakan gugup tak keruan.
"Oh gitu." Icil menganggukkan kepalanya sekali. "Ya udah." Icil mengambil kembali tiketnya dan tanpa banyak bicara ia berdiri dari bangku dan berjalan ke arah pintu. Icil dengan cepat membuang tiket tersebut ke tempat sampah.
Bumi membelalakkan kedua matanya, hatinya terasa sakit melihat tiket itu dibuang begitu saja. Bumi menatap punggung Icil dengan perasaan getir. Bumi terus menatap Icil, gadis itu menggerakkan knop pintu. "Kamu mau ke mana?" cegah Bumi.
"Keluar," jawab Icil tanpa membalikkan badan sedikit pun.
"Kok, keluar? Kamu nggak ikut ulangan? Kan, hari ini jadwal ulangan Fisi...."
"Terserah gue," potong Icil cepat lalu membuka pintu di hadapannya dan keluar meninggalkan Bumi.
Bumi mengepalkan kedua tangan kuat-kuat, dadanya terasa pedih dan sesak. Ia meruntuki ucapannya sendiri. Padahal, ia sama sekali belum menonton film itu, ia juga tak pernah ada rasa dengan Marsya.
Bumi ingin menangis rasanya. Apalagi ketika melihat Icil membuang dua tiket itu ke dalam tempat sampah disaksikan oleh kedua matanya sendiri.
Bumi mulai panik, ia beranggap bahwa Icil marah besar kepadanya. Tentu saja, Bumi tidak mau hal itu terjadi.
Bumi mulai berpikir keras, ia harus melakukan sesuatu. Jujur, ia juga sudah tidak kuat untuk terus berpura-pura dingin dan tak peduli seperti beberapa hari ini. Sangat menyiksa! Ia pun bangkit dari tempat duduknya, berjalan cepat mengejar Icil. "Icil!" panggil Bumi.
Bumi menahan lengan Icil, membuat gadis itu mau tidak mau menghentikan langkahnya. Icil menoleh kearah Bumi, menatap Bumi datar dan kembali dingin seperti biasanya.
"Maafin aku," lirih Bumi. "Jangan marah sama aku."
Icil mengerutkan keningnya, tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba minta maaf? Padahal, baru beberapa menit lalu pria ini bersikap acuh tak acuh padanya.
Bumi meyakinkan dirinya untuk berkata jujur dan tidak berpura-pura lagi. "Aku nggak marah, kok, sama kamu. Aku nggak pernah bisa marah sama kamu. Selama tiga hari ini aku cuma pura-pura aja."
Icil diam, berpikir keras tak mengerti dengan penjelasan Bumi barusan.
"Maksudnya?" bingung Icil.
"Jadi, tiga hari kemarin Jordan nyuruh aku buat jauhin kamu, buat diemin kamu, buat cuekin kamu selama enam hari. Aku harus pura-pura tidak peduli ke kamu karena kata Jordan, kalau aku kayak gitu, nanti kamu bakalan ngejar-ngejar aku balik, terus nyariin aku," jelas Bumi sejujur-jujurnya. "Padahal, aku berusaha mati-matian buat jalanin misi enam hari itu. Aku hampir nyerah karena nggak bisa pura-pura cuek ke kamu. Kan, aku suka sama kamu."
Bumi sedikit menundukkan kepalanya, bibirnya membentuk lengkungan ke bawah. "Tapi ternyata kamu malah sama sekali nggak nyariin aku dan nggak peduli sama aku. Aku udah takut banget kamu jadi benci sama aku."
Bumi mengangkat kepalanya kembali dengan cepat, menatap Icil. "Kamu masih belum suka, ya, sama aku?"
Icil dibuat mematung dan takjub untuk kesekian kalinya pria di hadapannya ini luar biasa ajaib. Bagaimana ada pria selugu dan sejujur ini?
"Icil," panggil Bumi kembali, menyadarkan Icil.
"Hm?"
"Aku belum nonton film itu, kok. Kemarin aku sama sekali nggak keluar sama Marsya. Aku nggak pernah kencan sama Marsya. Aku nggak suka sama Marsya," jelas Bumi kembali. "Jangan percaya sama gosip-gosip yang bilang aku sama Marsya pacaran, itu nggak bener. Aku sukanya cuma sama kamu. Seriusan, aku nggak bohong."
Bumi menatap Icil dengan takut karena sedari tadi gadis itu masih saja bersikap dingin. "Kamu jangan marah sama aku. Aku cuma jalanin saran Jordan," lirih Bumi memelas.
Icil melepaskan tangan Bumi dari lengannya. Ia berjalan melewati Bumi untuk kembali masuk ke dalam kelasnya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Bumi semakin takut. Bumi cepat-cepat mengejar Icil, membututi gadis itu dari belakang. Bumi ikut masuk kembali ke dalam kelas.
Bumi melihat Icil tengah mengambil dua tiket yang sempat dibuangnya beberapa menit yang lalu. Bumi memperhatikan saja.
"Masih mau nonton?" tanya Icil.
Bibir Bumi otomatis langsung mengembang, tanpa ragu ia dengan cepat menganggukkan kepala. "Aku mau. Sangat mau!"
Pak Joko tiba-tiba masuk ke dalam kelas bersama dengan Jordan. Bumi pun harus menahan rasa bahagianya terlebih dahulu dan fokus untuk ulangan hari ini. Ia merasa saat ini hatinya sangat lega dan berbunga-bunga.
****
Jam istirahat, ketika kelas sudah sepi, Icil memutuskan untuk tetap di kelas. Dia sibuk menyalin materi yang tadi belum sempat dicatatnya."Icil?"
Icil sudah tidak asing lagi dengan suara itu. Ia menoleh. Bumi sedang berdiri dengan membawa dua bungkusan di tangan kanan dan di tangan kirinya. Bumi berubah panik, ia siap dimarahi Icil karena tiba-tiba muncul di hadapannya tanpa minta izin lebih dulu.
"Icil, aku cuma disuruh Ariel nemenin kamu, kok. Kalau kamu mau nyuruh aku keluar, aku bakalan keluar sekarang juga! Kumohon, Icil, jangan marah dulu, maaf, aku nggak bilang dulu, soalnya Ariel mintanya juga mendadak. Aku udah bilang sama dia, kamu nggak mau ditemenin sama aku, tapi-"
Sebenarnya Icil ingin sekali tertawa, tapi ia segera menyela ucapan Bumi. "Bumi...." satu kata itu langsung membuat Bumi diam, dan Icil melanjutkan perkataannya. "Gapapa."
Bumi tersenyum lebar, jantungnya berdebar-debar. Untung jantungnya bukanlah sebuah balon yang mudah meledak, karena kalau iya berarti Bumi sudah mati sejak kali pertama bertemu Icil.
"Aku boleh duduk, Icil?"
Mata Icil tertuju pada bungkusan yang dipegang Bumi. "Itu apa?"
"Yang ini ayam bakar, yang ini ayam goreng."
"Buat siapa?"
"Takut kamu belum makan."
"Terus menurut lo gue suka ayam bakar dan ayam goreng yang lo bawa?"
"Iya juga, ya. Aku kok sok tau banget, ya?"
Icil geleng-geleng kepala. "Dari dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
New student
Romance(FOLLOW SEBELUM MEMBACA) ⚠️AWAS BAPER ! ROMANCE - SPIRITUAL Kalau kalian jomblo dan baca cerita ini? Saran dari aku cuman satu. Siapkan hati yang mandiri untuk membaca cerita ini. Hati-hati jantung Anda, mohon selalu dijaga. Serangan baper akan ter...